Twitter: @yuswohady
Ini adalah minggu ketujuh saya menulis seri tulisan Twitter Marketing Is LOVE Marketing, sebuah konsep mengenai pemasaran melalui Twitter. Melalui konsep ini saya ingin mangatakan bahwa strategi pemasaran Anda di Twitter akan sukses kalau Anda terus MENEBAR CINTA kepada konsumen di Twitter. Seperti telah saya uraikan sebelumnya, konsep ini mengandung 8 prinsip cinta yaitu: memberi (giving), ngobrol (conversation), mendengar (listening), berbagi (sharing), peduli (caring), empati (empathy), kepercayaan (trust), pertemanan (friendship). Hari ini giliran saya mengulas prinsip yang keenam yaitu: “Love Is Empathy”.
Definisi paling gampang dari empati (dari kata jerman: “Einfühlungsvermögen”) adalah kemampuan kita dalam berbagi dan merasakan perasaan (sedih, gembira, atau bimbang) yang dialami oleh orang lain. Ketika Anda mencintai orang lain maka pasti Anda akan empati kepadanya. Ketika orang yang Anda cintai merasakan kesedihan Anda akan ikutan sedih; ketika ia riang-gembira maka Anda serta-merta ikutan senang-gembira; begitupun kalau orang yang Anda cintai itu galau, maka Andapun akan kesetrum ikut-ikutan gundah gulana.
“Penyakit Menular”
Empati adalah “penyakit menular” yang justru menjadi “vitamin” kemanusiaan kita. Ketika Merapi meletus beberapa bulan lalu penduduk sekitar Merapi berduka, kita ketularan berduka. Ketika Jepang terkoyak Tsunami dan bencana reaktor nuklir dan seluruh rakyat Jepang ditimpa kemalangan, kita ketularan sedih dan kemudian mengulurkan bantuan. Begitu pula ketika nama Briptu Norman melejit bak meteor karena video Chaiya-Chaiya-nya di YouTube meledak kita ketularan bungah dan bersuka ria. Empati menjadikan kita manusia seutuhnya, bukan robot. Empati menjadikan kita manusia sesungguh-sungguhnya.
Seorang pakar mengatakan bahwa empati merupakan esensi moralitas yang memungkinkan pembunuhan Osama Bin Laden, pemboman WTC atau korupsi gedung MPR, tak akan bakal terjadi. Kenapa begitu? Karena, jika orang dan pihak yang melakukan pembunuhan, pemboman, korupsi itu bisa merasakan sakit, malang, dan sedihnya dibunuh, dibom, atau dikorupsi maka dengan sendirinya ia tak akan melakukanya.
Solusi pemberantasan Al Qaeda sesungguhnya bukanlah gerakan anti-terorisme global yang didalangi Amerika, tapi gerakan empati global. Solusi pemberantasan korupsi bukanlah KPK tapi gerakan empati nasional. Solusi penumpang KRL yang merusak stasiun Manggarai tiga hari lalu bukanlah semprotan cat tapi gerakan empati rakyat. Dunia akan dipenuhi cinta dan kedamaian jika kita semua punya empati.
Hashtag dan Empati Massa
Twitter adalah tempat yang sempurna untuk mengekspresikan empati kita. Saya pernah menulis di harian ini bahwa hashtag (simbol #) bisa menjadi sebuah alat yang powerful untuk menggalang gerakan empati massa. Pada saat Merapi meletus, secara sukarela para tweeps membuat hashtag #merapi dan #pedulimerapi untuk membangun kepedulian dan empati seluruh rakyat kepada bencana nasional tersebut. Ketika Jepang dilanda gempa-tsunami dahsyat berkekuatan 8,9 SR maka masyarakat Twitter dunia menggunakan hashtag #helpjapan atau #prayforjapan untuk membangun empati untuk para korban.
Bulan lalu kita mendengar kabar menyedihkan dengan akan ditutupnya Pusat Dokumentasi Sastra (PDS) HB Jassin karena kurang dana. Peristiwa itu sekaligus menyadarkan kita semua akan piciknya bangsa ini yang tak peduli lagi pada dunia sastra karena terbutakan oleh materialisme yang membabi-buta. Menghadapi kepiluan ini para penyair, musisi, sutradara, penulis, pelukis, dan mahasiswa menggulirkan gerakan #Koinsastra untuk membangun empati massa melalui Twitter. Gerakan moral itu dalam waktu singkat bergulir di kampus-kampus dan komunitas sastra di seluruh Indonesia. Konser amal pun digelar di Bentara Budaya Jakarta didukung lebih dari 20 seniman dan artis. Gerakan ini berambisi mengumpulkan dana Rp 15 miliar untuk dana abadi bagi PDS HB Jassin.
Hashtag adalah cara kreatif yang dilakukan oleh komunitas Twitter untuk membangun empati kolektif mengenai sebuah isu atau persoalan sosial tertentu. hashtag memiliki kekuatan ampuh untuk membentuk apa yang disebut Clay Sirky, pakar media sosial, sebagai “shared awareness” yang bisa berujung kepada gerakan massa yang kongkrit seperti demonstrasi politik, aksi kepedulian, kampanye sosial, dan sebagainya. Kerika shared awareness mengenai suatu isu sosial sudah dirasakan urgensinya oleh masyarakat dan mencapai tipping point-nya, maka viral mengenai isu tersebut akan menjalar dengan cepat dan mengkristal menjadi gerakan massa dengan skala yang besar.
Surat Terbuka Melanie
Bebarapa minggu lalu Melanie Subono membuat surat terbuka kepada Menkominfo Tifatul Sembiring, merespons pernyataan pak menteri di Twitter yang menyebut penyebab AIDS sebagai “Akibat Itunya Dipakai Sembarangan”. Saya menyakini surat terbuka Melanie dibikin bukanlah karena dia tak suka dengan pak menteri atau karena ia ingin mendiskreditkan pak menteri. Tapi karena ia berempati pada para penderita AIDS yang banyak di antaranya terjangkit bukan karena sebab seperti disebut pak menteri.
Dan tanpa kita sadari, surat terbuka Melanie telah membangun empati kita semua mengenai penderita AIDS di Tanah Air. Dengan suratnya yang sangat emosional Melanie mengajak kita semua berempati bahwa orang-orang tak berdosa pun bisa terjangkit AIDS karena jarum suntik atau tertular orang tuanya. Mereka adalah “sahabat”, kata Melanie, yang harus dibesarkan hatinya, bukannya dihina dan dikucilkan. Surat itu menyebar begitu massif di Twitter, Facebook, blog-blog, situs-situs berita dan dalam waktu cepat menginspirasi kita semua mengenai perlunya berempati kepada penderita AIDS.
Alangkah indahnya dunia ini jika kita semua memiliki empati kepada sesama seperti halnya Melanie Subono atau komunitas #Koinsastra. Dan saya percaya Twitter adalah “the perfect place” bagi tumbuh suburnya benih-benih empati kita. Kalau Anda mengikuti prinsip-prinsip Twitter Marketing Is Love Marketing, dimana dalam ngetwit Anda selalu giving, conversation, listening, sharing, caring, trust, friendship maka bisa saya pastikan Anda akan menjadi tweeps yang empatik, empathetic tweeps… yang gampang tersentuh oleh kepiluan dan kesengsaraan orang di luar Anda… yang menjadikan Anda tidak selfish dan egois.
Saya sangat terkesan dengan pernyataan Oprah Winfrey: “Leadership is about empathy. It is about having the ability to relate to and connect with people for the purpose of inspiring and empowering their lives.” Ketika Anda membuka akun Twitter, sesungguhnya Anda menjadi sorang “leader”, karena Anda kemudian punya “follower”. Alangkah indahnya jika, sebagai leader Anda memainkan peran seperti yang dikatakan Oprah dengan selalu berempati kepada para follower Anda.
Alangkah indahnya jika para pemimpin di Twitter, baik mereka yang punya banyak follower apakah artis (@panji, @radityadika, @sherina, dll.), wartawan (@ndorokakung, @budionodarsono, dll.), politikus (@budimansujatmiko, @anasurbaningrum, @pramonoanung, dll.), ilmuwan (@faisalbasri, @komar_hidayat, dll.), sastrawan (@gm_gm, @sujiwotejo, dll.)) atau siapapun Anda pecandu Twitter, jika mampu membawakan spirit moral Oprah Winfrey di atas. Kalau spirit berempati ini bisa kita wujudkan maka saya yakin Twitterland akan menjadi empathetic world. Dunia penuh cinta damai.
1 comment
[…] ngobrol (conversation), mendengar (listening), berbagi (sharing), peduli (caring), empati (empathy), kepercayaan (trust), pertemanan (friendship). Hari ini giliran saya mengulas prinsip yang ketujuh […]