Budaya konsumtif dan budaya berhutang adalah dua “penyakit” yang kini kian akut menjangkiti konsumen kelas menengah kita. Keduanya bak percik-percik api dan bulir-bulir cairan bensin yang bisa menyulut kebakaran hebat saat bertemu. Klop betul. Tak hanya itu, keduanya juga seperti layaknya virus flu burung yang menjalar begitu cepat dari satu orang ke orang lain secara massif.
Semuanya diawali saat daya beli kelas menengah kita meningkat pesat. Ketika daya meningkat, maka hasrat untuk mengumbar nafsu konsumsi meroket: memborong barang diskon, membeli gadget, makan enak di mal, liburan ke Singapura, hingga memanjakan badan di spa. Celakanya konsumsi yang membara itu dibiayai dengan hutang. Bisa karena memang tak punya duit, atau punya duit tapi sudah terlanjur kecanduan berhutang. So, the show must go on. Dan gampang ditebak, senjata pamungkasnya adalah kartu kredit atau layanan kredit konsumsi. Pokoknya main hantam kromo: beli dulu, bayarnya belakangan.