Minggu lalu partai-partai peserta Pemilu 2024 mendaftarkan calegnya banyak dari kalangan artis, musisi, pelawak, dan selebritas yang punya followers banyak:
Beberapa pesohor tersebut dalah :
– Ahmad Dhani (Gerindra)
– Once Mekkel (PDIP)
– Aldi Taher (PAN)
– Vicky Prasetyo (PAN)
– Limbad (Perindo)
– Narji (PKS)
– Annisa Bahar (Nasdem)
– Norman Kamaru (PKB)
Apa untung-ruginya partai mengusung caleg-caleg dari kalangan pesohor?
Berikut analisis saya dari sisi “selling” dan “branding”
SELLING (short-term)
Untung terbesarnya adalah, Partai memanfaatkan pesohor sebagai “SALESMAN” pendulang suara (vote getter).
Ya, karena dengan pengaruh mereka yang poweful dan jumlah massa followers yang besar memungkinkan mereka mengumpulkan banyak suara pemilih.
Tentu perolehan suara di dalam Pemilu adalah “NYAWA” bagi partai. Oleh karena itu Partai berupaya menggunakan segala cara untuk mendapatkannya.
Termasuk mengambil “jalan pintas” dengan memanfaatkan pesohor tanpa melalui KADERISASI yang membutuhkan upaya besar dan waktu yang lama.
Jangka pendek tujuan partai tercapai, yaitu untuk mendulang suara.
Namun bagaimana selanjutnya…
BRANDING (Long-term)
Challenge selanjutnya muncul saat para pesohor itu terpilih.
Mampukah mereka menjalankan fungsi wakil rakyat secara efektif sehingga mendongkrak keunggulan partai (COMPETITIVENESS) dan kepercayaan rakyat (BRAND TRUST) kepada partai.
Pertanyaan kritis ini relevan karena dari pengalaman Pemilu-pemilu sebelumnya menunjukkan, kinerja para pesohor tersebut di DPR umumnya memang kurang bagus.
Fakta ini beralasan, karena kompetensi dan kapabilitas pesohor tersebut adalah keartisan, bukan LEGISLATOR yang mewakili dan memperjuangkan nasib rakyat.
Layaknya “BELI KUCING dalam KARUNG”, rekrutmen caleg dari kalangan pesohor sifatnya “coba-coba” dan “adu nasib”.
Kalau si pesohor bagus ya ok. Tapi klo jelek ya apes… pes …pes.
Partai rugi.
Seluruh bangsa Indonesia juga rugi.
Follow ???? @yuswohady