Awal tahun 2015 yang bergairah saat ini rupanya tak diikuti oleh tubuh saya yang lemah-lunglai tepar di tempat tidur. Seminggu ini saya terkena flu-batuk berat, sekujur tubuh terasa sakit, kepala serasa digodam, persendian ngilu luar biasa, mulut pahit minta ampun. Kalau sudah seperti ini maka hal minimal yang bisa saya lakukan adalah membaca. Blessing in disguise, ada belasan buku tahun 2014 yang sama sekali belum disentuh atau belum selesai dibaca. Kolom ini ditulis dengan perjuangan hebat di tengah kepala yang senut-senut, tubuh lumer, dan tenggorokan tak henti meledak-ledak, hehehe…
Salah satu buku yang memikat hati saya berjudul: Hooked, dengan subtitle: “How to Build Habit-Forming Product”, ditulis oleh Nir Eyal, entrepreneur di Silicon Valley sekaligus pengajar di Stanford Graduate School of Business. Ide buku ini menarik walaupun bukan sama sekali baru, yaitu bagaimana menciptakan produk-produk hebat yang mampu membentuk kebiasaan (habit-forming product). Biar gampang saya singkat saja menjadi HFP.
Walaupun istilahnya agak njlimet, namun produk-produk ini intens hadir tiap hari, tiap jam, bahkan tiap menit di kehidupan kita. Ambil contoh smartphone yang Anda miliki. Berapa kali Anda mengecek smartphone dalam sehari? Tentu saja bervariasi, namun hasil survei global berikut mungkin membuat Anda tercengang. Rupanya, sebanyak 75% pemilik smartphone mengeceknya dalam kurun waktu 15 menit setelah mereka bangun pagi. Menariknya, rata-rata mereka mengecek smartphone 34 kali dalam sehari. ruarrr biasa.
Smartphone bukanlah satu-satunya contoh, ada segudang HFP lain yang telah menjajah dan menyerobot waktu luang kita. Facebook membentuk kebiasaan kita untuk meng-update status. Twitter membentuk kebiasaan kita ngetwit dan berbagi cerita dengan sesama tweeps. Google membentuk kebiasaan kita berselancar di jagad maya. Worpress membentuk kebiasaan kita nge-blog tiap minggu. Instagram membentuk kebiasaan kita mengambil foto, mempercantiknya, dan kemudian men-sharing ke teman. World of Warcraft membentuk kebiasaan (bahkan kecanduan) untuk nge-games. Detik.com membentuk kebiasaan kita mencari berita-berita terbaru, tiap jam, menit, bahkan detik. Atau 7-Eleven membentuk kebiasaan mahasiswa nongkrong dan ngerumpi. Nah, sampai di sini saya yakin Anda mampu memberikan belasan bahkan puluhan contoh HFP-HFP lain.
The Power of HFP
Anyway, apa itu kebiasaan atau habit? Para psikolog kognitif mendefinisikan kebiasaan sebagai: “automatic behaviors triggered by a situational cues; things we do with little or no conscious thought”. Sebuah perilaku yang kita lakukan otomatis, berulang (rutin), dan seringkali tak kita sadari, alias berlangsung begitu saja. Kalau kebiasaan ini menjadi kian intensif maka bisa-bisa kita mencapai fase kecanduan (addiction) sehingga sulit menghentikan aktivitas berulang tersebut.
Ambil contoh gampang saat Anda makan kuaci. Sambil membaca buku atau nonton TV, tanpa disadari tangan Anda sibuk mengambil kuaci dari bungkusnya, mengupasnya, dan kemudian memasukkanya ke mulut. Semua itu Anda lakukan secara otomatis tanpa mikir, berulang-ulang tanpa bisa direm, hingga tak sadar Anda telah menghabiskan lima bungkus kuaci.
Dari gambaran tersebut Anda akan sadar betapa powerful-nya HFP. Ketika produk Anda sudah mencapai fase HFP maka dipastikan produk tersebut akan sukses, tak hanya sukses jangka pendek tapi juga jangka panjang bahkan lifetime success. Saya berani menyimpulkan “the power of HFP” lah yang menyebabkan kapitalisasi pasar Google atau Facebook mencapai ratusan miliar dolar. Kenapa? Karena pelaku pasar di Wall Street atau Nasdaq yakin sukses mereka tak hanya untuk saat ini, tapi juga masa depan. Kenapa begitu? Karena googling dan facebooking sudah menjadi sebuah kebiasaan, bahkan kecanduan yang sulit dihilangkan. Sesulit menghilangkan kecanduan narkoba. Dan perlu diingat, kebiasaan dan kecanduan itu menular, apalagi di ranah online dan media sosial.
The Hook Model
Pertanyaannya kemudian: Bagaimana cara membangun produk yang menciptakan kebiasaan atau kecanduan? Setelah bertahun-tahun terlibat proyek inovasi HFP, Eyal kemudian mengembangkan sebuah model yang menggambarkan bagaimana HFP tercipta. Untuk mewujudkan HFP setidaknya ada empat fase yang harus dijalankan oleh marketers (lihat bagan), yaitu: Trigger, Action, Reward, Investment.
Trigger adalah pemicu bangkitnya sebuah kebiasaan. Trigger biasanya terwujud karena adanya “sakit” (pain) atau masalah mendalam yang dihadapi oleh konsumen. Dalam kasus Twitter dan Facebook, sakit ini berupa perasaan kesepian, kebosanan, atau kesendirian karena tak memiliki teman yang bisa diajak curhat. Sakit inilah yang harus diidentifikasi oleh marketers, dan HFP hadir untuk “mengobatinya”.
Action adalah respon konsumen atas Trigger yang telah tercipta di fase pertama. Untuk mempermudah respon ini kuncinya adalah simplicity. Twitter menggunakan prinsip simplicity dengan membatasi teks hanya sebanyak 140 karakter. Wordpress menggunakan prinsip simplicity dengan mempermudah kita meng-upload, mengedit, dan memublikasikan tulisan kita.
Reward adalah manfaat, solusi, atau “obat penyembuh” yang didapatkan konsumen dari sebuah HFP. Apa reward yang diperoleh jika kita menggunakan Facebook? Reward itu bisa berupa informasi status dari teman kita 24 jam sehari, 7 hari seminggu; atau komentar teman terhadap status update dan foto yang kita upload; atau bisa juga “Likes” dari tulisan atau foto yang kita posting.
Investment adalah “investasi” (dalam bentuk waktu dan usaha) yang dilakukan oleh konsumen berkat adanya reward yang telah mereka dapatkan dari HFP. Investasi konsumen inilah yang berfungsi “mengunci” sehingga kebiasaan terbentuk. Saya misalnya, kecanduan blogging karena saya sudah terlanjur menginvestasikan banyak waktu, pikiran, dan tenaga untuk melakukannya. Investasi itu dalam bentuk: keahlian mem-posting konten, jumlah posting artikel yang sudah cukup besar, pengunjung loyal yang banyak, dsb. Semakin besar investasi yang dilakukan konsumen, maka semakin besar pula kemungkinan terbentuknya kebiasaan dan kecanduan.
Ingat kemewahan yang diperoleh jika kita mampu mewujudkan HFP: Anda tak perlu menghambur-hamburkan uang untuk pasang iklan di TV; Anda tak perlu bikin late nite sale 70%; Anda juga tak perlu bikin meme ala Mastin. Ketika produk Anda membentuk kebiasaan konsumen, Anda tak perlu promosi. Wow!!!