Menyambut Ramadhan tahun ini saya dan tim riset Inventure melakukan riset dan menuangkannya di dalam sebuah ebook yang kami beri judul: Muslim Zaman Now: The 15 Trends for Ramadhan (ebook tersedia di: bit.ly/muslimzamannow).
Pasar muslim di Indonesia berkembang begitu pesat seperti sudah saya tuangkan dalam dua buku saya Marketing to the Middle-Class Muslim (2014) dan #GenM (2017). Persis seperti diprediksi dua buku tersebut, pasar muslim kini kian menjadi mainstream market di Indonesia karena 88 persen penduduk kita adalah muslim dan perilaku kaum muslim zaman now (muslim milenial) berkembang begitu cepat dan dinamis.
Untuk menangkap perkembangan pesat perilaku muslim zaman now saya menuangkannya dalam 15 tren perilaku konsumen muslim yang begitu hot tersebut. Berikut adalah tren 11-15, menyambung tren-tren yang sudah dibahas di kolom minggu lalu.
#11. Ngaji-gital: The Rise of Socmed Ustadz
Dakwah yang selama ini dilakukan dengan metode pendekatan ceramah, tabligh, dan komunikasi satu arah (one-way comm) kini menjadi tidak cool lagi di mata muslim zaman now.
Bagi mereka, dakwah yang keren adalah melalui grup WA atau YouTube. Ustadz yang mereka gemari adalah ustadz gaul (Ustadz Abdul Somad, Adi Hidayat, atau Salim Fillah) yang ceramahnya renyah melalui Snapchat atau Facebook Live. Mereka menginginkan experience dakwah yang lebih dari sekedar nonton Mamah Dedeh di TV. Digital memungkinkan dakwah menjadi komunikasi dua arah dan fun.
#12. Muz-match: The New Way of Ta’aruf
Mencari jodoh memang susah-susah gampang. Diperlukan kesabaran dan sikap pantang menyerah karena jodoh memang sudah diatur oleh Allah SWT dan tidak ada seorang pun yang mengetahuinya. Jalan yang dianjurkan agama islam dalam mencari pasangan adalah melalui proses ta’aruf bukan pacaran.
Di era digital, konsep ta’aruf pun berkembang dari offline ke online. Kini bermunculan beragam apps yang menawarkan solusi dating untuk muslim-muslimah yang syar’i, alias sesuai dengan ajaran islam. Misalnya Minder yang mengadaptasi konsep Tinder, Muzmatch, Crescent, dan Salaam Swipe.
#13. The New Muslimpreneur: The New Cool
Menjadi entrepreneur kini semakin menjadi pilihan bagi generasi kekinian, termasuk muslim zaman now. Mulai banyak muslim zaman now yang memilih menjadi entrepreneur, terutama di sektor kreatif seperti kuliner, fesyen, travel hingga bisnis digital. Bisnis yang digeluti pun tak hanya menawarkan produk islami, tapi juga dikelola dengan cara yang islami.
Ria Ricis misalnya, adalah sosok muslimpreneur muda kreatif yang sukses sebagai Youtuber dan mengembangkan produk kue kekinian. Jannah Corp yang diinisiasi oleh Irwansyah dan Zaskia Sungkar cukup sukses mengembangkan bisnis kue kekinian dan kini berekspansi ke bisnis travel. Menjadi muslimpreneur adalah sesuatu yang keren (“the new cool”).
#14. Be Part of Pop Culture
Muslim zaman now adalah konsumen yang modern, tech-savvy, dan memiliki mindset global. Mereka tumbuh dengan budaya pop sebagai identitas mereka. Walaupun Islam dan budaya pop (yang identik dengan dunia Barat) sering digambarkan saling bertentangan, namun fenomena muslim zaman now membalikkan anggapan itu. Islam dan budaya pop bisa berjalan beriringan.
Contohnya Yuna Zarai adalah seorang penyanyi berhijab yang mampu menembus pasar musik global, berkolaborasi dengan bintang Amerika Usher. Hijab tak membatasi dirinya untuk berkarya, malah sebaliknya menjadi unique selling point yang membedakannya dengan penyanyi lainnya.
#15. Beyond Halal… Towards Halal Value Chain
Bagaimana cara brand mengomunikasikan kehalalan kepada muslim zaman now? Hingga hari ini, banyak brand yang masih melakukannya melalui logo sertifikasi halal. Tentu saja, hal ini tidak salah, tetapi kalau semua brand menonjolkan logo halal, maka hasil branding-nya kurang unik.
Karena itu saya meramalkan dalam beberapa tahun ke depan brand tak sekedar menonjolkan logo halalnya, tapi juga masuk ke ranah halal supply-chain, yaitu menelusur kehalalan produk ke seluruh rantai pasoknya (dari peritel, distributor, pabrik, bahkan hingga ke pemasok ahan bakunya. .
Umpamanya, brand dapat melakukan komunikasi pemasaran dengan menunjukkan proses bisnisnya secara transparan atau menerapkan nilai-nilai bisnis yang islami. Contohnya adalah yang dilakukan TipTop Swalayan. Peritel islami ini tidak begitu menonjolkan logo halal atau simbol-simbol islam. Mereka cenderung mengomunikasikan nilai-nilai perusahaan yang sangat islami, misalnya mengambil keuntungan 2-3% sesuai kaidah islam, seluruh karyawan berhijab, dan selalu mengingatkan jika waktu shalat tiba.
1 comment
wow … Amazing… Inspiring… memberikan berbagai informasi sebagai pra data untuk penelitian
Terima kasih Yuswohady.com