Ide tulisan ini datang dari obrolan saya dengan mbak Petty Fatimah dari majalah Femina dan diskusi seru di Twitter mengenai nasib media konvensional (khususnya cetak) di tengah terjangan tsunami digital. Mbak Petty adalah Chief Community Officer (CCO) Femina. Saat pertama mengetahui jabatannya melalui kartu nama yang ia berikan, saya langsung kaget. Saya sudah membaca dan mendengar jabatan itu sejak lama dari majalah-majalah bisnis asing atau dari artikel-artikel di internet mengenai socmed dan community marketing. Tapi itu di Amerika, bukan di sini. Memang jabatan itu kini lagi hot-hot-nya di kalangan corporate America.
Di Indonesia, seumur-umur saya baru melihat title itu ya di kartu nama mbak Petty. Saya pun langsung curiga: “Ini title, title-title-an atau title sungguhan?” Ngobrol cukup lama dengan mbak Petty saya kian tahu bahwa itu title sungguhan. Ya, karena model bisnis Femina sudah berubah sedemikian rupa sehingga title “Pemimpin Redaksi” memang sudah tak relevan lagi disandang oleh pimpinan puncak perusahaan media satu ini.