Beberapa bulan terakhir ini saya banyak ke Banyuwangi. Saya banyak berwisata di Banyuwangi; berkulineran di Banyuwangi; dan saya beruntung bisa banyak berdiskusi dengan Pak Bupati Azwar Anas dan para Kadis.
Satu hal yang mencuri perhatian saya dari Banyuwangi adalah pernyataan Pak Bupati bahwa: “Di Banyuwangi semua dinas adalah Dinas Pariwisata.”
Memang dinas-dinasnya tak beda dengan di daerah-daerah lain: Ada Dinas Pertanian, ada Dinas Pendidikan, ada Dinas Kesehatan, ada Dinas Pemuda dan Olahraga, dan seterusnya.
Namun bedanya, semua dinas di Banyuwangi harus mampu menciptakan program-program dan event-event inovatif yang mampu menarik wisatawan baik dari dalam maupun dari luar Banyuwangi, bahkan dari mancanegara.
Ambil contoh Dinas Pemuda dan Olahraga.
Di daerah lain Dinas Pemuda dan Olahraga berkewajiban melakukan pembinaan berbagai cabang olahraga dan kalau bisa menciptakan prestasi olahraga baik di tingkat nasional bahkan global.
Namun di Banyuwangi tak cukup di situ, Pak Bupati menuntut lebih.
Alih-alih cuma membina dan mendulang prestasi, Dinas wajib menjadikan event olahraga sebagai sebuah atraksi pariwisata yang mendatangkan wisatawan untuk datang ke Banyuwangi. Misalnya Dinas menggelar event internasional Tour de Ijen.
Berbeda dengan event semacam di daerah lain, Tour de Ijen dikemas dengan konsep sport tourism. Karena itu suguhan Tour de Ijen bukanlah sekedar event olahraga, tapi juga suguhan entertainment yang atraktif dan menghibur.
Agar event ini bisa memperkenalkan pariwisata ke publik dunia, sengaja Dinas merancang jalur yang dilalui para pembalap dari seluruh dunia adalah jalan raya lintas desa dan kota yang terdapat destinasi-destinasi wisata unggulan Banyuwangi.
Dengan begitu satu kayuh, dua-tiga pulau terlampaui: Pembinaan olahraga sepeda jalan; promosi destinasi wisata juga jalan.
Contoh lain adalah Dinas Perindustrian dan Perdagangan.
Namanya saja Dinas Perindustrian dan Perdagangan, tugasnya tentu mengembangkan sektor industri dan perdagangan. Namun di Banyuwangi tak hanya sebatas itu. Pak Bupati juga menuntut Disperindag untuk juga menciptakan destinasi wisata baru berkelas dunia yaitu Museum Kereta Api.
Bagaimana ceritanya bisa begitu?
Ceritanya tahun lalu PT INKA berencana melebarkan sayap dengan mengembangkan fasilitas produksi KA di wilayah Kabupaten Banyuwangi. Untuk mewujudkannya PT INKA menggandeng perusahaan kelas dunia Stadler Rail Group dari Swiss.
Nah saat owner dan chairman Stadler, Peter Spuhler, datang ke Banyuwangi, Pak Bupati bilang: “Anda bisa membangun pabrik kereta api dengan satu syarat harus membangun museum di kompleks pabrik.”
Tak hanya itu, Pak Bupati juga meminta desain pabrik harus mengedepankan identitas budaya Banyuwangi terutama kekhasan Suku Osing. Dengan begitu pabrik KA tersebut menjadi penopang identitas pariwisata Banyuwangi.
Jadi, pabrik pun bisa disulap menjadi destinasi pariwisata yang menarik kalau kita selalu berpikir paradoks.
Saya banyak mendapat cerita dari para Kadis, bahwa Pak Bupati selalu membiasakan mereka untuk berpikir paradoks, yaitu menyolusikan setiap masalah dengan angle yang unik dan berbeda alias nyleneh. Dan memang, hasil yang luar biasa tidak bisa terwujud dengan cara-cara yang biasa saja. Caranya harus paradoks.
Pelajaran apa yang bisa kita petik dari kasus pemasaran daerah Banyuwangi di atas? Pelajarannya adalah: fokus.
Pembangunan yang dilakukan di Banyuwangi fokus mengarah ke positioning yang mereka pilih yaitu: pariwisata.
Kesalahan terbesar banyak Pemkot dan Pemkab di Indonesia dalam memasarkan daerah adalah mereka tidak fokus. Mereka maunya hebat di semua sektor, namun ujung-ujungnya malah tidak hebat di satu sektor pun.
Mereka maunya hebat di pertanian, hebat di industri, hebat di pariwisata, hebat di pendidikan. Padahal itu tidak mungkin. Lionel Messi hebat bermain sepak bola, tapi dia tak piawai bermain golf. Sebaliknya, Tiger Woods jago bermain golf tapi buruk bermain bola.
Ketika suatu daerah mengatakan hebat di semua hal, maka sesungguhnya daerah itu MEDIOKER di semua hal.
Ketika suatu daerah mengatakan bahwa semua sektor adalah prioritas, maka sesungguhnya semua sektor itu BUKAN prioritas.
Kuncinya cuma satu: Fokus.
Foto: Traveltodayindonesia.com