Aksi 212 yang teduh dan damai Jumat lalu adalah sebuah kemenangan besar. Kemenangan besar tak hanya untuk umat Islam, tapi juga untuk NKRI. Saya sebut kemenangan, karena jutaan orang yang berkumpul di seputaran Monas tersebut mampu menunjukkan kearifan dan kematangan sebagai umat Islam. Mereka mampu mengalahkan nafsu amarah, mampu menahan diri untuk tidak bertindak beringas atau berkata kasar penuh hujatan. Yang ada justru doa, kesejukan, dan cinta.
Fenomena aksi damai 212 semakin membangun optimisme kita bahwa Islam merupakan aset terbesar NKRI. Dengan jumlah umat terbesar di negeri ini, mencapai hampir 90% dari total penduduk kita, memang seharusnyalah Islam memimpin negeri ini. Memimpin bukan dengan arogansi atau menebarkan kebencian dan rasa curiga. Bukan pula dengan tirani mayoritas dimana yang besar menindas yang kecil. Tapi memimpin dengan kearifan, keteduhan, dan cinta. Memimpin melalui kebaikan-kebaikan yang dibawa oleh nilai-nilai Islam.
Inilah esensi Islam sebagai rahmatan lil alamin. Islam yang membawa kebaikan tak hanya bagi umat Islam semata, tapi juga seluruh umat manusia dari agama, suku, ataupun etnik apapun.
Universal Goodness
Kebetulan sekali, lusa Selasa (6/12) saya akan meluncurkan sebuah buku berjudul: Generation Muslim #GenM (Bentang Pustaka, 2016) di Kantor Pusat Bank Syariah Mandiri, Jakarta. Buku ini mengupas mengenai generasi baru muslim Indonesia yang religius, modern, universal, dan makmur.
Generasi ini lahir di penghujung tahun 1980an. Karena lahir, tumbuh, dan dewasa di periode waktu yang sama, maka mereka mengalami kejadian dan pengalaman sosio-historis yang sama (common formative experiences). Kejadian dan pengalaman membentuk nilai-nilai, perilaku, dan aspirasi mereka.
Karena pengaruh pengalaman sosio-historis bersama tersebut, #GenM memiliki empat karakteristik yang unik. Pertama, mereka religius dan taat pada kaidah-kaidah Islam. Kedua, mereka modern, berpengetahuan, melek teknologi, dan berwawasan global. Ketiga, mereka melihat Islam sebagai rahmatan lil alamin yang memberikan kebaikan universal (universal goodness) kepada seluruh umat manusia. Keempat, mereka makmur dengan daya beli memadai, kemampuan berinvestasi lumayan, dan jiwa memberi (zakat dan sedekah) yang cukup tinggi.
Nah, mengamati aksi teduh 212 Jumat lalu, spontan saya jadi teringat dengan sosok #GenM yang diwakili oleh salah satu dari empat karakteristik di atas, yaitu karakteristik ketiga: universal goodness. Sosok #GenM yang mengedepankan universal goodness memiliki tiga ciri berikut.
#1. Rahmatan Lil Alamin
Mereka melihat Islam sebagai berkah bagi seluruh alam dengan segala isinya. Islam tak hanya baik dan bermanfaat bagi kaum muslim semata, tapi bagi seluruh umat manusia. Karena itu mereka melihat kaidah-kaidah Islam membawa kebaikan dan kemanfaatan bahkan tak hanya untuk umat Islam semata tapi juga untuk seluruh umat manusia terlepas dari suku, ras, agama, ataupun keyakinan yang dimiliki.
Mereka melihat konsep makanan halal dan thoyyiban misalnya, membawa kebaikan dari sisi kebersihan, kesehatan, ketiadaan penyakit, dan keutamaan lain, yang bermanfaat tak hanya untuk kaum muslim tapi juga berbagai kalangan di luar muslim.
Begitu juga konsep ekonomi yang tak memperkenankan riba, baik tak hanya untuk kaum muslim tapi juga untuk seluruh penduduk bumi dari manapun mereka berasal. Telah kita lihat bersama, ekonomi kapitalis telah membawa kerusakan akhlak berupa ketamakan dan keserakahan, krisis ekonomi yang bertubi-tubi datang, ketimpangan kemakmuran antara yang kaya dan miskin, hingga kerusakan lingkungan. Di tengah berbagai kerusakan seharusnya ekonomi non riba bisa menjadi obat penawar.
#2. Humanis
Masa kecil dan awal remaja #GenM diwarnai dengan tragedi pahit berupa maraknya terorisme seperti pemboman menara kembar World Trade Center, peristiwa bom Bali 1 dan 2, kerusuhan di Poso, Ambon, dan daerah-daerah lain. Berbagai peristiwa tersebut bukannya menjadikan mereka radikal dan penuh amarah, tapi justru tersentuh hatinya untuk membalik citra bahwa wajah Islam bukanlah seperti itu. Islam adalah agama yang humanis dan cinta damai.
Islam yang damai dan penuh kasih sayang menuntut mereka untuk saling kenal-mengenal, saling berbuat baik, saling bersikap adil, saling mencintai, saling mengasihi, menjaga kebersamaan, dan hidup berdampingan secara damai tak hanya dengan sesama umat Islam tapi juga seluruh umat manusia apapun background agama, suku, ras, dan alirannya.
Dalam pandangan #GenM, humanisme dalam Islam tentu saja berbeda dengan humanisme Barat yang mengagungkan manusia secara berlebihan, bahkan mendewakannya. Dalam Islam humanisme ditempatkan dalam konteks ketundukan, kepatuhan, dan pengabdian pada kekuasaan tertinggi yaitu Allah. Humanisme yang tak hanya mengedepankan rasionalitas manusia semata, tapi menyatukan nilai-nilai agama dan kemanusiaan.
#3. Inklusif
Islam di Indonesia memiliki sejarah panjang sebagai agama yang inklusif dan toleran dengan mengakomodasi pengaruh-pengaruh dari budaya atau tradisi setempat. Walaupun mengakomodasi pengaruh setempat tentu saja inklusifitas ini bukan menjadikannya tercerabut dari nilai-nilai dasar Islam dan hanya mementingkan identitas kebudayaannya.
Islam kekinian juga tak lepas dari tradisi inklusifitas tersebut. Kini makin banyak #GenM yang menggunakan kemajuan di bidang teknologi informasi dan digital seperti apps, blog, atau media sosial sebagai medium untuk melakukan dakwah. Walaupun kemajuan berbagai perangkat digital tersebut diciptakan oleh orang-orang Barat yang bukan muslim, namun mereka tak mempermasalahkannya karena perangkat-perangkat tersebut bisa mempermudah dan mengefektifkan kerja dakwah mereka.
Hijab mendapatkan penerimaan yang luar biasa di kalangan #GenM karena memasukkan unsur-unsur fesyen seperti model rancangan, warna, tema, cerita (brand story), bahkan gaya hidup yang mengikuti tren terkini di dunia. Tentu saja penyerapan unsur-unsur kekinian tersebut tetap tidak menyimpang dari kaidah-kaidah dasar Islam yang memang tidak bisa dikompromikan.
Aksi 212 yang penuh bertabur doa, kesejukan, dan cinta merupakan sebuah momentum penting bagi perkembangan Islam di Indonesia. Sejak menggagas ide mengenai #GenM dua tahun lalu, saya sudah meyakini bahwa kaum muslim Indonesia adalah kaum muslim yang hebat, yang bisa menjadi teladan bagi kaum muslim di seluruh dunia.
Dengan landasan rahmatan lil alamin, humanisme, dan inklusifitas, saya semakin yakin kaum muslim Indonesia akan mampu memimpin tak hanya NKRI, tapi juga dunia. Amin.
Sumber foto: www.riauone.com