Pemilu 2019 kebanjiran artis. Lebih dari 70 artis sudah mendaftar menjadi caleg. Walaupun sudah terbukti artis bukanlah kendaraan yang ampuh untuk mendulang suara di Pemilu 2014, namun parpol masih nggak kapok menggunakannya untuk mengais suara pemilih.
Tulisan ini tidak bermaksud menganalisis hitung-hitungan politik dari kehadiran artis di dalam sebuah parpol karena memang saya bukanlah pakar politik. Namun saya mencoba melihat fenomena artis nyaleg ini dari sudut pandang brand.
Ya, karena parpol itu brand. Sebuah parpol dipilih oleh voters karena brand-nya. Kira-kira sama seperti seorang konsumen menetapkan pilihannya kepada sebuah produk; kira-kira sama seperti konsumen yang lebih memilih Starbucks, ketimbang warung kopi murahan di ujung gang.
Voters menjatuhkan pilihannya kepada parpol tertentu di kotak suara karena ia memiliki brand value yang “nancep” di hati si voters.
Apa brand value dari sebuah parpol? Sama seperti produk, ada dua: functional dan emotional value. Contoh functional value dari parpol adalah program-program yang ditawarkan, kapabilitas dalam memperjuangkan aspirasi masyarakat, atau kemampuan parpol dalam mewujudkan apa-apa yang ia janjikan saat pemilu.
Sementara contoh emotional value adalah adanya emotional connection antara voters dengan parpol. Emotional connection ini bisa terbentuk karena alasan historis, ideologis, latar belakang sosial, atau bisa juga ketokohan para pemimpin yang ada di partai.
Massa pemilih PDIP misalnya, tak bisa dilepaskan dengan emotional connection dan ketokohan sosok Soekarno dan Megawati. Begitu juga Partai Demokrat tak lepas dari ketokohan SBY.
Secara umum, voters mengkaji functional value secara rasional (kognitif), sementara emotional value mereka timbang-timbang dengan menggunakan hati, perasaan, (feeling), dan emosi.
Pertanyaannya, bagaimana fenomena caleg artis ini ditempatkan dalam konteks branding dan brand value ini?
Kalau kita sudah memahami konsep dasarnya seperti itu, maka kini menjadi mudah kita menganalisis dan mengetahui apakah artis nyaleg itu bagus atau sebaliknya bagi parpol.
Logikanya sederhana, yaitu apakah apakah artis yang masuk parpol itu menambah brand value parpol, atau sebaliknya justru menguranginya, atau bahkan merusaknya.
Coba kita sisir satu-persatu. Bagaimana artis bisa mendongkrak functional brand value dari sebuah parpol. Tentu bisa. Ambil contoh Rieke Dyah Pitaloka.
Rieke menaikkan brand value PDIP melalui berbagai aktivitasnya di partai dalam memperjuangkan nasib kaum buruh. Kontribusinya dalam ikut melahirkan UU BPJS dan SJSN selama bergabung di Komisi IX juga tak bisa dibilang kecil.
Lalu apakah seorang artis bisa menaikkan emotional brand value? Bisa juga. Contohnya Rieke di atas. Ketika ia dikenal sebagai sosok yang memperjuangkan kaum buruh, maka dengan sendirinya voters dari kalangan kaum buruh akan memiliki emotional connection tak hanya dengan Rieke, tapi juga parpol tempatnya bernaung, yaitu PDIP.
Sebaliknya, apakah seorang artis bisa mengurangi atau bahkan merusak brand value dari sebuah parpol? Sangat bisa.
Ketika seorang artis yang sudah masuk partai bertubi-tubi terundung beragam masalah (mulai dari kawin-cerai, terkena kasus narkoba, hingga tertangkap OTT KPK) maka bisa jadi hal tersebut berdampak mengurangi atau merusak brand value parpol.
Pertanyaannya, ngomongin kemampuan artis mendongkrak brand value parpol, bagaimana prospek 70-an lebih artis yang memutuskan nyaleg minggu lalu? Apakah mereka bisa mendongkrak brand value parpol?
Terus terang dengan sedih saya katakan prospeknya gloomy dan meresahkan. Kenapa? Karena sebagian besar yang nyaleg tersebut adalah artis yang sudah mulai tidak eksis di dunia keartisan dan mulai surut popularitas dan brand-nya.
Saya menduga mereka berpindah profesi menjadi politisi bukan karena alasan yang substansial, tapi karena alasan instan ingin mengadu nasib dan keberuntungan di lahan yang baru.
Namun saya tak mau suudzon. Who knows… saya tetap berharap makin banyak artis tanah air yang menjadi politisi handal seperti Ronald Reagan atau Arnold Schwarzenegger.
Sumber foto: variety.com
2 comments
[…] Sumber […]
[…] Baca juga: “Caleg Artis dan Branding Partai” […]