“Berkaca dari Jalan Rusak Lampung”
Kemarin viral di medsos Gubernur Lampung yang tepuk tangan begitu Pak Jokowi mengumumkan bahwa Pemerintah Pusat akan mengambil alih pengerjaan jalan yang rusak berat di Lampung.
Melihat Pak Gubernur yang sumringah tepuk-tangan, netizen geregetan dan geram karena harusnya Pak Gubernur malu tak mampu menjalankan tugasnya sehingga harus diambil alih Pak Presiden.
Jalan rusak parah di Lampung adalah ironis jika kita melihat capaian Pemprov Lampung yang barusan menerima penghargaan sebagai provinsi dengan realisasi penyerapan anggaran terbesar se-Indonesia.
Pertanyaan: terus kemana aja penyerapan anggaran yang fantastis 97,25% itu?
Pencapaian penyerapan anggaran adalah cermin dari RULE-DRIVEN GOVT dan BUREAUECRATIC GOVT.
Karena aturannya mengharuskan Pemrov menyerap anggaran sebanyak mungkin.
Untuk apa saja penyerapan anggaran itu? Nggak penting. Pokoknya terserap di atas 90%, titik!
Jadi orientasinya ngikut ATURAN dan ngikut sak enak udele BIROKRASI.
Padahal maunya PELANGGAN (“RAKYAT = Pelanggan”) adalah jalanan bagus.
Artinya, Pemprov/Pemkab tak mengikuti keinginan PELANGGAN alias rakyatnya.
Makanya DUNIA DATAR yang digerakkan oleh netizen dan medsos menuntut setiap Pemrov/Pemkab untuk menjadi pemda yang FOKUS KE PELANGGAN.
Saya menyebutnya CUSTOMER-CENTRIC GOVT (CCG).
Ada tiga ciri CCG:
1. LISTEN: Ia selalu mendengarkan aspirasi & curhatan netizen dan rakyat. Ia tidak budek & bebal.
2. DIALOG: Ia tidak anti-kritik, tak suka ngeles, or marah ketika ada masukan. Ia memilih dialog & kolaborasi, bukan intimdasi, ketika ada kritikan seperti yang dilontarkan TikToker Bima.
3. SATISFACTION: Ia selalu berpikir keras dan bekerja keras mewujudkan customer satisfaction: kepuasan rakyatnya.
Terima kasih netizen, beramai-ramai mewujudkan CCG ???? ????????????????????????
Follow ???? @yuswohady