Sekitar 6 bulan terakhir saya konsentrasi penuh di tengah ancaman wabah menulis buku baru yang insya Allah terbit akhir Februari ini oleh Gramedia Pustaka Utama.
Judul bukunya adalah Crafting A Sustainable Universal Sharia Bank, tentang 21 tahun perjalanan Bank Syariah Mandiri. Saya mendapat kesempatan emas menulis buku ini karena keinginan Pak Toni Subari, Direktur Utama BSM (2016-2020) saat ini direktur di Bank Mandiri untuk mendokumentasikan perjalanan transformasi BSM.
Mengacu pengalaman Pak Toni saat merjer Bank Mandiri tahun 1998, begitu empat bank melebur menjadi entitas baru Bank Mandiri maka sejarah bank-bank pembentuknya Bapindo, BDN, BBD, dan Bank Exim serta-merta “terhapus” karena entitasnya sudah tidak ada lagi.

Karena itu, ketika pertengahan tahun lalu mengemuka keinginan Pemerintah untuk menggabungkan BSM, BNI Syariah, dan BRI syariah menjadi entitas baru Bank Syariah Indonesia (BSI), Pak Toni resah. Ia ingin agar sejarah perjalanan bisnis BSM selama dua dekade bisa didokumentasikan, jangan sampai musnah.
Maka, setelah bekerja marathon meriset, melakukan wawancara narasumber, dan menulis bab-bab selama sekitar 6 bulan, akhirnya bukunya lahir.
Ada dua pelajaran besar yang bisa diperoleh dari perjalanan BSM. Pertama adalah krusilanya peran syariah universal bagi kesuksesan bank syariah terbesar di Tanah Air ini. Kedua adalah bagaimana BSM belajar di tengah rintangan dan cobaan untuk mewujudkan sustainable growth.
Saya hanya akan membahas yang pertama, untuk pelajaran kedua mudah-mudahan bisa saya tuliskan di tulisan-tulisan saya berikutnya.
Kunci kesuksesan BSM menggarap pasar perbankan syariah adalah karena sejak awal berdiri BSM mengusung konsep syariah universal dengan pendekatan yang inklusif. Artinya, seluruh produk dan layanan BSM dikemas untuk memberikan kebermanfaatan bagi seluruh umat tak membatasi diri hanya kepada kaum muslim.
Jadi prinsipnya adalah rahmatan lil alamin.
Di era kepemimpinan Nurdin Hasibuan, Direktur Utama BSM yang pertama (1999-2004), konsep syariah universal ini tertuang dalam slogan, “Lebih Adil dan Menentramkan”. Dalam melakukan pendekatan ke nasabah BSM tidak menggunakan diksi halal-haram, tapi lebih menekankan pada pelayanan terbaik, profesionalisme, dan kompetensi SDM. Tentu saja dengan tidak meninggalkan keutamaan-keutamaan syariah seperti adil, transparan, atau amanah.
Kalau bank-bank syariah sebelumnya kebanyakan membuka jaringan cabang di lingkungan masjid, pesantren, atau kantong-kantong kaum muslim, maka BSM juga mengembangkan jaringan cabang di daerah non-muslim.
Meskipun bank syariah, namun BSM tak hanya menjalin relasi dengan organisasi masyarakat Islam seperti NU dan Muhammadiyah, tapi juga dengan organisasi-organisasi non-muslim. Jadi BSM memosisikan diri sebagai bank milik semua orang tanpa membatasi suku, agama, atau ras.
Dengan pendekatan yang lebih inklusif ini BSM mampu tumbuh dengan cepat dan dalam waktu hanya sekitar 5 tahun mampu menyalip pesaing-pesaingnya hingga menjadi pemimpin pasar pada tahun 2004. Dengan pendekatan yang lebih inklusif tentu saja potensi pasar yang bisa digarap BSM menjadi lebih luas. Tak heran jika BSM lebih leluasa menjalankan strategi rapid growth-nya.
Bank yang mengusung konsep syariah universal ini konsisten dijalankan oleh pemimpin-pemimpin berikutnya.
Di era kepemimpinan kedua di bawah Yuslam Fauzi (2005-2014) konsep syariah universal ini justru diangkat ke dataran strategis dengan menempatkan BSM sebagai bank yang terdepan dalam memimpin peradaban ekonomi yang mulia. Secara tegas Yuslam juga menempatkan penerapan syariah universal ini di dalam salah satu butir misi perusahaan.
Di era kepemimpinan Agus Sudiarto (2014-2016) dan Toni Subari (2016-2020) posisi sebagai bank yang mengusung value proposition syariah universal ini semakin dikokohkan dengan slogan: “Adil-Seimbang-Maslahah“.
Pada dasarnya, konsep ini mengusung prinsip maqhasid syariah yang sama dengan era-era kepemimpinan sebelumnya, namun dalam bahasa yang lebih sederhana. Melalui konsep ini BSM ingin menjadi organisasi yang mengalirkan berkah kepada empat stakeholders yaitu: nasabah, karyawan, pemerintah, dan umat.
Dari perjalanan empat kepemimpinan BSM selama rentang waktu 21 tahun itu saya berkesimpulan bahwa core value propoisition bank syariah di Indonesia adalah maqhasid syariah.
Yaitu bahwa seluruh layanan bank dilandasi tujuan mulia syariah yaitu menjaga agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Tujuan syariah adalah mewujudkan kebaikan (maslahat) atau kesejahteraan hidup manusia di dunia dan akhirat.