[Fallacy = a failure in reasoning which renders an argument invalid]
Ada “SESAT PIKIR” yang menjadi acuan para founders/CEO/VC startup dalam mengelola dan mengembangkan startup digital.
Saya menyebutnya: STARTUP FALLACIES.
FALLACY inilah yang menjadi akar kenapa beberapa minggu terakhir startup babak-belur.
#1. UNICORN FALLACY
Mimpi besar startup adalah menjadi unicorn bahkan decacorn. VALUASI menjadi “tujuan akhir” dengan iming-iming menggaet cuan triliunan rupiah di lantai bursa saat IPO.
IMPLIKASI: Karena tujuan utamanya adalah valuasi, maka fokus strateginya adalah “me-makeup” startup agar terlihat “sexy” di mata investor. Tujuannya untuk mendapatkan seri demi seri pembiayaan untuk memompa valuasi.
#2. GROWTH FALLACY
GROWTH adalah segalanya. Dengan lantang para founders startup bilang: “Go to hell COST & EFFICIENCY”. “Go to hell PROFITABILITY”
IMPLIKASI: Ketidakpedulian pada COST & PROFITABILITY membawa dampak fatal. Begitu kucuran modal terhenti akibat pandemi, mereka seperti terserang STROKE mendadak.
#3. MONEY BURNING FALLACY
Cara instan dan cepat SCALEUP mencapai super GROWTH adalah akuisisi konsumen dengan “bakar duit”.
IMPLIKASI: Akuisisi konsumen dengan bakar duit secara instan (diskon, cashback, gratis ongkir, dll) menghasilkan basis konsumen yang rapuh dimana mereka ramai-ramai hengkang begitu diskon/cashback dihentikan.
#4. FAST FALLACY
Mantra dasar manajemen startup adalah resep Mark Zuckerberg, “MOVE FAST, BREAK THINGS”. Scaleup super cepat, kuasai ekosistem industri, lalu “winner takes all”.
IMPLIKASI: Modal bisa dikucurkan cepat, teknologi bisa dibeli cepat, kompetensi bisa dikembangkan cepat. Tapi CORPORATE CULTURE tak bisa, karena butuh waktu dan proses. Hasilnya, corporate culture rapuh.
#5. TECH FALLACY
“Technology is king”. Anggapan umum startup, begitu menguasai teknologi dan bisa bikin platform/apps digital untuk mewadahi ekosistem maka dengan sendirinya kita bisa menguasai bisnis di ekosistem tersebut.
IMPLIKASI: Karena menganggap teknologi adalah segalanya, startup cenderung kedodoran dalam hal pemahaman detil-detil bisnis di “akar rumput”. Celakanya, pemahaman bisnis/industri adalah hasil akumulasi pengalaman bertahun-tahun dan tak bisa dikarbit.
Follow ? @yuswohady
Visit ? https://consumeri.id/