Tahun 2019 saya menulis buku best seller Millennial Kills Everything. Tesis buku tersebut simple, bahwa perubahan perilaku milenial yang ekstrim berdampak fatal bagi produk, bisnis, dan kebiasaan-kebiasaan lama yang telah mapan. Produk, bisnis, dan kebiasaan lama bertumbangan “dibunuh” milenial.
Dalam nuansa yang sama, Corona yang datang persis setahun yang lalu telah mengubah perilaku konsumen secara ekstrim dan super cepat. Dampak fatalnya sama, yaitu produk, bisnis, dan kebiasaan lama bertumbangan “dibunuh” Corona.
Itu sebabnya buku tersebut saya beri judul: Corona Kills Everything.

Selama hampir setahun saya melakukan riset untuk mengumpulkan produk dan bisnis yang bertumbangan akibat COVID-19. Ada yang tumbang sementara, ada yang babak-belur dalam waktu lama, bahkan ada yang tumbang permanen selamanya.
Saya berhasil mengumpulkan 50 produk, bisnis, dan kebiasaan lama yang babak-belur dihajar Corona. Kemudian saya menganalisis apa, mengapa, dan bagaimana mereka bisa jatuh. Dan dari situ saya melihat pelajaran-pelajaran berharga dari kejatuhan tersebut.
Berikut ini adalah 7 pembelajaran yang bisa kita petik dari buku baru saya tersebut.
#1. Corona creates a whole new economy. Adapt to it or you’ll be killed.
Pandemi telah menciptakan ekonomi baru dengan rule of the game yang baru. Ekonomi baru itu memiliki 4 karakteristik: hygiene, low-touch, less-crowd, dan low mobility. Siapa yang bisa beradaptasi dengan rule of the game baru tersebut akan survive. Siapa yang tidak, akan lenyap ditelan perubahan.
#2. Corona killing starts with the customer. Murder begins when customer radically changes.
Pembunuhan Corona terhadap produk dan bisnis berawal dari konsumen. Pasalnya, Corona telah memaksa konsumen untuk berubah perilaku dan preferensinya. Kecemasan dan ketakutan teradap infeksi COVID-19 mendorong konsumen mengurangi spending. Lahirnya stay @ home economy akibat pandemi mendorong konsumen selalu tinggal di rumah dan cenderung berbelanja secara online. Begitupun dunia yang makin low-touch, less-crowd, dan low mobility telah merevolusi perilaku konsumen. Dengan adanya perubahan besar konsumen itulah pembunuhan berawal.
#3. Corona killings are about irrelevance.
Dari berbagai kasus pembunuhan terhadap produk dan bisnis dalam buku ini kita mendapatkan pelajaran berharga, bahwa organisasi yang sukses melewati badai pandemi adalah mereka yang value proposition, model operasi, model bisnis, dan strateginya tetap relevan dengan perubahan konsumen akibat pandemi. Karena itu buku ini adalah tentang relevansi yaitu perjuangan produk dan bisnis agar tetap offering-nya tetap fit dan relevan dengan perubahan konsumen di kenormalan baru.
#4. Corona killing makes you stay alert. It creates sense of urgency for changes.
Sebelum terjadi pandemi, transformasi digital berlangsung merayap karena tak ada urgensi yang mendorongnya. Namun begitu pandemi datang, organisasi di seluruh dunia, besar-kecil, bergerak cepat melakukan transformasi digital untuk bisa beradaptasi di kenormalan baru. Pandemi telah menjadi katalis terwujudnya perubahan paling masif abad ini.
#5. Being killed makes you stronger.
Begitu banyak industri mulai dari ritel, resto, hotel, airlines, kasino hingga prostitusi yang tumbang oleh Corona. Sepanjang tahun 2020 mereka berjuang untuk bisa survive. Berbagai inovasi, diversifikasi, perubahan model bisnis, hingga pivot mereka lakukan untuk bisa melalui badai Corona. Semua upaya survival itu membuat mereka kuat dalam menghadapi krisis-krisis berikutnya. Perlu diingat, di era VUCA sesuatu yang pasti adalah ketidakpastian.
#6. Survival innovation is the best way to avoid the killing.
Cara terampuh untuk menghadapi aksi pembunuhan oleh Corona bukannya dengan cara “defensif” yaitu efisiensi dan pemangkasan-pemangkasan biaya, tapi cara “ofensif” yaitu melakukan inovasi (survival innovation). Corona telah menghasilkan pemain-pemain tangguh yang bisa lolos dari gonjang-ganjing pandemi dengan melakukan survival innovation.
#7. Agility is the most valuable asset in the pandemic killing field.
Sukses di era VUCA pandemi tidak ditentukan oleh kepemilikan sumberdaya yang berlimpah atau organisasi yang besar dan mapan. Tapi oleh kekuatan ide, kecepatan gerak, kelincahan manuver, dan ketepatan mengambil momentum. Agility adalah aset paling berharga untuk lolos dari badai Corona dan mencapai sustainability bisnis.
Ingat, di era pandemi agility is your most valuable asset.