Asian Games 2018 adalah momentum eras untuk membangun Nation Branding Indonesia… Bagaimana strateginya? Berikut ini eBooknya, silahkan download di sini:
nation branding
Hari ini adalah penutupan Asian Games. Sebagai bangsa kita bangga karena telah sukses menyelenggarakan event akbar empat tahunan ini. Kita juga bungah karena prestasi atlet kita mencuat mengharumkan nama bangsa.
Tak hanya itu, Asian Games 2018 betul-betul menjadi pemersatu bangsa ketika kita sejenak melupakan perbedaan kubu politik, suku, agama, golongan, demi kemenangan dan kejayaan Indonesia tercinta.
Baca juga ebook 43 halaman dan donlot: Asian Games 2018 & Nation Branding
Namun, setelah menutup “pesta kemenangan” hari ini apakah kemudian semuanya berakhir begitu saja?
Tidak! Justru di sinilah pekerjaan besar harus dimulai. Asian Games haruslah kita jadikan momentum, bahkan batu loncatan, untuk membangun nation brand Indonesia.
Apa itu nation brand? Intinya adalah adalah citra dan reputasi (national image & reputation) yang ditangkap oleh masyarakat internasional terhadap suatu negara.
Citra dan reputasi negara ini bisa dilihat dari enam kualitas yaitu: Export (citra produk nasional yang kompetitif), Governance (citra pemerintahan yang bersih dan kompeten), Tourism (ketertarikan wisman berkunjung), Investment (ketertarikan investor untuk menanam modal), Culture (kekayaan budaya), dan People (SDM yang unggul dan ramah).
Singkatnya, nation branding bertujuan untuk menarik TTI (trader, tourist, investor) dengan menciptakan citra dan reputasi di enam kualitas di atas. Lalu apa yang harus dilakukan untuk mendongkrak nation brand Indonesia setelah Asian Games berakhir?
#1. Kampanye Nation Branding
Dalam waktu yang tidak lama setelah Asian Games berakhir, Indonesia harus meluncurkan kampanye nation brand sebagai upaya me-leverage kesuksesan dalam mendapatkan eksposur global yang luar biasa.
INASGOC mengonfirmasi bahwa ada sekitar 11 ribu media lokal maupun global meliput Asian Games 2018. Ini merupakan eksposur luar biasa yang hanya bisa kita perolah melalui event akbar (sport mega-event) seperti Asian Games, Olimpiade, atau Piala Dunia. Momentum inilah yang harus kita perpanjang dengan meluncurkan kampanye nation branding untuk menarik TTI datang ke Tanah Air.
Kita harus banyak belajar dari negara tetangga Australia. Australia me-leverage habis-habisan posisinya sebagai tuan rumah Olimpiade Sidney tahun 2000. Event akbar ini kemudian diikuti dengan berbagai kampanye nation branding: “Life a Different Light” (2004-2006); lanjut “A Uniquely Australian Invitation” (2006-2008); kemudian “Come Walkabout” (2008-2009); dan terakhir “There’s Nothing Like Australia” (2010-sekarang).
#2. Diplomasi Global
Afrika Selatan memanfaatkan event Piala Dunia 2012 untuk menunjukkan kepada dunia bahwa ia telah menjadi kekuatan ekonomi baru dunia dan negara termaju di benua Afrika (Africa’s most developed economy).
Cina memanfaatkan Olimpiade Beijing 2008 untuk menunjukkan bahwa dengan laju pembangunannya yang supercepat, Cina bakal menyalip Amerika Serikat sebagai kekuatan ekonomi terbesar di dunia.
Inilah yang disebut diplomasi global melalui event olah raga.
Lalu bagaimana dengan Indonesia? Melalui Asian Games Indonesia juga bisa memosisikan diri sebagai kekuatan ekonomi baru (emerging nation) yang sedang berjuang keras menjadi kekuatan ekonomi terbesar kelima di dunia. Dengan populasi terbesar keempat, Indonesia juga sedang bertransformasi menjadi salah satu negara demokrasi terbesar di dunia.
#3. Visi Olahraga 2032
Dengan bekal kesuksesan menyelenggarakan Asian Games Indonesia harus berani think big dengan menetapkan visi menjadi tuan rumah Olimpiade 2032.
Olimpiade 2020 bakal diadakan di Tokyo, 2024 di Paris, dan 2028 di Los Angeles. Untuk Olimpiade 2032, kini sudah ada beberapa negara yang tertarik untuk bidding yaitu Jerman, Australia, dan India. IOC bakal menetapkan pemenangnya pada tahun 2025, jadi masih ada waktu tujuh tahun untuk berbenah diri.
Perlu diingat sejak tahun 2000an, negara-negara maju baru BRICS (Brazil, Russia, India, China, South Africa) berlomba-lomba untuk menjadi tuan rumah sport mega-event seperti Olimpiade dan Piala Dunia sebagai bentuk diplomasi global untuk mengangkat nation brand mereka masuk dalam “club of elite” negara-negara maju.
Kalau betul Indonesia bisa mewujudkan visi ini, maka nation brand Indonesia akan naik kelas sejajar dengan negara-negara maju dunia. Karena perlu diingat, negara yang mampu menyelenggarakan event-event olahraga besar tersebut hanyalah negara-negara maju.
Sumber foto: Okezone.com
Artikel ini dimuat di Jawa Pos edisi Senin, 3 September 2018, hal. 1.
Asian Games adalah kesempatan setengah abad sekali untuk membangun nation brand Indonesia.
Ingat, globalisasi memaksa setiap negara untuk bersaing memperebutkan trader, tourist, dan investor (TTI) dari seluruh belahan dunia. Akibatnya, kini negara sudah disikapi sebagai sebuah brand yang harus dibangun value dan competitiveness-nya. Negara harus di-branding.
Anyway, apa itu nation branding? Gampangnya, apapun yang dilakukan sebuah negara untuk mendongkrak identitas, citra, dan reputasinya.
Tujuannya, kalau menurut Simon Anholt “bapak nation branding” ada enam elemen: Governance (citra pemerintahan yang bersih dan kompeten), Export (produk nasional yanghebat di pasar global), Tourism (ketertarikan wisman berkunjung), Investment & Immigration (ketertarikan investor dan talents untuk datang), Culture & Heritage (kekayaan budaya yang adi luhung), dan People (SDM yang unggul dan ramah).
Lalu apa saja strategi yang bisa kita lakukan untuk mem-branding Indonesia dengan memanfaatkan Asian Games? Berikut lima di antaranya:
#1. Managing Massive Media Exposure
INASCOC sudah mengonfirmasi bahwa Asian Games 2018 diliput oleh sekitar 11 ribu media lokal maupun global. Tak heran jika selama dua minggu penyelenggaraannya Indonesia menjadi sorotan masyarakat dunia.
Berita sedap maupun tak sedap mengenai Indonesia akan ter-blow up ke seluruh dunia yang ujung-ujungnya membentuk citra Indonesia di mata dunia.
Ingat, yang ter-blow up itu tak hanya berita-berita mengenai beragam pertandingan yang digelar, tapi juga berita apapun yang sedang terjadi di tanah air.
Alhamdulillah, hingga hari ini penyelenggaraan Asian Games berjalan lancar, apalagi gelaran opening ceremony yang begitu memukau.
Namun di sela-sela itu, berita-berita tak sedap juga muncul menjadi santapan media global seperti: penanganan Kali Item, pengamanan Asian Games yang berlebihan, gempa Lombok, hingga yang terakhir penetapan tersangka Mensos karena kasus korupsi.
Agar citra kita baik, selama dua minggu ini kita harus menjaga agar berita-berita yang keluar bisa membangun citra positif bagi Indonesia.
#2. Bring Indonesia Culture to the World
Opening ceremony minggu lalu sungguh memukau tak hanya bagi seluruh rakyat Indonesia, tapi juga seluruh warga dunia. Media-media ternama dunia seperti diorkestrasi memuji gelaran tersebut sebagai yang terbaik sepanjang sejarah Asian Games.
Tak hanya itu, opening ceremony tersebut mampu membawa kebinekaan budaya Indonesia ke panggung dunia. Di situ dipergelarkan 19 tarian dari Sabang sampai Merauke mulai dari Ratoh Jaroe Aceh yang kolosal, Lenong Betawi, Jaipongan, hingga tari Yospan Papua.
Identitas Indonesia begitu kental terwakili oleh kekayaan budaya Nusantara tersebut.
#3. Global Diplomacy through Sport Event
Afrika Selatan adalah contoh negara yang begitu smart memanfaatkan event Piala Dunia 2012 untuk menunjukkan kepada dunia bahwa negara ini menjadi kekuatan ekonomi baru dunia sekaligus memosisikan diri sebagai sebagai negara termaju di benua Afrika (Africa’s most developed economy).
Afrika Selatan juga menggunakan momentum tuan rumah Piala Dunia untuk menghapus bersih citra buruk Afrika Selatan sebagai negara yang melegalkan praktek apartheid.
Inilah yang disebut diplomasi global melalui event olah raga.
Apakah Indonesia juga bisa melakukannya? Kenapa tidak. Indonesia adalah negara maju baru (emerging nation) yang sedang berjuang keras menjadi kekuatan ekonomi kelima terbesar di dunia. Indonesia juga sedang berkerja keras menjadi salah satu negara demokrasi terbesar di dunia.
Ambisi dan visi ini harus kita tunjukkan ke dunia salah satunya melalui event akbar seperti Asian Games.
#3. Cobranding: Indonesia + Asian Games
Indonesia adalah brand. Asian Games juga brand. Ketika keduanya bersatu, maka terbentuklah cobranding collaboration. Asian Games memanfaatkan brand Indonesia; sebaliknya Indonesia memanfaatkan brand Asian Games.
Ambil contoh kasus Cina saat gelaran Olimpiade 2008. Cina habis-habisan memanfaatkan dan mendompleng brand Olimpiade untuk mendongkrak citra dan reputasi Cina yang ekonominya sedang bergerak cepat menyamai Amerika Serikat sebagai negara adidaya.
Lalu, bagaimana dengan di Asian Games 2018 kali ini?
Terus terang, awalnya saya menduga Indonesia lah yang bakal mendompleng kehebatan brand Asian Games. Namun melihat opening ceremony yang memukau, saya jadi berubah pikiran: justru Asian Games yang mendompleng kehebatan brand Indonesia.
Namun secara umum saya kira sinergi antar dua brand ini berlangsung secara komplementer. Namanya sinergi, 1 +1 bukannya 2, tapi 3 atau bahkan 5.
#5. Post Event: Nation Branding Campaign
Jangan sampai momentum Asian Games ini menguap begitu saja, saat eventnya berakhir. Kita harus terus me-leverage dengan cara terus mengampanyekan nation brand dengan kegiatan-kegitan lanjutannya (post-event campaign).
Dalam hal ini kita harus mencontoh Australia. Setelah sukses menyelenggarakan Olimpiade 2000 di Sidney, Australia tak tinggal diam. Ia memfollow-up dengan melakukan kampanye pariwisata besar-besaran lewat peluncuran branding baru “Brand Australia: Life in a Different Light” pada tahun 2004.
Australia memanfaatkan momentum Olimpiade Sidney untuk melakukan repositioning dengan membentuk citra baru sebagai destinasi wisata bergengsi di dunia.
Seperti halnya Australia, kita harus melakukan post event campaign di bidang trading, tourism, dan investment (TTI) agar momentum Asian Games menguap begitu saja. Apalagi bulan November nanti kita masih punya event yang tak kalah bergengsinya, World Bank-IMF Annual Meeting.
Dua hari menjelang pembukaan Asian Games 2018 di Jakarta koran paling bergengsi di dunia The New York Times membuat tulisan dengan judul nyinyir: “How to Spruce Up for Asian Games? Cover a Polluted River”. Bagaimana ‘mempercantik’ Asian Games? Menutupi Kali Item. Begitu kira-kira terjemahan bebasnya.
The New York Times tak sendirian, The Guardian, Washington Post, hingga CNN melakukan hal yang sama.
Terakhir sekitar 20 jam sebelum opening ceremony BBC News membuat judul tulisan yang tak kalah sangar: “Asian Games: Indonesia Police Kill Dozens in Criminal Crackdown.”
Dengan mengutip temuan Amnesty International, BBC menulis, polisi Indonesia menembak mati puluhan kriminal dalam beberapa bulan terakhir untuk mengamankan Asian Games.
Tulisan-tulisan miring media berpengaruh dunia itu tentu bukannya tanpa risiko. Tulisan tersebut tentu berpotensi membentuk citra buruk tak hanya bagi penyelenggaraan Asian Games tapi juga bagi nation brand Indonesia, sekarang dan beberapa tahun ke depan.
Dalam dua minggu ke depan Indonesia bakal menjadi sorotan seluruh dunia karena menjadi tuan rumah Asian Games 2018. Karena menjadi sorotan dunia, maka bagi Indonesia menjadi host Asian Games layaknya pedang bermata dua.
Di satu sisi merupakan opportunity karena bisa mendongkrak nation brand Indonesia. Tapi di sisi lain, seperti tercermin dari pemberitaan media berpengaruh di atas, bisa justru backfired menjadikan citra Indonesia jatuh ketika kita belepotan menggelar event akbar ini.
Karena itu kendala apapun yang kita hadapi hingga menjelang penyelenggaraan saat ini (LRT Kelapa Gading-Rawamangun yang tidak jadi dioperasikan, kasus Kali Item, kemacetan Jakarta, hingga Jakarta yang masih terbengkelai karena banyaknya pembangunan infrastruktur) kita harus “total football” menyukseskannya.
Tak ada kata tidak, Asian Games Jakarta-Palembang harus sukses. Persis seperti kata Elvis Presley “now or never”: Sukses menjalankan Asian Games atau kita kehilangan momen tak bernilai ini dan menyesal seumur hidup.
Asian Games merupakan momentum luar biasa untuk pembentukan nation branding Indonesia karena tiga alasan.
Global Visibility
Dalam dua minggu ke depan Indonesia akan disorot oleh seluruh warga dunia, tak hanya dari sisi kemampuan menyelenggarakan Asian Games, tapi juga masyarakatnya, kebudayaannya, keberagamannya, keindahan alamnya, kekayaan kulinernya, ekonominya, infrastrukturnya, apapun.
Perlu diingat bahwa branding value terbesar dari penyelenggaraan event akbar (mega sport event) seperti Asian Games terletak pada media exposure yang amat luas.
Ambil contoh Rusia yang baru saja sukses menggelar Piala Dunia bulan lalu menuai global media exposure yang luar biasa karena ditonton oleh sekitar 3,4 miliar atau hampir separo penduduk dunia.
Nation Brand Identity
Asian Games juga bisa menjadi alat untuk membentuk identitas bangsa (nation brand identity) di mata warga dunia. Asian Games bisa menjadi medium untuk memperkenalkan karakter bangsa: sejarahnya, nasionalisme, keberagaman budayaannya, keramahtamahannya, keindahan alamnya, atau kemajuan pembangunannya.
Opening ceremony yang spektakuler tadi malam misalnya, bisa menjadi jendela untuk menunjukkan “brand story of the nation” ke audiens global.
Namun sebaliknya, jika selama Asian Games berlangsung pemberitaaan media dipenuhi hal-hal miring seperti di atas, maka bukan brand identity kuat yang kita dapat, tapi justru sebaliknya, citra buruk yang merugikan.
Rebranding & Repositioning
Asian Games juga bisa menjadi momentum untuk melakukan rebranding dan mengubah positioning bangsa ke arah yang lebih baik.
Afrika Selatan adalah kasus negara yang dengan cerdas memanfaatkan mega event olahraga untuk melakukan rebranding/repositioning saat ia menjadi tuan rumah Piala Dunia 2010.
Dengan menjadi tuan rumah Piala Dunia secara ekonomi Afrika Selatan mengokohkan posisinya sebagai negara termaju di benua Afrika (Africa’s most developed economy). Sementara secara politik event tersebut mampu menghapus tuntas citra buruk Afrika Selatan sebagai negara yang melegalkan praktek apartheid.
Seperti Afrika Selatan Indonesia bisa memanfaatkan Asian Games untuk membentuk citra baru negara: secara sosial-politik sebagai negara yang tetap teduh di tengah kebinekaan; secara ekonomi sebagai emerging country yang akan menjadi kekuatan ekonomi baru dunia; dan terakhir negara eksotis dengan kekayaan budaya dan keindahan alamnya yang luar biasa.
Sumber foto: Republika.co.id
Beberapa waktu lalu ada dua anak Indonesia mengukir prestasi dunia yang sangat membanggakan bagi kita seluruh bangsa. Yang pertama Rio Haryanto masuk dalam ajang balapan Formula 1 yang super kompetitif. Yang kedua Joey Alexander masuk dalam dua nominasi ajang bergengsi Grammy Awards. Joey bahkan tampil monumental memainkan tuts-tuts pianonya dalam malam penghargaan Grammy yang ditonton miliaran pasang mata sejagad.
Prestasi dua anak kebanggaan Indonesia di panggung dunia merupakan peluang luar biasa untuk membangun brand Indonesia ke audiens global. Kenapa begitu? Karena mereka bisa menjadi “channel” yang sangat powerful bagi publisitas Indonesia ke audiens global. Rio misalnya, selama beberapa bulan ke depan memiliki “panggung” yang selalu disorot penonton dan media global yaitu ajang seri balapan Formula 1.
Joey mendapatkan “panggung” amat langka yang mungkin tak bisa diulang beberapa dekade ke depan, yaitu tampil khusus di malam penghargaan Grammy dan mendapatkan standing ovation luar biasa dari para insan musik dunia. Namun sayang, di momen yang bernilai amat tinggi tersebut tak sepatah kata “Indonesia” pun terucap di situ.
Saya membayangkan Joey seharusnya pakai batik saat menjamah tuts-tuts piano di panggung Grammy. Atau, setidaknya penyanyi rap Common dan CEO Recording Academy Neil Portnow yang mengumumkan penampilan Joey berucap, “Joey, anak genius dari Indonesia”. Melalui Joey, harusnya kita bisa “stealing the moment” dari panggung Grammy. Tentu tak gampang mewujudkannya karena panitia Grammy tentu punya aturan baku yang sulit ditembus. Tapi justru di sinilah seninya. Dibutuhkan perjuangan dan lobi-lobi kreatif. Inilah yang saya sebut “diplomasi branding Indonesia”.
Brand Ambassador
Rio, Joey, dan siapapun anak negeri yang punya prestasi dan panggung untuk menjangkau audiens global harusnya secara sistematis dan terencana diarahkan menjadi brand ambassador demi membangun awareness dan asosiasi positif tentang Indonesia. Dengan kata lain saya ingin mengatakan bahwa Indonesia harus mulai memainkan fungsi PR (public relation) melalui anak-anak bangsa berprestasi mengagumkan ini.
Ambil contoh Rio. Sepanjang tahun 2016 ini dipastikan Rio akan mengikuti serangkaian seri Formula 1 di sirkuit-sirkuit bergengsi dunia. Di setiap seri kejuaraan balap tesebut pasti perhatian penonton dan media tertuju kepadanya. Akan ada begitu banyak liputan berita yang dihasilkan oleh wartawan dari seluruh dunia. Nah di tengah liputan-liputan tersebut kita harus bisa “stealing the moment” dengan menyelipkan sekecil apapun mengenai Indonesia di dalamnya. Ini adalah sebagian kecil saja dari diplomasi branding Indonesia yang harus kita lakukan. Begitu banyak program, kegiatan, lobi-lobi, dan beragam kreativitas lain yang bisa kita lakukan untuk mewujudkannya.
Kita, misalnya, juga bisa menempatkan logo “Wonderful Indonesia” di badan mobil yang dikendarai Rio seperti diusulkan Menteri Olah Raga. Kita juga bisa membuat seri testimonial ads dengan menggunakan brand ambassador Rio dan Joey mengenai budaya atau pariwisata Indonesia. Testimonial ads tersebut ditempatkan di media-media top global seperti Time, CNN, atau CNBC. Berbagai langah taktis ini kita perlukan agar brand Indonesia harum di kancah dunia.
Kepekaan PR
Untuk menjalankan diplomasi branding Indonesia, kita harus memiliki apa yang saya sebut “kepekaan PR”. Apa itu? Kita harus peka terhadap peristiwa atau event yang berpotensi menghasilkan eksposur Indonesia ke audiens global. Peristiwa atau event berskala dunia itu bisa bermacam bentuknya: Bisa Rio masuk Formula 1; Joey masuk nominasi Grammy, Erick Tohir menjadi Presiden Inter Milan; Rendang dinobatkan sebagai kuliner terlezat oleh CNNGo, Komodo masuk Tujuh Keajaiban Dunia, Lombok ditetapkan sebagai World’s Best Halal Honeymoon Destination, dan sebagainya.
Contohnya momen Joey di panggung Grammy di atas. Ketika kita memiliki kepekaan PR, maka begitu diumumkan Joey masuk dalam nominasi Grammy, secara spontan kita akan berpikir keras bagaimana memanfaatkan momen langka itu untuk mendongkrak brand Indonesia. Demikian juga ketika kita tahu Rio bakal terjun di serangkaian seri kejuaraan Formula 1, spontan kita berpikir bagaimana memanfaatkan momen tersebut untuk menggaungkan nama Indonesia di kancah dunia.
Berbicara mengenai kepekaan PR, kita harus banyak belajar dari “The Master of PR” Indonesia yaitu Irwan Hidayat, pemilik Sido Muncul. Kenapa saya sebut Pak Irwan sebagai “The Master of PR”, karena ia punya kepekaan PR yang luar biasa dan piawai memainkannya. Contohnya saat Malaysia membabi-buta mengklaim kekayaan budaya kita seperti Angklung atau Reog, dengan cepat Pak Irwan mengeluarkan kampanye iklan nasionalis untuk membelanya. Begitu pula saat Mbah Marijan begitu populer menyusul terjadinya letusan Gunung Merapi, serta-merta Pak Irwan menjadikannya sebagai brand ambassador untuk mendongkrak awareness Kuku Bima.
Nah, presiden-wakil presiden, menteri, dirjen, duta besar, diplomat, kalangan swasta, diaspora Indonesia, mahasiswa kita di luar negeri, dan siapapun yang berkepentingan dengan branding Indonesia harus memiliki kepekaan PR seperti halnya pak Irwan. Sesuai porsi dan fungsinya, mereka bisa memainkan peran untuk mewujudkan diplomasi branding Indonesia. Hanya dengan begitu brand Indonesia akan membahana di seantero jagad. “Viva brand Indonesia!!!”
Sumber foto: core3.oomph.co.id