yuswohady.com
  • Home
  • Biography
  • Home
  • Biography
bu zamana kadar sadece babası ile beraber yaşayan mobil porno genç oğlan üniversiteyi bitirdikten sonra hiç bir iş bulamaz porno izle ve evinde pineklemeye başlar Babasının milf bir kadın porno resim ile evlenme kararı ile adeta dumura uğrayan oğlan bunu porno izle ilk başta istemese de belki onunla iyi anlaşacağını seks izle düşünerek evde olduğu zamanlarda canı sıkıldığında üvey annesi sex hikayeleri ile sohbet edeceğini düşünerek kendisini rahatlatır Babasının yeni evlendiği porno izle kadın beklediğinden de çok iyi anlaşan genç oğlan sapık ensest hislerine mobil seks hakim olamayarak üvey annesinin odasına gelip siker
yuswohady.com

Memulai Bisnis: “Tak Perlu Tahu Apa-Apa”

by yuswohady February 12, 2017
February 12, 2017

Tiap Kamis pagi dua minggu sekali saya mengasuh acara talkshow radio Smart Branding di sebuah radio nasional. Minggu ini tamu saya adalah Yasa Singgih, seorang teenpreneur yang sukses dengan brand fesyennya Men’s Republic.

Perjalanan Yasa merintis bisnis sangat heroik. Ia jatuh bangun memulai bisnis di saat yang masih muda usia 15 tahun, dimulai dari menjadi MC, dagang grosiran kaos, hingga kuliner. Semuanya gagal total hingga akhirnya kesuksesan berlabuh saat ia merintis Men’s Republic yang berkembang pesat hingga beromset miliaran rupiah.

Saat memulai setiap bisnis tersebut, Yasa tak tahu-menahu seluk-beluk bisnis yang ia masuki. Pengetahuannya mengenai kaos nol besar saat ia mulai berdagang kaos. Pengetahuannya mengenai kuliner nol besar saat ia membuka kafe. Begitupun saat ia merintis Men’s Republic.

“Modal saya berbisnis hanyalah keberanian,” ujarnya. Pernyataan Yasa itu bukanlah barang baru. Seluruh wirausaha yang berangkat dari nol, hampir pasti mengatakan hal yang sama: “modal berbisnis yang paling utama adalah keberanian.” Tapi entah kenapa pernyataan itu tiba-tiba membuat pikiran saya terusik.

business start - businessman ready for competition

Tak Perlu Tahu Apa-Apa
Selama lima tahun terakhir saya banyak memberikan coaching/mentoring (secara pro bono hehe…) ke teman-teman wirausahawan kecil dan menengah. Kebanyakan mereka adalah wirausahawan yang baru memulai bisnis atau usia bisnisnya masih di bawah 5 tahun. Dari banyak menerima keluhan dan tantangan pelik mereka, saya menjadi semakin percaya pada pernyataan Yasa di atas.

Saya semakin percaya pada prinsip bisnis yang selintas nyleneh, tapi ketika dipikir-pikir banyak benarnya dan lebih down-to-earth. Tentu saja prinsip ini akan ditertawakan oleh profesor atau mahasiswa sekolah bisnis. Prinsip itu berbunyi: ketika Anda memulai dan merintis sebuah bisnis maka sebaiknya Anda justru “tak perlu tahu apa-apa”.

Lebih tepatnya, Anda tak perlu tahu banyak-banyak mengenai teori dan konsep bisnis. Anda tak perlu tahu segmentasi, targeting, positioning. Anda tak perlu tahu model bisnis kanvas berikut kriteria nine block-nya yang njlimet. Anda tak perlu tahu service excellence, Balanced Scorecard, 7S-nya McKinsey, atau Six Sigma. Bahkan Anda tak perlu tahu banyak bisnis kuliner ketika Anda memulai bisnis kuliner seperti dialami Yasa.

Kenapa? Karena ketika di medan perang kita sudah tahu posisi ranjau yang ditebar musuh, maka gerak maju kita dalam menumpas musuh akan super hati-hati dan selalu dihinggapi rasa ketakutan. Ketika kepala kita sudah dipenuhi teori-teori bisnis yang ndakik-ndakik, maka teori itu layaknya ranjau yang ditebar di medan perang. Kita akan selalu menjadi peragu apakah langkah yang kita ambil sudah benar atau belum. Kita akan selalu takut dan galau langkah kita tidak sesuai teori. Akibatnya gerak kita demikian kaku dengan selalu mengacu pada koridor teori-teori bisnis yang berlaku umum.

Kalau sudah begitu, maka biasanya nyali dan keberanian kita dalam mengambil risiko bisnis juga akan tumpul. Tak hanya itu, kita juga makin rabun melihat persoalan-persoalan bisnis riil yang kita hadapi di lapangan. Karena rabun, maka kemampuan kita dalam memberikan solusi juga tak terasah. Itu sebabnya saya banyak menemui wirausahawan yang rajin ikut seminar bisnis (bisa 3 kali seminggu), tapi bisnisnya tak pernah maju-maju. Mereka terlalu kebanyakan mikir dan belajar, tapi tak pernah action.

Sesungguhnya sukses bisnis itu cuma ditentukan oleh dua hal. Pertama, kejelian melihat persoalan-persoalan yang kita hadapi. Kedua, kemampuan kita dalam menyelesaikannya. Dua kemampuan kunci ini menjadi tumpul oleh adanya “ranjau-ranjau” teori bisnis yang membebani langkah dan otak kita. Sementara kalau kita tak terbebani oleh tetek-bengek teori itu, langkah kita justru lebih ringan, natural, adaptif, dan fokus pada fakta riil yang kita hadapi di depan mata.

Perlu Tahu Semuanya
Kalau demikian halnya, berarti kita tidak perlu tahu teori dan konsep bisnis dong? Tidak begitu. Seperti saya katakan di depan, kalau Anda memulai bisnis, memang sebaiknya Anda “tak perlu tahu apa-apa”. Namun tidak demikian halnya jika bisnis Anda sudah berkembang. Ketika bisnis yang Anda rintis tumbuh pesat dan mulai menuntut scaling-up, maka sebaliknya, Anda justru “perlu tahu semuanya.”

Dari pengalaman bergumul dengan teman-teman wirausaha yang sedang merintis bisnis, masa-masa “survival” bisnis umumnya terjadi di 3-5 tahun pertama. Kalau semuanya lancar, sejak masa kritikal itu biasanya bisnis mulai tumbuh dan harus di-scaling up. Anda mulai butuh sistem yang baku, struktut organisasi yang rapi, people management yang solid, SOP yang standar, dan sebagainya.

Nah, di titik inilah Anda justru harus mulai memperbanyak ikut seminar bisnis dan menguasai teori dan konsep bisnis. Ketika kapasitas bisnis Anda mulai menuntut diperbesar, maka era scientific management harus mulai diterapkan. Kenapa begitu? Karena kalau Anda terus mengandalkan nyali, keberanian, insting bisnis, dan waton action, maka Anda pasti tak akan bisa sustainable. Untuk sustainable Anda harus mulai menerapkan praktek manajemen yang terstruktur dan sistematis. Anda harus mulai tahu teori dan konsep bisnis modern.

Singkatnya, camkanlah prinsip ini: “saat memulai bisnis, Anda tak perlu tahu apa-apa. Namun saat mengembangkan bisnis Anda harus tahu semuanya.”

Anda boleh sepaham dengan saya, boleh juga tidak.

No related posts.

0
FacebookTwitterWhatsappEmail
yuswohady

Yuswohady, Managing Partner Inventure. Author of 50+ books on business & marketing, incl. the best seller "Millennials KILL Everything" (2019) and "Consumer Megashift after Pandemic" (2020).

previous post
Supernova-Driven Company
next post
Creator Confidence

Baca Juga

2018: Tanpa Resolusi Akhir Tahun

December 31, 2018

Transformasi Mindset UKM

October 28, 2018

Memberi eTalk: Surveillance Economy

April 20, 2018

Menangkap Peluang Bisnis Keto

November 14, 2017

Scaling-Up Warunk Upnormal

October 22, 2017

“Golden Year” Berwirausaha

September 17, 2017

Scaling-Up

August 19, 2017

Kenapa Sekolah Akan Terdisrupsi?

July 17, 2017

Beta Mentality

July 9, 2017

Why Startup Fails?

May 13, 2017

1 comment

Creator Confidence – yuswohady.com November 2, 2019 - 10:56 am

[…] Namun bagaimana halnya jika yang terjadi justru sebaliknya? Anda gagal; modal habis, produk tak satupun terjual, hutang melilit, reputasi hancur. Maka bukannya konfiden yang Anda dapat, tapi justru kegalauan, pesimisme, dan keputusasaan. Di sinilah pentingnya Anda bangkit dari kegagalan, move-on, dan menjadikan kegagalan itu sebagai vitamin untuk menumbuhkan konfiden. Ingat, “fear of failure is the biggest obstacle people face to success.” […]

Reply

Leave a Comment Cancel Reply

Save my name, email, and website in this browser for the next time I comment.

Artikel Terbaru

  • Corona: A Serial Killer

    February 26, 2021
  • Sharing Economy in the Pandemic

    February 19, 2021
  • Syariah Universal

    February 12, 2021
  • Stay @ Home Lifestyle

    February 7, 2021
  • Best Business Book 2020 on COVID-19: My Picks

    December 27, 2020
  • Best Business Books 2020: My Picks

    December 24, 2020
  • Industry Megashifts 2021 (3)

    December 14, 2020
  • Industry Megashifts 2021 (2)

    December 14, 2020
  • Industry Megashifts 2021 (1)

    December 14, 2020
  • 6 Forces of Change 2021

    December 13, 2020
  • Konsumen Indonesia Optimis

    November 28, 2020
  • Prospective Businesses for UKM

    October 14, 2020
  • UKM Outlook 2021

    October 11, 2020
  • New Omni Marcomm

    October 1, 2020
  • Dunia Hiburan Terkoyak Pandemi

    September 4, 2020
  • Family Life in the Pandemic Era

    September 4, 2020
  • 5 Digital Consumer Megashifts

    August 26, 2020
  • 15 Banking Consumer Megashift

    August 10, 2020
  • New Normal 100: Leisure & Travelling Trends

    July 26, 2020
  • New Normal 100: Digital Life & Privacy Trends

    July 24, 2020

Langganan Artikel via Email

Recent Posts

  • Corona: A Serial Killer
  • Sharing Economy in the Pandemic
  • Syariah Universal
  • Stay @ Home Lifestyle
  • Best Business Book 2020 on COVID-19: My Picks
  • Best Business Books 2020: My Picks
  • Industry Megashifts 2021 (3)
  • Industry Megashifts 2021 (2)
  • Industry Megashifts 2021 (1)
  • 6 Forces of Change 2021
  • Konsumen Indonesia Optimis
  • Prospective Businesses for UKM
  • UKM Outlook 2021
  • New Omni Marcomm
  • Dunia Hiburan Terkoyak Pandemi
  • Family Life in the Pandemic Era
  • 5 Digital Consumer Megashifts
  • 15 Banking Consumer Megashift
  • New Normal 100: Leisure & Travelling Trends
  • New Normal 100: Digital Life & Privacy Trends
  • Facebook
  • Twitter
  • Instagram
  • Youtube

@2020 - All Right Reserved. Designed and Developed by Wihgi.com


Back To Top