Saya punya prinsip yang mirip-mirip Pak Soetrisno Bachir, Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) yang kini menjadi selebritis karena iklan-iklan simpatiknya. Kalau Pak Soetrisno berprinsip bahwa “Hidup Adalah Perbuatan”, saya punya prinsip “Iklan adalah Perbuatan”. Saya berprinsip, iklan bukanlah sekedar pencitraan. Dosa besar kalau iklan direduksi hanya sekedar pencitraan. Kalau sekedar pencitraan, bisa dong onggokan sampah dicitrakan (baca: “disulap”) menjadi gemerlap berlian? Atau, boleh dong tikus got dicitrakan menjadi cendrawasih yang bulunya penuh kemilau.
Alih-alih sebagai alat pencitraan, saya menganggap iklan sebagai media untuk mengomunikasikan “perbuatan-perbuatan” si pemasang iklan: bisa produk, perusahaan, atau orang yang sedang ikut Pilkada misalnya. Kalau “perbuatan-perbuatan” si pengiklan baik, tentu iklannya boleh bilang ke khalayak hal yang baik. Tapi kalau sebaliknya, “perbuatan-perbuatan” si pengiklan penuh kenistaan dan kotor berlumur darah, apakah kemudian ia boleh bilang ke khalayak mengenai kesucian, keindahan, kecantikan? Tegas saya bilang: TIDAK!!!