Buku-buku terbaik pilihan saya tahun ini menjangkau disiplin yg beragam mulai dari behavioral economics (Noise), psikologi dan perilaku konsumen (Chatter, Think Again, Wanting), inovasi dan startup (Framer, Cold Start Problem), digital dan internet (A World without Email), SDM (Remote Working Revolution) hingga social enterprise (Net Positive).
Berikut ini daftarnya:

1. Noise: A Flaw in Human Judgment
Daniel Kahneman, Olivier Sibony, Cass R. Sunstain
Dua perintis behavioral economics, Daniel Kahneman dan Cass Sunstain, bersatu mewujudkan buku fenomenal ini. Merupakan elaborasi dari dua buku mereka sebelumnya, Thinking, Fast and Slow dan Nudge, buku ini mengungkap rahasia di balik blundernya judgement dan pengambilan keputusan kita.
Biangnya adalah apa yang mereka sebut Noise, yaitu adanya variabilitas acak pengambilan keputusan terhadap sebuah persoalan yang sama.

2. Framer: Human Advantage in an Age of Technology and Turmoil
Kenneth Cukier, Viktor Mayer-Schonberger, Francis de Vericourt
Frame (kerangka/perspektif berpikir) memberikan model mental yang memungkinkan kita melihat situasi atau masalah dari perspektif yang unik.
Copernicus punya frame yang berbeda dengan pendahulunya mengenai pusat alam semesta. Netflix mengungguli Apple karena memiliki frame yang berbeda dalam melihat pengalaman mendengarkan musik.

3. The Cold Start Problem: How to Start and Scale Network Effects
Andrew Chen
Buku ini adalah tentang “network effect” yang memungkinkan sebuah startup melesat dari zero to hero. Network effect adalah faktor kunci keberhasilan startup untuk mencapai mainstream market.
Namun bagaimana menciptakan network effect masih menjadi misteri yang tak terpecahkan oleh setiap startup founders. Buku ini mencoba mengungkap misteri itu dengan memberikan insights dan prinsip-prinsip untuk mewujudkannya.

4. Chatter: The Voice in Our Head, Why It Matters, and How to Harness It
Ethan Kross
Setiap saat kita mendengarkan atau berbicara dengan suara hati (inner voice) kita untuk melakukan refleksi, membuat pertimbangan, atau mengambil keputusan. Buku ini mencoba mengungkap kekuatan tersembunyi dari inner voice sebagai alat ampuh untuk memperbaiki hidup, kerja, dan relasi dengan orang lain.
Keberhasilan kita mengelola dan mengontrol inner voice ini akan menentukan positif dan negatifnya pikiran kita yang pada gilirannya akan menjadi modal bagi kesuksesan (dan kegagalan) kita.

5. Wanting: The Power of Mimetic Desire in Everyday Life
Luke Burgis
Keinginan manusia (desire) tidak hadir di ruang hampa. Ia terbentuk dan sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya. Tesis buku ini simpel: “human desire is mimetic.” Bahwa kita cenderung meniru apa yang diinginkan orang lain. Keinginan kita terbentuk oleh tabiat dasar manusia untuk meniru keinginan orang lain.
Itulah sebabnya orang ramai-ramai menjual NFT begitu Syahrini laris-manis menjual NFT-nya di Binance. Atau, orang sontak ramai-ramai menggunakan Clubhouse ketika Elon Musk memperbincangkannya di Twitter. Keinginan kita banyak dibentuk oleh keinginan para pesohor yang menjadi “model” hidup kita.
Dengan tesis tersebut, buku ini juga menunjukkan kepada kita bahwa konflik antar manusia bukan tercipta karena perbedaan, tapi oleh persamaan. Karena kita saling bersaing untuk memperjuangkan keinginan yang sama.

6. Think Again: The Power of Knowing What You Don’t Know
Adam Grant
Di dunia yang berubah cepat, kemampuan untuk berpikir (thinking) dan belajar (learning) tak cukup lagi. Dibutuhkan kemampuan kognitif lain yang lebih penting yaitu berpikir ulang (rethink) dan mengosongkan pikiran (unlearn).
Melalui buku ini penulis mengajak kita untuk selalu men-challenge dan meragukan buah-buah pikiran kita dengan terus-menerus rethink dan unlearn hingga terwujud kebenaran yang hakiki.

7. A World without Email: Reimagining Work in an Age of Communication Overload
Cal Newport
Setiap saat bekerja, kita selalu dibombardir oleh pesan melalui email atau WA. Padahal by-default manusia bukanlah mahluk yang berkomunikasi secara terus-menerus seperti kita alami saat ini. “Humans are simply not wired for constant digital communication”. Dengan adanya model komunikasi seperti ini, yang terjadi bukannya “productivity miracle”, tapi justru sebaliknya “productivity disaster”.
Buku ini mengingatkan bahwa pola kerja dengan komunikasi nonstop dan bertubi-tubi semacam ini tidak sehat. Karena itu buku ini mengusulkan pendekatan baru yang lebih kondusif dan manusiawi.

8. Remote Work Revolution: Succeeding from Anywhere
Tsedal Neeley
Covid-19 memaksa kita bekerja secara remote dari rumah. Kondisi ini akan berlangsung permanen bahkan ketika pandemi sudah lewat. Buku ini memberikan insights berharga mengenai bagaimana kita mengelola remote working secara efektif.
Muai dari bagaimana membangun trust di antara karyawan; menciptakan temwork dan produktivitas tim; mengembangkan kepemimpinan virtual; hingga mengelola tim global dengan perbedaan-perbedaan budaya yang menyertainya.

9. The Long Game: How to Be a Long-Term Thinker in a Short-Term World
Dorie Clark
Kita terpola untuk bekerja secara instan, mudah, dan short-term untuk mencapai tujuan-tujuan yang instan pula. Buku ini mengajak kita untuk menempuh jalan yang berbeda. Yaitu “playing long game”: mengerjakan suatu sedikit demi sedikit secara konsisten dan persisten dalam kurun waktu lama untuk mencapai tujuan jangka panjang.

10. Net Positive: How Courageous Companies Thrive by Giving More Than They Take
Paul Polman, Andrew Winston
Argumentasi buku ini sangat jelas bahwa perusahaan masa depan menciptakan profit dengan cara menyelesaikan masalah-masalah dunia: masalah ekonomi, sosial, dan lingkungan. Buku ini menganjurkan setiap pemimpin bisnis untuk membangun “net positive company” yaitu: perusahaan yang bertumbuh dengan cara “give more, get less” ke masyarakat luas.
