20 tahun terakhir dunia retail kita “dikepung” oleh duo raksasa: Indomaret-Alfamart. Sebaran gerai mereka sungguh massif sehingga tak ada pemain lain yang bisa menandinginya.
Tapi sejak beberapa tahun terakhir tiba-tiba muncul “raksasa ketiga”, yaitu WARUNG MADURA.
Coba kita kulik perbedaan Warung Madura (WM) vs Indomaret-Alfamaret (I-A). Dan kenapa Indomaret-Alfamart harus was-was dengan kehadirannya.
UNIQUE VALUE MIX
Value proposition yang diusung WM cukup unik dibandingkan I-A. Tiga yg paling kentara adalah: buka 24 jam, proximity sampai gang terkecil pemukiman warga, dan jualannya “palugada”, apapun ada, termasuk jualan bensin botolan.
Menariknya, unique value mix itu ditargetkan ke segmen pasar bawah (“bottom of the pyramid”) secara pas.
HUMAN vs SYSTEM
WM menggunakan pendekatan HUMAN relationship “ala kampung” yang penuh keakraban. Sementara I-A menggunakan pendekatan SYSTEM yang “minim sentuhan emosional”.
WM menggunakan pendekatan KULTURAL (kebersamaan, personalisasi, kesamaan identitas sosial). Sementara I-A pendekatannya MASSAL-FORMAL (terpusat, standarisasi, efisiensi)
COMMUNITY vs TECHNOLOGY
WM mengandalkan jejaring komunitas Madura (modal sosial) penuh kegotong-royongan dalam mengelola rantai pasok barang ke toko. Sementara I-A menggunakan kecanggihan IT yang modern dan efektif.
Ini case marketing yang menarik, bagaimana gaya manajemen “kampung” yang sarat kearifan lokal beradu dengan gaya manajemen Barat yang serba mekanistik-formal.
“Locality sulit mati, bahkan kini makin mendominasi!!!”
by @yuswohady