c3000 adalah istilah yang saya ciptakan di Twitter untuk menyebut consumer 3000 atau kelompok konsumen kelas menengah Indonesia. Sedangkan e3000 adalah istilah saya untuk entrepreneur 3000 yaitu wirausahawan yang berasal dari kalangan kelas menengah. Ya, perlu diingat bahwa kalangan kelas menengah merupakan sumber kelas wirausahawan yang potensial mengingat mereka memiliki discretionary income (duit menganggur) yang cukup besar yang bisa diinvestasikan dalam beragam bentuk bisnis.
middle class consumer
Bukber alias “buka bersama” saya gambarkan layaknya gadis molek yang sedang mencorong di bulan puasa ini. Kalau artis sinetron atau bintang iklan, ia layaknya superstar yang sedang heboh diperebutkan stasiun TV dan pengiklan. Kalau seorang model, wajahnya terpampang di billboard tiap perempatan, cover-cover majalah atau poster-poster yang tertempel di tembok-tembok gang.
Semua kegiatan kita di bulan Ramadhan ini rasanya kurang keren kalau tidak dilabel dengan embel-embel bukber. Meeting dengan klien atau partner kerja rasanya kurang afdol jika tidak “berkedok” bukber. Reuni teman SMA kurang cool kalau nggak dipas-paskan dengan saat-saat menjelang bukber. Bahkan launching sebuah produk terkenal kurang paten rasanya kalau tidak disrempetkan dengan acara bukber. Kalau dulu kita hanya mengenal aktivis mahasiswa atau aktivis LSM, maka kini kita kenal “aktivis bukber“. Yes, mereka yang selama bulan puasa nggak pernah pulang ke rumah karena ngider dari bukber satu ke bukber berikutnya.
“@yuswohady: Akhirnya BAYI itu lahir juga | #c3000 #MyNewBook”
Itu adalah twit saya hari Kamis sore (2/8) lalu, saat buku saya Consumer 3000: Revolusi Konsumen Kelas Menengah Indonesia (Gramedia Pustaka Utama, 261 hlm, 2012) keluar fresh from the oven dari percetakan Gramedia. Bersama twit tersebut saya lampirkan jepretan foto buku yang baru saya terima dua jam sebelumnya. Menyusul twit tersebut, ucapan selamat dari teman-teman Twitter langsung mengular hingga menjelang sahur.
Begitulah penulis, momen-momen buku keluar untuk yang pertama kali dari percetakan adalah momen-momen “kenikmatan” luar biasa yang tak ada tandingannya. Saya sudah menulis lebih dari 40 buku, tapi selalu saja, detik-detik menerima buku untuk pertama kali fresh from the oven dari percetakan adalah pengalaman yang tak terbeli oleh uang 1 triliun sekalipun. It’s a great moment of truth. Kenikmatannya menyamai kenikmatan detik-detik menyongsong bayi anak pertama. Itu sebabnya saya menggunakan “bayi” sebagai ungkapan yang pas untuk menggambarkan kenikmatan tersebut.
Temen-temen,
Buku saya Consumer 3000: Revolusi Konsumen Kelas Menengah Indonesia sudah terbit awal September 2012 lalu, temen-temen bisa mendapatkannya di seluruh toko buku Gramedia dan toko buku lain. Namun jika temen-temen ingin SIGNATURE EDITION, edisi spesial dengan tanda tangan penulis, temen-temen bisa pesan dengan SMS ke Lia: 0857 8078 9897 nanti akan difollow up pemesanan dan pengirimannya.
Untuk mengetahui gambaran isi buku, check here: Consumer 3000: The Introduction
Amfibi adalah istilah yang diberikan untuk orang yang “hidup di dua alam” yaitu dunia profesional dan dunia usaha (entrepreneur). Sebagai profesional ia bekerja di perusahaan besar dan mapan, tetapi di samping itu ia juga “nyambi” berbisnis pribadi. Bisnisnya bisa macam-macam, misalnya buka warung Padang, jadi motivator atau pembicara publik, konsultan media sosial (web developer, social media agency, SEO, dll.), punya online shop, atau membeli franchise Indomaret/Alfamart.
Di era Consumer 3000 (#c3000, era revolusi kelas menegah Indonesia) saya meramalkan Indonesia akan mengalami “revolusi amfibi” alias membengkaknya jumlah kelas menengah yang masuk dan menekuni peran ganda sebagai profesional dan wirausaha. Perlu diingat, bahwa kelas menengah Indonesia memiliki dua dimensi strategis bagi perekonomian, yaitu sebagai konsumen (saya sebut Consumer 3000) dan sebagai produsen (saya sebut Entrepreneur 3000).
Temen-temen, tanggal 30 July 2012 buku saya Consumer 3000: Revolusi Konsumen Kelas Menengah Indonesia akan terbit. Saya akan sisihkan 15 buku untuk temen-temen Twitter/Facebook sebelum buku itu beredar di pasar. Syaratnya temen-temen bikin kultwit (minimal 5 twit) mengenai “Delapan Sosok Kelas Menengah Indonesia” yang bahan-bahannya bisa didapat melalui link berikut: #8SosokKelasMenengahIndonesia dan #c3000Segmentation Saya akan pilih 15 kultwit terbaik untuk mendapat masing-masing satu buku yang sudah saya tandatangani. Hashtag yang digunakan adalah #8sosok. Silahkan berkreasi!! Tx ya…
Berikut ini contoh twit oleh @wahyuawaludin :
61. The last, mohon maap kalo ada salah-salah kate. Masih newbie saya 🙂 #8sosok
60. Huah akhirnya selese. Sori sori mas @yuswohady ini bkn dr sudut pandang bisnis doang nih..malah meluas ke pemuda, agama dll :p #8sosok
59. Kata @yuswohady rerata mereka g berpendidikn tinggi jadi fobia perubahan. Status quo aja maunya. Ada kan org2 kayak gini? 🙂 #8sosok
58. Knp g challenge? Ini g semua loh tp reratanya gitu. Kan mereka dpt warisan mgkn sawah/ kontrakan. Nah kejebak zona nyaman deh #8sosok
*Hadir di Toko Buku Gramedia September 2012
Setelah melalui proses perenungan dan pemikiran selama hampir dua tahun, akhirnya buku ini selesai saya tulis. Ide mengenai potensi luar biasa konsumen kelas menengah Indonesia (saya sebut: Consumer 3000) pertama kali saya cetuskan pada akhir tahun 2010 saat saya memberikan seminar bertajuk: “Indonesia Marketing Outlook 2011” di Medan. Sejak saat itu saya begitu passionate menulis baik di blog maupun di surat kabar/majalah untuk mengungkap fenomena revolusi konsumen kelas menengah di Indonesia. Percik-percik pemikiran itulah yang kemudian membentuk bangunan buku ini.
Ada kebiasaan “jelek” yang selalu saya temukan saat meeting dengan klien, mitra kerja, atau siapapun. Di ruangan, saat meeting bergulir Blackberry sudah stand-by di depan masing-masing peserta meeting (ups, tentu saja BB dalam keadaan hidup). Tangan kanan memegang balpoint agar mereka terlihat serius, tangan kiri gelisah luar biasa layaknya gadis yang sedang kasmaran.
Begitu ada salah satu peserta meeting yang angkat bicara, maka si tangan kiri pun mulai sigap bergerilya menerkam BB. Secepat kilat jari-jemari lincah menari di atas tuts-tuts BB dan saat itu pula mata mulai juling. Satu melirik ke layar BB, satunya lagi penteng ke peserta lain yang sedang bicara. Otak pun terbelah menjadi dua, pertama ke email-Twitter-Facebook; kedua ke apa yang diomongkan peserta lain. Karena itu seringkali, terjadi saat suasana meeting lagi serius-seriusnya, ada saja satu atau beberapa peserta yang senyum-senyum kecil sendiri.
Kebangkitan Nasional I adalah bangkitnya rasa dan semangat persatuan, nasionalisme dan kesadaran untuk memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia. Kebangkitan Nasional II adalah bangkitnya rasa dan semangat persatuan, nasionalisme, dan kesadaran untuk menjadi negara besar di dunia. The Great Indonesia!
Hampir semua lembaga penelitian bergengsi global telah meramalkan Indonesia akan menjadi bangsa besar di dunia karena kekuatan ekonominya. Euromonitor (2010) meramalkan tahun 2020 Indonesia menempati urutan ke-12 kekuatan ekonomi terbesar di dunia. Di tahun 2050 Indonesia kian perkasa, karena menurut Goldman Sach (2008) Indonesia akan menjadi ekonomi terbesar ke-7 di dunia mengalahkan Jerman, Inggris maupun Jepang. “Welcome the Great Indonesia!”
Saya punya teman seorang brand manager di sebuah perusahaan consumer good terkemuka di Jakarta. Teman asal Klaten ini termasuk workaholic karena kesehariannya hanya kerja dan kerja. Ya karena belum ada anak dan istri, ditambah lagi ia tinggal sendirian alias kos di Jakarta. Karena berprestasi dan kerja sepenuh hati, belum sampai lima tahun posisi empuk brand manager ia raih, tentu dengan gaji yang lumayan.
Karena terbiasa prihatin sejak kecil, pengeluarannya perbulan minim. Ia nggak hobi belanja atau makan-makan di mal. Ia nggak hobi mengoleksi gadget seperti banyak dilakukan temen-teman profesional muda. Ia juga tidak hobi traveling menghabiskan uang. Akibatnya gampang ditebak, gajinya tiap bulan praktis utuh.
- 1
- 2