JD.ID gulung tikar. Tutup permanen di Indonesia.
Pengumuman resmi menyebutkan, keputusan ini diambil karena JD.com akan berfokus pada pembangunan jaringan rantai pasok lintas negara dengan logistik dan pergudangan sebagai intinya.
Sebelumnya memang JD.com berencana keluar dari Indonesia agar lebih fokus di pasar dalam negeri Cina.
Itu pengumuman resmi perusahaan, namun sebagai pembelajaran ada baiknya kita mengulik lebih dalam kenapa JD,.ID gagal.
Riset mengungkap ada beberapa faktor kenapa startup digital gagal (lihat slide 2).
Coba kita kulik pada kasus JD.ID.
Alasan pertama adalah KEHABISAN darah segar karena suntikan dana dari investor dihentikan. Sementara JD.ID tak kunjung mencapai PROFITABLE GROWTH.
Make sense, karena induk usaha JD.ID dan partner VC-nya sedang melakukan pengetatan kucuran dana sebagai dampak krisis global.
Akibatnya, mereka melakukan REFOCUSING dan REPRIORITIZATION dengan pindah haluan ke pasar dalam negeri.
Alasan “no market NEEDS”, “flawed BIZ MODEL”, “REGULATORY challenges” dan “PRODUCT mistimed” jelas tidak.
Kenapa?
Karena Toped, Shopee, Lazada, Blibli, dan Bukalapak (“The Big 5”) telah terbukti sukses meraup pasar, tanpa ganjalan faktor-faktor tersebut.
Alasan yang lebih masuk akal adalah : terlambat masuk pasar, lemah brand equity, dan kalah bersaing dengan “The Big 5”.
Seperti kita tahu JD.ID termasuk belakangan (2015) masuk ke pasar Indonesia.
Ditambah lagi investasi marketingnya tanggung sehingga BRAND-nya tak kunjung kokoh terbentuk (2022 di peringkat ke-8, pangsa pasar 5%).
Sementara “The Big 5” begitu agresif “bakar duit” untuk menggaet konsumen.
Celakanya persaingan tak hanya datang dari “The Big 5” dan sesama pemain e-commerce, tapi juga dari SOCIAL COMMERCE seperti TikTok Shop yang belakangan marak.
Dalam “Marketing Outlook 2023” saya menulis bahwa tahun 2023 adalah TAHUN GELAP bagi startup digital.
Bisa jadi tutupnya JD.ID akan membawa EFEK DOMINO.
Pertanyaannya: Siapa bakal menyusul?
Follow ???? @yuswohady