• Home
  • Biography
bu zamana kadar sadece babası ile beraber yaşayan mobil porno genç oğlan üniversiteyi bitirdikten sonra hiç bir iş bulamaz porno izle ve evinde pineklemeye başlar Babasının milf bir kadın porno resim ile evlenme kararı ile adeta dumura uğrayan oğlan bunu porno izle ilk başta istemese de belki onunla iyi anlaşacağını seks izle düşünerek evde olduğu zamanlarda canı sıkıldığında üvey annesi sex hikayeleri ile sohbet edeceğini düşünerek kendisini rahatlatır Babasının yeni evlendiği porno izle kadın beklediğinden de çok iyi anlaşan genç oğlan sapık ensest hislerine mobil seks hakim olamayarak üvey annesinin odasına gelip siker
yuswohady.com

Every Business Is Crowd Business

by yuswohady November 1, 2019
November 1, 2019

Tiga hari lalu saya ngobrol dengan Pak Awaluddin, CEO PT Angkasa Pura 2 pengelola 19 bandara di tanah air. Saya kenal Pak Awal sudah lebih dari 10 tahun lampau saat masih di Telkom.

Sejak awal saya tahu Pak Awal memiliki “disruptive thinking”. Kenapa? Karena sejak 20 tahun lalu Telkom sudah “dibantai” oleh gonjang-ganjing disrupsi, jauh sebelum istilah “disrupsi” begitu terkenal seperti sekarang.

Kala itu Telkom terkena gelombang disrupsi bertubi-tubi dari “kematian” telepon rumah, revolusi seluler, era TIMES (telecommunication, information, media, edutainment, services), serbuan OTT (over-the-top) services, hingga era digital ecosystem/platform sekarang.

Tak heran saat menakhodai AP-2 pun ia menerapkan pendekatan “disruptive” dan “paradox”, bukan pendekatan BAU (business as usual) dalam mengelola bandara.

Tak heran pula jika ia mengusung “Beyond the Core” sebagai corporate tagline perusahaan. Pesannya simpel, mentransformasi AP-2 dari sebatas fokus ke core business menuju ke adjacent business dengan menggunakan pendekatan anti-mainstream dan paradoks.

Pendekatan BAU mengatakan operator bandara bisnisnya adalah melulu menjadi “tukang parkir” pesawat: mendaratkan pesawat, mengurusi segala sesuatu selama di darat, dan meninggal-landaskannya. Dalam terminologi kebandarudaraan, ini sering disebut bisnis “Aero” dan “Non-Aero”. Lebih tepatnya: “Aero dan Non-Aero tradisional”.

Alih-alih menggunakan pendekatan BAU, Pak Awal mengusung pendekatan paradoks dengan fokus ke bisnis “Aero non-tradisional” dan “Non Aero non-tradisional”. Ketika mindset-nya terbuka semacam ini, maka kemudian bandara sudah menjadi sebuah “platform” yang potensi bisnisnya menjadi limitless: apapun bisa menjadi bisnis. Bagi AP-2 ini adalah: “A whole new world of business”.

Dan untuk menangkap peluang bisnis yang praktis tak terbatas tersebut, so pasti AP-2 tak bisa berjalan sendiri. Konsekuensinya, model operasinya haruslah berkolaborasi dengan pihak lain. Karena itu fokusnya bukanlah “organic growth”, tapi “inorganic growth”.

Di era disrupsi dimana industri “dirusak” sedemikian radikal, pekerjaan pertama dan terpenting seorang CEO adalah “UNLEARN” alias mengosongkan pikiran dan memulai dengan “kanvas kosong”. Artinya, si CEO harus menyingkirkan jauh-jauh semua hal yang BAU-BAU alias “break with the past!!!”

Setelah terbebas dari semua hal yang BAU, maka CEO siap melukis di “kanvas yang betul-betul kosong”. Strategi dan pendekatan yang diambil haruslah betul-betul fresh dan tak terpolusi oleh paradigma dan cara-cara lama.

Bagi saya, di era disrupsi, bisnis bandara itu tak jauh beda dengan bisnisnya Facebook, Google, GoJek: apa yang saya sebut “crowd business”. Bahkan saya berani menyimpulkan, pada akhirnya semua bisnis nantinya adalah crowd business. “At the end, EVERY business is crowd business.” Apakah Anda di industri transportasi, retail, perhotelan, bank, atau bandara seperti AP-2, ujung-ujungnya Anda harus mentransformasi diri menjadi crowd business.

Apa itu crowd business?

Gampangnya begini, model bisnisnya Facebook, Google, dan GoJek itu simpel yaitu mengumpulkan massa (crowd). Facebook misalnya, hingga tahun 2019 ini mengumpulkan crowd hampir 2,5 miliar, artinya hampir setengah populasi dunia.

Caranya gimana? Kalau dalam kasus Facebook caranya adalah dengan memberi kita “mainan” gratis berupa layanan jejaring sosial yang membuat kita mabuk kepayang. Dalam kasus Google kita diberi alat pencari super pintar yang memudahkan kita mencari informasi apapun. Sementara dalam kasus GoJek menyediakan apps yang memudahkan kita mendapatkan layanan transportasi.

Nah setelah crowd terkumpul, maka mereka menciptakan beragam creative business model untuk memonetisasi masa konsumen yang sudah terkumpul tersebut. Istilah saya adalah: “membangun kebun binatang, lalu berburu di kebun binatang”.

Dalam kasus Facebook dan Google, creative business model tersebut adalah menganalisa big data konsumen lalu menjualnya ke pengiklan. Dalam kasus GoJek adalah menyediakan beragam layanan GoSend, GoShop, GoTix, GoFood, GoGlam, GoMed, hingga GoPay.

Lalu bagaimana dengan AP-2? Sama persis. Seluruh bandara yang dikelola AP-2 tahun 2018 lalu telah mendatangkan crowd sekitar 115 juta penumpang. Menariknya, 115 juta prospek tersebut adalah kalangan menengah-atas (A+, A, B) yang duit dan spending-nya sangat besar. Dengan massa konsumen seperti itu, coba bayangkan betapa besar potensi crowd business yang telah dibangun AP-2.

Celakanya, selama bertahun-tahun bisnis bandara hanya dilihat sebagai bisnis “parkir pesawat” bukan “crowd business”. Itu sebabnya potensi crowd yang luar biasa besar itu tak pernah disentuh.

Pak Awal berpikir lain, ketika crowd-nya sudah terkumpul, maka seperti halnya Facebok dan Google, AP-2 harus memonetisasinya dengan menciptakan creative business model baru yang disruptif. Potensi luar biasa itu ia kelompokkan menjadi lima yang disingkat menjadi X-CODE: Xperience, Continuity, Operation, Digital, Entertainment/Lifestyle.

Dengan konsep X-CODE, maka akan terbuka luas berbagai kemungkinan bisnis di lingkungan ekosistem bandara mulai dari: mal, hotel, media, periklanan, co-working space, games, tempat konser musik, MICE (meeting, incentive, conference, exhibition), hingga destinasi wisata seperti Jewel di bandara Changi. Dan AP-2 harus bisa mengajak banyak partner untuk memonetisasi potensi crowd sebesar itu.

Ini belum termasuk potensi pasar digital. Coba bayangkan jika 115 juta crowd itu dikumpulkan di dalam sebauah platform digital seperti apps-nya GoJek dan kemudian dimonetisasi dengan beragam layanan digital end-to-end airport services, e-commerce, e-entertainment, e-media, e-education, e-peyment, dan beragam layanan e yang lain. Ingat prinsip dasar crowd business: “ketika ada kerumunan orang, maka di situ akan ada uang”.

Belajar dari Pak Awaluddin, ketika kita bisa unlearn dan mengubah cara pandang kita dari pendekatan bisnis konvensional ke pendekatan crowd business maka akan terbuka peluang bisnis baru yang luar biasa, “a whole new world of business”.

Ingat sekali lagi, pada akhirnya every business is crowd business.

 

Sumber foto: howitworksdaily.com

Related posts:

  1. Materi Seminar CROWD IMA DKI February 3,2009
  2. Materi Presentasi CROWD di Milad TDA 3
  3. Review Majalah Marketing Terhadap Buku CROWD
  4. “Daftar Isi” dan “Pendahuluan” buku CROWD “Marketing Becomes Horizontal”
  5. Best Business Story 2017
6 FacebookTwitterWhatsappEmail
yuswohady

Yuswohady, Managing Partner Inventure. Author of 50+ books on business & marketing, incl. the best seller "Millennials KILL Everything" (2019) and "Consumer Megashift after Pandemic" (2020).

previous post
Nadiem dan Disrupsi Pendidikan Kita
next post
Anti-Mainstream Marketing: Downloadable Ebook

Baca Juga

Triple Disruptions Mengancam BUMN

June 6, 2021

“Kawin & Caplok”

June 4, 2021

Gimana Agar Tech Giants Tidak Menjadi Predator?

May 26, 2021

The Fall of Asset-Heavy Company

May 26, 2021

The Fall of Clubhouse

May 23, 2021

GoTo & Mimpi Buruk Startup

May 20, 2021

The Fall of Branch

May 20, 2021

Ecosystem Synergy

May 19, 2021

GOL = Giant Opinion Leader

May 14, 2021

Consumer Megashifts 10X10

March 14, 2021

Leave a Comment

Save my name, email, and website in this browser for the next time I comment.

Artikel Terbaru

  • KENAPA REPUBLIKA CETAK HARUS TUTUP?

    January 30, 2023
  • MAL SEPI BAK KUBURAN

    January 30, 2023
  • KENAPA TIKTOK LEBIH POWERFUL DARI INSTAGRAM?

    January 30, 2023
  • FOMO (Fear Of Missing Out) Memicu EFEK DOMINO Menyebarkan Foto BOM BUNUH DIRI

    January 30, 2023
  • FOMO MOBIL LISTRIK

    January 30, 2023
  • Otentisitas bisa Menjadi Alat Diferensiasi Bisnis

    January 30, 2023
  • SLOGAN BARU JAKARTA

    January 19, 2023
  • RELIABILITY SPBU PERTAMINA

    January 19, 2023
  • MENDADAK TENIS ” FOMO Marketing Matters “

    December 5, 2022
  • PAMALI MARKETING PLAN 2023 PESIMIS

    December 5, 2022
  • 2023 TAHUN TERANG The Power of Self-Fulfilling Prophecy

    December 5, 2022
  • AKANKAH STARTUP BUBBLE PECAH?

    December 5, 2022
  • HABIS TERANG TERBITLAH GELAP FOMO matters.

    December 5, 2022
  • PHK META “Pelajaran Berharga”

    December 5, 2022
  • BAGAIMANA KONSUMEN PINDAH KE LAIN HATI?

    November 29, 2022
  • BIROKRASI MELAYANI BUKAN MENYULITKAN

    November 29, 2022
  • BLUNDER BAIM WONG Brand Harus Punya “Netizen Sensitivity”

    November 29, 2022
  • BRAND REPOSITIONING POLRI

    November 29, 2022
  • MENYIKAPI BRAND TERRORIST “Pelajaran dari Esteh Indonesia”

    November 29, 2022
  • FOMO MARKETING HYUNDAI IONIQ 5

    November 29, 2022

Langganan Artikel via Email

Recent Posts

  • KENAPA REPUBLIKA CETAK HARUS TUTUP?
  • MAL SEPI BAK KUBURAN
  • KENAPA TIKTOK LEBIH POWERFUL DARI INSTAGRAM?
  • FOMO (Fear Of Missing Out) Memicu EFEK DOMINO Menyebarkan Foto BOM BUNUH DIRI
  • FOMO MOBIL LISTRIK
  • Otentisitas bisa Menjadi Alat Diferensiasi Bisnis
  • SLOGAN BARU JAKARTA
  • RELIABILITY SPBU PERTAMINA
  • MENDADAK TENIS ” FOMO Marketing Matters “
  • PAMALI MARKETING PLAN 2023 PESIMIS
  • 2023 TAHUN TERANG The Power of Self-Fulfilling Prophecy
  • AKANKAH STARTUP BUBBLE PECAH?
  • HABIS TERANG TERBITLAH GELAP FOMO matters.
  • PHK META “Pelajaran Berharga”
  • BAGAIMANA KONSUMEN PINDAH KE LAIN HATI?
  • BIROKRASI MELAYANI BUKAN MENYULITKAN
  • BLUNDER BAIM WONG Brand Harus Punya “Netizen Sensitivity”
  • BRAND REPOSITIONING POLRI
  • MENYIKAPI BRAND TERRORIST “Pelajaran dari Esteh Indonesia”
  • FOMO MARKETING HYUNDAI IONIQ 5
  • Facebook
  • Twitter
  • Instagram
  • Youtube

@2020 - All Right Reserved. Designed and Developed by Wihgi.com


Back To Top
yuswohady.com
  • Home
  • Biography