“More DIGITAL, More SPIRITUAL”
Setahun lalu saya membuat prediksi mengenai pasar muslim dengan memperkenalkan istilah “Muslim 4.0”: bahwa konsumen muslim akan semakin DIGITAL dan semakin SPIRITUAL.
Rupanya COVID-19 mempercepat pembentukan Muslim 4.0. COVID-19 telah menjadi katalis terwujudnya Muslim 4.0.
Lengkapnya, pembentukan Muslim 4.0 ini mencakup tiga pergeseran besar konsumen muslim (“Muslim MEGASHIFTS“) yaitu: go DIGITAL, go SPIRITUAL, dan go EMPATHIC.
#1. DIGITAL: Dengan adanya social distancing maka kaum muslim dipaksa berbelanja secara digital, bekerja secara digital, beribadah secara digital, bersedekah secara digital, dan berbisnis secara digital. Semua serba digital.
#2. SPIRITUAL: Kaum muslim melihat bencana COVID-19 sebagai bentuk cobaan dan “hukuman” terhadap tingkah-laku dan dosa yang diperbuat oleh manusia. Ketidakjujuran, keserakahan, korupsi, bisnis tak beretika, eksploitasi bumi, hingga pencemaran lingkungan. Karena itu bagi kaum muslim bencana ini justru semakin mendekatkan diri kepada-NYA.
#3. EMPATHIC: Dalam beberapa minggu dan bulan ke depan kita akan menyaksikan banyak perusahaan dan rumah tangga bangkrut, gelombang PHK dan pengangguran di mana-mana, dan jumlah kaum duafa melonjak. Kondisi ini menciptakan empati, kepedulian, welas asih, solidaritas, dan kesetiakawanan sosial: empathic society.
Tiga muslim MEGASHIFT ini menuntut bisnis tidak lagi dikelola seperti sebelumnya. Cara berbisnis harus direorientasi dan diredefinisi. Karena itu COVID-19 adalah GREAT CORRECTOR terhadap praktek bisnis tidak benar selama ini. Pandemi mengingatkan kepada kita bahwa ada “something wrong” dari apa yang telah berjalan mapan selama ini.
Yaitu praktek bisnis buruk yang bersumber pada paham kapitalisme membabi buta: fokus hanya pada SHARHOLDER VALUE dengan mendewakan profit dan kapitalisasi pasaR; rakus dan hanya mementingkan duniawi; sarat tipu-daya dan ketidakjujuran; terlalu mengeksploitasi alam dan buruh; dan bisnis yang membutakan diri terhadap persoalan sosial dan umat.
Baca juga: Survival Innovation
Maka pandemi bisa menjadi MOMENTUM bagi para entrepreneurs muslim untuk menunjukkan keutamaan praktek bisnis yang islami. Karena itu seharusnya model bisnis SYARIAH UNIVERSAL bisa menjadi “obat” bagi kerusakan bumi dan tatanan sosial yang disebabkan oleh sistem dan praktek bisnis kapitalis yang mengedepankan selfishness dan kerakusan.
Apa itu model SYARIAH UNIVERSAL? Yaitu praktek bisnis yang mengedepankan: AMANAH dan bisa dipercaya (“al amin“); KEADILAN bagi seluruh stakeholders, TRANSPARAN dan dilandasi kejujuran; MANFAAT bagi umat (“ramatan lil alamin“) termasuk mereka yang terpinggirkan, dan SEIMBANG antara dunia dan akhirat.
Tentu itu saja tidak cukup, karena itu masih di dataran etis, sosial, dan spiritual sebagai landasan. Untuk sukses di era NEXT NORMAL setelah wabah berlalu, maka perusahaan harus membangun kapabilitas digital yang mumpuni. Di era Muslim 4.0 daya saing dibangun melalui transformasi digital dan kompetensi digital.
Singkatnya, era pasca COVID-19 membutuhkan praktek dan model bisnis baru dengan tiga elemen: Digital, Social, Spiritual (DSS).
Ini akan menjadi solusi bagi dunia yang kian compang-camping ini.
Join the webinar: Muslim 4.0: Syariah Universal di Era COVID-19
2 comments
Selalu menarik ulasan dari mas Siwo. Pertama kenal tulisan mas Siwo tentang Marketing to the Middle Class Muslim 5 thn lalu saat awal mendirikan bisnis. Di perjalanan 5 tahun ini pun selalu setia menikmati ulasannya yang menarik, terlebih di masa Covid19 ini pebisnis haru selalu siaga dengan perubahan-perubahan yang terasa cepat datangnya. Thanks mas ?
Pembahasan nya bikin nyaman dibaca mas, terimakasih karena meluangkan waktu membuat tulisan seperti ini. Ditunggu yang barunya ..