Kalau selama ini kita punya ungkapan nakal: “Hidup tak semudah kata-kata motivator,” maka saya punya ungkapan lain: “Hidup tak seindah postingan di Facebook.”
Dunia Facebook adalah “dunia kinclong”: dunia penuh keindahan, penuh kesuksesan, penuh kebaikan… ya karena semua orang di Facebook bohong.
Kondisi sesungguhnya buruk, namun keburukan itu dipermak sana-sini sehingga terlihat indah dan kinclong di Facebook.
Mbak-mbak dan mas-mas yang wajahnya biasa-biasa saja membohongi orang banyak di Facebook dengan memasang profile photo yang cantik-cantik dan ganteng-ganteng (“thanks to Photoshop”).
Mahmud-mahmud (mamah muda) yang kesehariaanya struggling mengurus anak balita dan suami membohongi orang banyak di Facebook dengan menampilkan diri sebagai sosok ibu muda yang bahagia dan ceria (dengan postingan foto-foto: liburan ke Singapura, arisan dengan sesama mahmud, atau shopping di mal).
First jobber milenial yang karir dan prestasi kerjanya pas-pasan membohongi orang banyak di Facebook dengan menampilkan diri sebagai sosok yang aktif, positif, dan sukses (dengan postingan foto-foto: keaktifan menghadiri beragam seminar, meeting dengan kolega di Starbucks, atau nge-gym di akhir pekan)
Entrepreneur tanggung yang bisnisnya masih struggling membohongi orang banyak di Facebook dengan menampilkan diri sebagai sosok pebisnis yang sukses (dengan postingan foto-foto: menjadi pembicara beragam seminar publik, meeting dengan vendor di lobi hotel berbintang, atau peresmian pembukaan gerai baru).
Akibat dunia Facebook yang “wow”, kini makin banyak orang ngiri karena merasa bahwa orang lain di Facebook begitu positif, begitu sukses, begitu bahagia, dan begitu hebat, sementara mereka sendiri tidak.
Banyak orang kini juga makin stres karena merasa sudah jungkir-balik berjuang, namun tidak kunjung menuai sukses seperti teman-teman mereka di Facebook yang sepertinya begitu mudah menuai kesuksesan.
“Setiap orang berbohong di Internet,” kata Seth-Stephens Davidovitz dalam buku terbarunya: Everybody Lies: Big Data, New Data, and What the Internet Can Tell Us about Who We Really Are (2017).
Ujarnya: “In the internet, people lie to friends. They lie to colleagues. They lie to husbands and wives. They lie to boyfriends and girlfriends. They lie to government… even they lie to themselves.”
Baca juga: Everybody Lies: Big Data, New Data, and What the Internet Can Tell Us about Who We Really Are
Dan tak hanya di Facebok, kebohongan itu tumbuh begitu subur di medium jejaring sosial lain seperti Instagram, Twitter, atau WA. Di situ orang cenderung berbohong agar dirinya terlihat lebih cantik-ganteng, lebih baik, lebih positif, lebih sukses, lebih peduli, lebih pengertian, lebih harmonis… singkatnya, lebih hebat.
Kita berbohong di Facebook agar kita diterima dan diinginkan oleh lingkungan sosial kita. Ini yang disebut: “social desirability bias”.
Sesungguhnya sejak awal menggunakan, kita “dididik” oleh Facebook untuk berbohong kepada orang lain. Melalui social desirability bias, berbohong menjadi sebuah kebiasaan tiap kali kita meng-update status, memposting foto, atau mengunggah video di Facebook.
Bentuk kebohongan kita bermacam-macam ada bohong besar (big lies), ada bohong kecil (small lies), ada bohong putih (white lies) yaitu bohong untuk kebaikan, atau ada juga bohong untuk promosi diri (self-promotion lies).
Menariknya, sebagian besar kebohongan kita di Facebook adalah small lies yaitu kebohongan remeh-temeh, kebohongan yang sepele, yang praktis tak begitu merugikan orang lain, tak berisiko apapun, dan bukanlah kejahatan yang serius (barangkali juga nggak banyak menimbulkan dosa… kwkwkwkw), sehingga begitu enteng kita melakukannya… setiap saat.
Karena setiap saat melakukannya, maka berbohong pun menjadi naluri kita yang sangat natural. Tak heran jika kemudian kebohongan demi kebohongan terjadi secara bawah sadar (subsconscious). Di Facebook seringkali kita tidak sadar bahwa kita telah berbohong.
Nah, setelah membaca tulisan ini, kini Anda tak perlu lagi risau dan berkecil hati. Kalau dalam hati Anda berfikir bahwa Anda tidak hebat dibandingkan teman-teman Anda di Facebook, maka Anda tidak sendirian. Sesungguhnya mereka juga tidak hebat-hebat amat. Mereka berbohong agar terlihat hebat.
Ingat dua hal ini:
Pertama: “Setiap orang berbohong di Facebook”.
Kedua: “Percayalah, dunia tidaklah seindah postingan teman-teman Anda di Facebook.”
1 comment
Wah, ini yang saya rasakan pak. Pernah sampai stress karena tiap kali scrolling isinya banyak yang sepertinya sudah mencapai kemakmuran, sedangkan saya belum.. membaca artikel ini, jadi optimis lagi. 🙂