• Home
  • Biography
bu zamana kadar sadece babası ile beraber yaşayan mobil porno genç oğlan üniversiteyi bitirdikten sonra hiç bir iş bulamaz porno izle ve evinde pineklemeye başlar Babasının milf bir kadın porno resim ile evlenme kararı ile adeta dumura uğrayan oğlan bunu porno izle ilk başta istemese de belki onunla iyi anlaşacağını seks izle düşünerek evde olduğu zamanlarda canı sıkıldığında üvey annesi sex hikayeleri ile sohbet edeceğini düşünerek kendisini rahatlatır Babasının yeni evlendiği porno izle kadın beklediğinden de çok iyi anlaşan genç oğlan sapık ensest hislerine mobil seks hakim olamayarak üvey annesinin odasına gelip siker
yuswohady.com

Scaling-Up

by yuswohady August 19, 2017
August 19, 2017

Scaling-up atau membesarkan bisnis setelah sebuah startup mencapai “product-market fit” adalah tantangan terbesar setiap startup dan entrepreneur yang membangunnya.

Asal tahu saja sekitar 74% startup di Silicon Valley gagal karena tak mampu membesarkan diri (premature scaling) alias layu sebelum berkembang. Walaupun tak ada angkanya, saya yakin di Indonesia angkanya lebih memprihatinkan di atas 90%.

Di Indonesia, sebagian besar UKM adalah “perusahan bonsai” karena sepanjang hayatnya kecil melulu nggak pernah kunjung membesar karean tak tahu dan tak mampu melakukan scaling-up. Celakanya, ada sebuah anggapan umum yang kini mulai muncul, bahwa menjadi startup dan UKM itu cool, keren. Perusahaan besar itu nggak keren.

Saya sendiri bilang, menjadi startup atau UKM itu memang cool, tapi kalau kelamaan menjadi UKM, terbonsai terus-terusan nggak kunjung membesar, itu namanya nggak cool lagi. Kebanggaan terbesar seorang entrepreneur UKM ya, kalau UKM yang dibangunnya ter-scaling-up menjadi perusahaan besar.

Komunitas-komunitas UKM yang tumbuh luar biasa di Tanah Air bisa dikatakan hebat hanya jika mereka bisa “meluluskan” UKM-UKM anggotanya ter-scaling-up” menjadi perusahaan besar. Bukannya sebaliknya, menjadi “museum” UKM-UKM bonsai yang stagnan, nggak kunjung membesar.

Apa rahasia suskes sebuah scaling-up? Ada dua prasarat dasar di tinjau dari sisi internal dan eksternal perusahaan. Pertama secara internal, bisnis yang kita bangun harus memiliki skala ekonomi (projected economies of scale). Kedua secara eksternal, ia harus memiliki pasar yang cukup besar (large addressable market) untuk tumbuh.

Scaling Up

Economies of Scale
Skala ekonomi terjadi jika biaya per-satuan (unit cost) turun jika output perusahaan bertambah besar. Bisnis yang mengalami hal ini disebut bisnis tersebut: scalable.

Contoh gampangnya adalah Toyota vs dokter. Bisnisnya Toyota adalah scalable kenapa? Karena ketika penjualan Toyota mencapai jutaan mobil tiap tahunnya maka ongkos untuk membuat sebuah mobil (cost per-unit) akan turun demikian dramatis.

Sementara untuk dokter, ongkos terbesar untuk memberikan layanan dokter adalah gaji si dokter sendiri. Celakanya, gaji dokter ini tak akan turun ketika pasiennya berkembang dari satu pasien menjadi katakanlah 1000 pasien. Itu artinya layanan dokter tidak scalable. Umumnya professional services seperti dokter, pengacara, konsultan, atau pembicara/motivator tidak scalable atau sulit di-scaling-up.

Pemain-pemain digital seperti Facebook, Amazon, Google, Uber, atau WhatsApp menikmati skala ekonomi yang luar biasa besar karena karakteristik layanan digital yang by-default memang scalable. Untuk membangun sebuah aplikasi digital seperti Facebook atau WhatsApp memang dibutuhkan investasi yang sangat besar. Namun, begitu aplikasi tersebut jadi, maka biaya pemakaian untuk seribu, sejuta, bahkan semiliar pengguna dibutuhkan biaya yang praktis nol.

Addressable Market
Faktor kedua adalah market size. Bisnis Anda tak akan bisa besar jika market size dari industri yang Anda masuki kecil. Karena itu agar bisa scaling-up, Anda harus memastikan bahwa total potensi market size yang bisa diambil (sering disebut Total Addressable Market, TAM) Anda harus sangat besar.

Terkait dengan kejelian melihat TAM ini kita harus banyak belajar dari para pemain disruptor seperti Uber, Airbnb, WhatsApp, Go-Jek, atau Tesla. Kita tahu perusahaan-perusahaan startup ini mampu scaling-up begitu cepat (sering disebut: “growth-hack companies”) dengan memanfaatkan TAM yang begitu besar.

Ambil contoh Uber. Untuk bisa scaling-up secara supe-cepat, Uber melihat pasarnya tak melulu existing market, yaitu pasar layanan taxi. Kalau pasar yang ditarget sebatas layanan taxi maka volumenya kecil, itupun harus berantem dengan incumbent operator taxi yang telah mapan. Namun kalau pasar yang ditarget Uber juga termasuk seluruh pemilik mobil (yang kemudian beralih ke Uber karena berbagai kemudahan dan affordability yang ditawarkan Uber) maka pasarnya akan sangat besar. Inilah yang disebut TAM.

Ambil contoh lain WhatsApp. TAM yang diambil WhatsApp adalah gabungan dari layanan SMS, voice, pengiriman dokumen, layanan komunikasi video, hingga payment. Go-Jek akhir-akhir ini juga meluaskan TAM-nya dengan masuk ke layanan payment dengan Go-pay. Itu sebabnya WhatsApp dan Go-Jek mampu melakukan scaling-up yang sangat cepat karena memang potensi market size yang diambilnya sangat besar.

Raksasa digital seperti Facebook, Google, Amazon Uber, Go-Jek atau WhatsApp awalnya adalah UKM. Dengan kemampuan scaling-up yang luar biasa mereka bertumbuh menjadi raksasa dalam waktu yang singkat. Kalau Anda adalah pelaku bisnis UKM, setelah membaca kolom ini harusnya Anda mulai “malu” kalau terus-menerus mendapat julukan pebsinis UKM.

Seperti halnya raksasa-raksa digital tersebut, Anda harus mulai bisa bilang: “goodby UKM”.
Caranya: lakukan scaling-up.

Related posts:

  1. Beta Mentality
1 FacebookTwitterWhatsappEmail
yuswohady

Yuswohady, Managing Partner Inventure. Author of 50+ books on business & marketing, incl. the best seller "Millennials KILL Everything" (2019) and "Consumer Megashift after Pandemic" (2020).

previous post
Brand Merah Putih
next post
Balita Mindset

Baca Juga

Triple Disruptions Mengancam BUMN

June 6, 2021

“Kawin & Caplok”

June 4, 2021

Angry Customers

May 30, 2021

Gimana Agar Tech Giants Tidak Menjadi Predator?

May 26, 2021

The Fall of Asset-Heavy Company

May 26, 2021

The Fall of Clubhouse

May 23, 2021

GoTo & Mimpi Buruk Startup

May 20, 2021

The Fall of Branch

May 20, 2021

Ecosystem Synergy

May 19, 2021

GoTo: “Winner Takes All”

May 18, 2021

5 comments

anas August 20, 2017 - 8:30 pm

Kalo melihat paparan di atas sepertinya sebagian besar UKM memang harus jadi UKM seumur kecuali mampu merubah diri mindsetnya menjadi Scaling-up mindset

Reply
Erick Paramata August 20, 2017 - 11:29 pm

Wah iya, saya melihatnya gitu juga. Ada banyak teman, tetangga saya yang punya UKM. Kalo dilihat penjualan mereka bagus, cuma kok gitu-gitu aja tiap tahun… Entah mungkin mereka gak niat untuk berkembang karena sudah nyaman di posisi segitu atau emang mereka mikirnya nunggu modal besar aja baru mikir untuk scale.

Reply
MRamdhoni August 21, 2017 - 10:11 am

Sepertinya memang banyak startup di Indonesia yang layu sebelum berkembang (premature scale) yang disebabkan karena rata2 dari mereka mencoba untuk scaling padahal belum mencapai Product Market Fit. Saya setuju jika setiap membangun UKM atau startup harus memperhatikan market size dan TAM.

Reply
Scaling-Up Warunk Upnormal — yuswohady.com October 22, 2017 - 12:19 am

[…] Baca juga: Scaling-Up […]

Reply
Agus September 2, 2019 - 5:17 am

Teori..

Reply

Leave a Comment

Save my name, email, and website in this browser for the next time I comment.

Artikel Terbaru

  • KENAPA REPUBLIKA CETAK HARUS TUTUP?

    January 30, 2023
  • MAL SEPI BAK KUBURAN

    January 30, 2023
  • KENAPA TIKTOK LEBIH POWERFUL DARI INSTAGRAM?

    January 30, 2023
  • FOMO (Fear Of Missing Out) Memicu EFEK DOMINO Menyebarkan Foto BOM BUNUH DIRI

    January 30, 2023
  • FOMO MOBIL LISTRIK

    January 30, 2023
  • Otentisitas bisa Menjadi Alat Diferensiasi Bisnis

    January 30, 2023
  • SLOGAN BARU JAKARTA

    January 19, 2023
  • RELIABILITY SPBU PERTAMINA

    January 19, 2023
  • MENDADAK TENIS ” FOMO Marketing Matters “

    December 5, 2022
  • PAMALI MARKETING PLAN 2023 PESIMIS

    December 5, 2022
  • 2023 TAHUN TERANG The Power of Self-Fulfilling Prophecy

    December 5, 2022
  • AKANKAH STARTUP BUBBLE PECAH?

    December 5, 2022
  • HABIS TERANG TERBITLAH GELAP FOMO matters.

    December 5, 2022
  • PHK META “Pelajaran Berharga”

    December 5, 2022
  • BAGAIMANA KONSUMEN PINDAH KE LAIN HATI?

    November 29, 2022
  • BIROKRASI MELAYANI BUKAN MENYULITKAN

    November 29, 2022
  • BLUNDER BAIM WONG Brand Harus Punya “Netizen Sensitivity”

    November 29, 2022
  • BRAND REPOSITIONING POLRI

    November 29, 2022
  • MENYIKAPI BRAND TERRORIST “Pelajaran dari Esteh Indonesia”

    November 29, 2022
  • FOMO MARKETING HYUNDAI IONIQ 5

    November 29, 2022

Langganan Artikel via Email

Recent Posts

  • KENAPA REPUBLIKA CETAK HARUS TUTUP?
  • MAL SEPI BAK KUBURAN
  • KENAPA TIKTOK LEBIH POWERFUL DARI INSTAGRAM?
  • FOMO (Fear Of Missing Out) Memicu EFEK DOMINO Menyebarkan Foto BOM BUNUH DIRI
  • FOMO MOBIL LISTRIK
  • Otentisitas bisa Menjadi Alat Diferensiasi Bisnis
  • SLOGAN BARU JAKARTA
  • RELIABILITY SPBU PERTAMINA
  • MENDADAK TENIS ” FOMO Marketing Matters “
  • PAMALI MARKETING PLAN 2023 PESIMIS
  • 2023 TAHUN TERANG The Power of Self-Fulfilling Prophecy
  • AKANKAH STARTUP BUBBLE PECAH?
  • HABIS TERANG TERBITLAH GELAP FOMO matters.
  • PHK META “Pelajaran Berharga”
  • BAGAIMANA KONSUMEN PINDAH KE LAIN HATI?
  • BIROKRASI MELAYANI BUKAN MENYULITKAN
  • BLUNDER BAIM WONG Brand Harus Punya “Netizen Sensitivity”
  • BRAND REPOSITIONING POLRI
  • MENYIKAPI BRAND TERRORIST “Pelajaran dari Esteh Indonesia”
  • FOMO MARKETING HYUNDAI IONIQ 5
  • Facebook
  • Twitter
  • Instagram
  • Youtube

@2020 - All Right Reserved. Designed and Developed by Wihgi.com


Back To Top
yuswohady.com
  • Home
  • Biography