Hari gini, kian banyak brand kena bully. Di era media sosial dimana netizen bisa demikian bebas ngomong, beropini, dan mengeluarkan unek-unek melalui blog, Twitter, Facebook, YouTube, atau Instagram, makin banyak brand yang menjadi korban online bullying. Ada tiga senjata ampuh yang digunakan oleh para netizen untuk mem-bully sebuah brand, yaitu: #hastag, petisi online, dan meme.
Dengan tiga senjata ampuh ini marketers dan pemilik brand dibikin pusing tujuh keliling, apalagi saat mereka blunder melakukan kesalahan dalam mempromosikan brand-nya. Bagaimana nggak pusing, dengan tiga senjata pamungkas tersebut netizen bisa dengan cepat memengaruhi netizen lain untuk mengecam, memprotes, mengolok-olok, bahkan menertawakan brand. Hasilnya, viral bad mouth begitu cepat dan massif merambat di jagat online (Ingat, “satisfied customers tell three friends, angry customers tell 3,000”. Dan akibatnya, reputasi brand pun ada di ujung tanduk.
Korban
Dalam dua minggu terakhir misalnya, setidaknya ada tiga brand yang kena bully. Pertama Zoya yang diserang di media sosial karena mempromosikan hijab halalnya. “Yakin Hijab yang Anda gunakan halal?” demikian bunyi billboard Zoya. Serta-merta netizen memprotesnya dengan berseru “memang ada hijab haram?”. Kedua, Layanan instant messaging Line yang mengeluarkan stiker sensitif berbau LGBT (lesbian, gay, biseksual, transgender) dalam layanannya.
Ketiga, Telkom yang kena bully karena mengeluarkan aturan Fair Usage Policy (FUP) untuk layanan IndiHome-nya. Spontan seorang netizen membuat petisi di change.org. “Telkom IndiHome Mengubah Kebijakan yang Menipu dan Merugikan Pelanggan” demikian bunyi petisi tersebut. Dalam dua minggu hampir 3000 netizen pun menandatanganinya.
Bukan tiga kasus ini saja brand terkena bully. Sebelumnya begitu banyak brand mengalami nasib yang sama. Sebut saja kota Bekasi yang terkena serangan meme bertubi-tubi dari para netizen. Bekasi dicemooh sebagai kota yang panasnya minta ampun, macetnya nggak ketulungan, dan jalannya rusak semua. “Padahal deket, tapi kerasa jauuuuuh… Bekasi.” Begitu bunyi salah satu meme.
Brand ditertawakan dan dibikin guyonan juga dialami Klinik Tong Fang dan Mastin. Gara-gara iklan jadulnya Klinik Tong Fang menjadi guyonan di kalangan netizen melalui meme-meme yang kocak. Begini salah satu bunyi meme: “Saya menderita kanker payudara, tapi setelah ke klinik Tong Fang payudara saya hilang. Terima kasih klinik Tong Fang, sekarang saya lebih berlapang dada.” Hal sama terjadi pada Mastin. Jinggle iklannya: “Kabar gembira untuk kita semua, kulit manggis kini ada ektraknya…” diplesetkan di mana-mana dalam bentuk meme yang membikin kita tertawa.
Yang berbau humor masalahnya mungkin tak begitu serius. Namun banyak juga brand-brand yang terkena serangan bad mouth cukup serius seperti yang dialami Lion Air, Kalbe, atau Solaria. Lion Air adalah salah satu brand yang menjadi langganan bully netizen karena berbagai kasus mulai dari keterlambatan pesawat, pesawat jatuh, pilot menggunakan narkoba, hingga kasus pilot “menawarkan” pramugarinya yang masih jomblo. Solaria pernah kerepotan diserang netizen karena diduga masakannya mengandung angciu dan minyak babi yang tidak halal. Sementara Kalbe juga menghadapi masalah pelik karena obat anastesinya, Buvanest Spinal, merenggut pasien di rumah sakit Siloam Tangerang. Ketiga kasus ini memicu viral bad mouth yang mengancam reputasi ketiga brand tersebut.
Empati
Pertanyaannya, lalu bagaimana menanggapi bully dari para netizen di dunia online? Di jawab dengan argumentasi meyakinkan? Menyerang balik para netizens? Atau dibiarkan, toh nanti hilang sendiri? Jawabannya adalah tiga langkah taktis: #1. Listen. #2. Apologize #3. Find solution.
Listen.Langkah pertama merespons konsumen yang suntuk dengan mendengarkannya secara sabar dan penuh perhatian. Bahkan ketika Anda benar dan si netizen yang salah, Anda harus tetap dengan penuh kesabaran mendengarkannya. Ingat, ketika kemarahan memuncak hingga ke ubun-ubun, hal paling pertama yang mereka butuhkan adalah didengarkan. Barangkali betul Anda punya seribu macam alasan meyakinkan bahwa Anda benar dan netizen yang salah, namun janganlah argumen rasional itu yang Anda majukan. Yang pertama-tama harus Anda lakukan adalah: listen, listen, and listen carefully. Setelah mengerti betul komplain mereka, maka selanjutnya Anda harus menunjukkan simpati mendalam terhadap persoalan yang mereka hadapi dan kerugian yang Anda timbulkan.
Apologize. Setelah Anda mendengarkan, mengumpulkan seluruh informasi, dan tahu betul duduk persoalannya, maka janganlah langsung berargumentasi. Hal pertama berikutnya yang harus Anda lakukan adalah meminta maaf tanpa banyak cingcong. Minta maaf adalah “magic words” dalam menghadapi netizen yang kecewa dan marah. Ingat, apology is a statement of compassion. Permintaan maaf adalah “peredam” paling ampuh dalam meredakan ledakan-ledakan netizen yang marah. Permintaan maaf menentramkan hati netizen dan bisa menjadi jembatan bagi sebuah dialog yang penuh pengertian. Ingat, ketika netizen kecewa dan marah, maka yang diperlukan bukannya rasionalitas jawaban dan segudang alasan Anda, tapi empati. They don’t care your arguments. They need your empathy.
Solution. Pengunci kekecewaan netizen tentu saja adalah solusi atas persoalan gawat yang mereka hadapi. Kemarahan mereka akan betul-betul terhenti hanya jika Anda mampu memberikan solusi menyeluruh atas problem yang mereka hadapi. Mendengar, bersimpati, dan meminta maaf hanyalah solusi sementara untuk meredam kemarahan yang kian memuncak. Mendengar dan meminta maaf memang ampuh mendinginkan suhu kemarahan, namun tak serta-merta menuntaskan seluruh persoalan. Listen dan apologize akan komplit hanya jika Anda tutup dengan solution.
Sumber foto: nyoozee.com