KENAPA KITA MENYEBARKAN FOTO BOM BUNUH DIRI?
Kemarin pagi telah terjadi ledakan bom bunuh diri di Markas Polsek Astana Anyar, Bandung.
Kejadian bom bunuh diri tersebut langsung membuat riuh medsos, termasuk yang menyebarkan foto-foto korban di lokasi kejadian.
Seperti diberitakan Detikcom, beberapa netizen masih menyebarkan foto-foto bom bunuh diri. Selain tidak elok, peredaran konten ini juga bisa terkena sanki pidana.
Pertanyaannya, kenapa kita suka menyebarkan foto bom bunuh diri?
Berikut analisis saya dari perspektif FOMO dan bias kognitif.
#1. SOCIAL PROOF: “IKUTA-IKUTAN”
Bias kognitif SOCIAL PROOF mengatakan, kita cenderung melakukan sesuatu yang kebanyakan orang lain melakukannya.
FOMO inilah yang memicu “EFEK DOMINO”.
Ketika satu orang menyebar foto bom bunuh diri, diikuti rentetan orang lain berikutnya, sehingga begitu banyak orang menyebarkan foto.
Ketika sudah cukup banyak orang lain menyebar foto, maka itu menjadi “LEGITIMASI” kita ikut-ikutan menyebar foto.
#2. DEMI VIRAL
VIRALITAS sekarang menjadi ULTIMATE SOCIAL CURRENCY. Viralita adalah “barang” paling bernilai bagi netizen.
Ya, karena viralitas memiliki nilai sangat tinggi bagi yang melakukannya: SELF-BRANDING, SOCIAL PREVILAGE & STATUS, SOCIAL INFLUENCE, hingga tentu keuntungan FINANSIAL.
Itu sebabnya netizen mau melakukan apapun DEMI VIRAL.
#3. BE THE FIRST
Insentif “menjadi yang pertama” (BE THE FIRST) adalah tarikan terkuat kenapa kita menyebarkan foto bom bunuh diri.
Di era MEDIA HORISONTAL berlaku hukum: “Everybody is PUBLISHER”.
Dengan platform Twitter, FB, atau IG di tangan, setiap kita adalah PUBLISHER yang begitu mudah menerbitkan dan menyebarkan konten.
Itu sebabnya kita berlomba-lomba menjadi YANG PERTAMA menyebarkan konten sangat bernilai seperti foto bom bunuh diri.
Itulah yang menjadi alasan kenapa trending foto bom bunuh diri terjadi hanya dalam beberapa DETIK, setelah kejadian.
Follow ???? @yuswohady