Temen-temen yuk ikutan PPM Book Talk membahas buku baru saya BEAT THE GIANT: Strategi Merek Indonesia Menandingi Merek Global dan Menjadi Tuan Rumah di Negeri Sendiri. Topiknya: “Strategy to be a Global Players to Face the Global Competition”, bagaimana strategi merek Indonesia mengungguli merek-merek global.
Merek Indonesia
“Kemerdekaan Merek Indonesia” adalah istilah yang saya berikan untuk merujuk kondisi di mana merek lokal Indonesia berjaya di negerinya sendiri, menjadi “tuan rumah” di negerinya sendiri. Kondisi ini terwujud ketika sebagian besar rakyat Indonesia menggunakan merek-merek bangsa sendiri dan merek-merek bangsa sendiri itu sekaligus juga dimiliki bangsa sendiri.
Tak hanya memakai merek-merek bangsa sendiri mereka juga bangga dan passionate menggunakan merek bangsa sendiri.
Layaknya rakyat Jepang bangga menggunakan Sony atau Toyota di masa-masa awal kejayaan merek-merek tersebut. Layaknya rakyat Korea Selatan bangga menggunakan Hyundai atau Samsung. Atau layaknya rakyat China yang bangga menggunakan Baidu ketimbang Google (tahun lalu market share Baidu mencapai hampir 80%, sementara Google hanya 15%).
Saya kagak tahu. Barangkali karena bangsa ini kelamaan dijajah, maka kita kemudian menganggap bangsa sendiri sebagai bangsa kelas teri, kelas gurem, kelas momor buncit. Apapun yang dibikin bangsa ini – merek, produk, jasa, teknologi, apapun – selalu kita anggap sebagai kelas teri, kelas gurem, kelas nomor buncit. Sebaliknya apapun yang dibikin oleh asing selalu kita anggap sebagai kelas kakap, kelas utama, kelas nomor wahid.
Dalam gelaran Indonesia Brand Forum (IBF), 20 Mei 2013 lalu, dalam sambutan pengantar, saya mengungkapkan bahwa sebagai anak bangsa kita harus cinta merek Indonesia. Saya tekankan di situ bahwa kita harus “cinta merek Indonesia”, tidak cuma sekedar “cinta produk Indonesia”. Yang tidak begitu peduli dengan pengertian “merek” dan “produk” barangkali akan menganggapnya sambil lalu saja. “Lhah, produk dan merek kan sami mawon… sama saja!”