Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kemarin mengganti slogan dari sebelumnya “Maju Kotanya, Bahagia Warganya” menjadi “Sukses Jakarta untuk Indonesia”.
Penggantian sebuah slogan atau logo daerah (place brand) adalah sesuatu yang sangat FUNDAMENTAL, STRATEJIK, dan SUBSTANTIF.
Bukan sebatas bergantinya deretan kata-kata indah-puitik atau desain gambar cantik-estetik.
Untuk mengubah brand diperlukan kajian stratejik eksternal-internal untuk mengaudit relevansi brand-nya terhadap berbagai perubahan lingkungan bisnis yang terjadi.
Kajian tersebut mencakup al: stakeholders review, market shifts di tiga sektor (trade, tourism, investment), value proposition daerah, competitive advantage daerah, dsb.
Setelah melakukan berbagai kajian ini, perubahan brand dilakukan karena alasan strategik dan fundamental.
- Pertamina misalnya, merubah brand (logo/tagline) karena alasan sangat strategis yaitu: transformasi bisnis besar-besaran dari “perusahaan MINYAK” menjadi “perusahaan ENERGI”.
- Yogya mengubah brand-nya dari “Jogja: Never-Ending Asia” menjadi “Jogja Istimewa” karena berubahnya lingkungan bisnis dan bergesernya value proposition Jogja.
- Sementara brand pariwisata Indonesia “Wonderful Indonesia” sudah dipakai oleh 4 menteri dan sampai sekarang masih terus dipakai karena secara strategik brand value dan brand identity-nya masih relevan.
Yang saya risaukan, penggantian slogan baru Jakarta saat ini tidak dilandasi pertimbangan fundamental dan strategik di atas. Tapi karena adanya pejabat gubernur baru.
“Ganti gubernur, ganti slogan”
Yang lebih saya risaukan, ketika setahun lagi Jakarta punya gubernur baru lagi, maka gubernur baru akan meluncurkan brand baru lain lagi.
Faktor kunci sukses branding adalah : ISTIQOMAH, KONSISTENSI, PERSISTENSI.
Kalau brand Jakarta mencla-mencle, maka tiga target konsumennya: TRADER, TOURIST, INVESTOR (TTI) akan bingung. Warga Jakarta pun akan bingung.
Sampai kapanpun BRAND POSITIONING Jakarta tak akan pernah terbentuk.
Follow ???? @yuswohady