Akhirnya tuduhan Perdana Menteri Thailand bahwa Singapura “nyogok” manajemen Taylor Swift untuk menggelar “The Eras Tour” hanya di Singapura selama 6 hari (2-9 Maret) terbukti.
Perdana Menteri Thailand, Srettha Thavisin, menuduh Singapura memberikan “dana hibah” senilai 43 miliar per konser, agar Singapura bisa memonopoli konser Taylor Swift. Singapura mengakuinya.
Apa pelajarannya?
#1. TAYLOR SWIFT EFFECT
Kalau di dunia kontestasi politik Indonesia ada “Jokowi Effect”, maka di dunia konser musik pop ada “Taylor Swift Effect”.
Yaitu kekuatan personal branding Taylor Swift yang mampu menyedot jutaan fans dan menggeliatkan perekonomian kota tempat ia berkonser. Istilah: Swiftonomics.
Itu sebabnya Singapura rela menggelontorkan duit ratusan miliar untuk menggaet konser Taylor Swift.
#2. NEGARA HADIR
Kasus di atas menunjukkan, Persaingan memperebutkan konser musisi top dunia tidak bisa dilakukan sendirian oleh promotor swasta, tapi melalui “gotong royong” dengan pemerintah.
Sebut saja: “Singapore Inc.”, negara hadir memback-up swasta untuk memenangkan kompetisi dengan negara lain.
Competitive advantage of nation.
#3. HASIL LUAR BIASA = CARA LUAR BIASA
Pelajaran berharga yang kita dapat adalah, bagaimana Singapura nekat, menggunakan segala cara untuk memenangkan persaingan.
Seperti halnya kasus konser Coldplay, Singapura menggunakan cara-cara luar biasa untuk mendapatkan hasil yang luar biasa pula.
Kita tak mungkin mancapai hasil luar biasa dengan menggunakan cara-cara biasa.
by @administrator