• Home
  • Biography
bu zamana kadar sadece babası ile beraber yaşayan mobil porno genç oğlan üniversiteyi bitirdikten sonra hiç bir iş bulamaz porno izle ve evinde pineklemeye başlar Babasının milf bir kadın porno resim ile evlenme kararı ile adeta dumura uğrayan oğlan bunu porno izle ilk başta istemese de belki onunla iyi anlaşacağını seks izle düşünerek evde olduğu zamanlarda canı sıkıldığında üvey annesi sex hikayeleri ile sohbet edeceğini düşünerek kendisini rahatlatır Babasının yeni evlendiği porno izle kadın beklediğinden de çok iyi anlaşan genç oğlan sapık ensest hislerine mobil seks hakim olamayarak üvey annesinin odasına gelip siker
yuswohady.com

Homestay

by yuswohady January 14, 2017
January 14, 2017

Homestay adalah real solution bagi sektor pariwisata Indonesia. Sebuah solusi yang “cantik” bagi Indonesia.

Konsep homestay yang dikelola secara mandiri oleh masyarakat lokal di sekitar destinasi wisata akan menciptakan distribusi kemakmuran, men-trigger tumbuhnya entrepreneur lokal, memperluas jangkauan akomodasi ke seluruh pelosok Tanah Air, dan menciptakan layanan “more for less” tourism bagi wisatawan.

Wow… sungguh sebuah solusi ideal.

Homestay 2

Wirausahawan Lokal
Pengembangan homestay yang dimiliki dan dikelola oleh masyarakat setempat di sekitar destinasi wisata merupakan solusi pemerataan kemakmuran yang sustainable. Dengan konsep ini maka masyarakat lokal akan ikut menikmati tetesan rezeki dari wisatawan yang datang dengan menyewa homestay milik mereka.

Alih-alih membangun hotel-hotel besar bertaraf internasional yang dimiliki investor kakap, konsep homestay memungkinkan masyarakat lokal ikut menikmati rezeki yang dibawa oleh wisatawan. Sehingga majunya sebuah destinasi wisata akan berkait langsung dengan kemakmuran masyarakat lokal secara merata. Inilah yang disebut konsep pariwisata inklusif (inclusive tourism). Kalau sudah begini maka sektor pariwisata menjadi kandidat paling sempurna untuk menjadi “mesin pemerataan” pembangunan.

Dengan memberikan kesempatan masyarakat lokal memiliki dan mengelola homestay maka akan tumbuh para wirausahawan lokal (local entrepreneur) di sekitar destinasi wisata. Dan dengan adanya wirausahawan ini, maka potensi sebuah destinasi wisata akan bisa dieksplorasi dan dikembangkan lebih lanjut. Mereka akan menjadi apa yang oleh Richard Florida disebut creative class yang menjadi faktor kunci pengembangan destinasi wisata.

Ingat, majunya kota-kota destinasi wisata seperti Bali, Yogya, atau Bandung tak lepas dari peran kunci dari wirausahawan di berbagai bidang industri kreatif mulai dari kerajinan, fesyen, resto, kafe, dan lain-lain.

Ekstensifikasi
Konsep homestay juga memungkinkan perluasan (ekstensifikasi) akomodasi ke berbagai destinasi wisata di seluruh pelosok Tanah Air. Kementerian Pariwisata sudah menghitung, untuk mewujudkan 20 juta kunjungan wisman di tahun 2019, setidaknya dibutuhkan 100 ribu kamar hotel baru di berbagai destinasi wisata utama kita. Asumsikan setiap hotel memiliki 100 kamar, maka untuk mewujudkan target di atas dibutuhkan sekitar 1000 hotel. Wow, membangun 1000 hotel dalam waktu 3 tahun? Mana bisa!

Itu satu isu. Isu yang lain, hotel chain tentu saja tak mau membangun hotel di sembarang lokasi. Ia akan membangun hotel di kota-kota wisata yang sudah jadi seperti Bali, Yogya, atau Bandung yang potensi pasarnya sudah jelas. Sementara itu kita justru ingin membangun akomodasi di desa-desa wisata yang tersebar di seluruh pelosok Tanah Air dari Sabang sampai Merauke.

Untuk mensolusikan dua isu tersebut kita perlu terobosan inovatif dalam penyediaan akomodasi dengan konsep homestay ini. Sebagai negara kepulauan, konsep homestay sangat cocok bagi Indonesia yang memiliki ribuan destinasi wisata yang tersebar begitu luas di berbagai kepulauan Nusantara.

Karena skalanya kecil, membangun homestay akan lebih mudah dan lebih fleksibel dibandingkan membangun hotel. Pembangunan homestay juga bisa tersebar di berbagai destinasi wisata di seluruh pelosok Tanah Air karena homestay tersebut dimiliki oleh masyarakat di sekitar destinasi wisata.

More for Less
Dari sisi kepentingan konsumen/wisatawan, konsep homestay juga merupakan solusi luar biasa karena akan menyediakan pilihan akomodasi yang murah dan mudah. Murah (sekitar Rp.200-300 ribu per malam), karena harga penyewaan homestay sangat terjangkau karena dikelola secara mandiri oleh masyarakat. Mudah, karena wisatawan bisa mengakses informasinya melalui situs-situs berbagi (sharing platform) seperti AirBnB.

Kalau homestay dikelola secara mandiri oleh masyarakat lokal, pertanyaanya, bisakah mereka men-deliver layanan berkelas dunia, khususnya untuk para wisman? Memang homestay yang ada selama ini di berbagai desa wisata belum mampu memberikan service excellence. Kenapa begitu? Karena mereka mengelolanya secara sendiri-sendiri. Jika mereka berhimpun di dalam satu payung (misalnya berbentuk koperasi atau Badan Usaha Milik Desa, BUMDes) dan kemudian mengelolanya secara bersama-sama dengan menerapkan manajemen modern, maka tentu service excellence bisa diwujudkan.

Ambil contoh setiap 100 homestay di suatu kawasan destinasi wisata tertentu dikelola oleh satu koperasi atau BUMDes dengan tim manajemen yang solid dan modern. Di dalam koperasi/BUMDes homestay ini seluruh aspek manajemen (operasi, keuangan, pemasaran, customer service, dsb.) distandarisasi dengan mengacu kepada konsep manajemen modern (global best practices). Ketika bersatu-padu maka mereka tak hanya mampu menyediakan layanan homestay murah-meriah, tapi juga mampu memberikan service excellence berkelas dunia. Ini yang disebut: more for less tourism. Murah tapi berkelas.

Beberapa waktu lalu Menteri Pariwisata Arief Yahya mengungkapkan ambisinya untuk memosisikan Indonesia sebagai negara dengan jumlah homestay terbanyak di dunia. Ini kabar menggembirakan. Artinya, sektor pariwisata kita sudah on the right track, dibangun untuk mewujudkan tak hanya pertumbuhan, tapi juga pemerataan kemakmuran.

 

Sumber foto: www.harianterbit.com

No related posts.

0 FacebookTwitterWhatsappEmail
yuswohady

Yuswohady, Managing Partner Inventure. Author of 50+ books on business & marketing, incl. the best seller "Millennials KILL Everything" (2019) and "Consumer Megashift after Pandemic" (2020).

previous post
#GenM = Muslim Modern
next post
UKM Outlook 2017

Baca Juga

Di Banyuwangi, Setiap Lokasi Adalah Destinasi

November 16, 2019

Pemasaran “Anti-Mainstream” Ala Azwar Anas

August 10, 2019

Di Banyuwangi, Semua Dinas Adalah “Dinas Pariwisata”

July 13, 2019

Tourism-Centered Economy 4.0

March 9, 2019

Resto Indonesia Mendunia

November 24, 2018

Asian Games & Nation Branding: eBook

September 9, 2018

YOLO

September 8, 2018

Nation Branding: Agenda Bangsa setelah Asian Games Usai

September 3, 2018

Sukses Asian Games & Visi 2032

September 1, 2018

Mem-branding Indonesia lewat Asian Games

August 25, 2018

Leave a Comment

Save my name, email, and website in this browser for the next time I comment.

Artikel Terbaru

  • KENAPA REPUBLIKA CETAK HARUS TUTUP?

    January 30, 2023
  • MAL SEPI BAK KUBURAN

    January 30, 2023
  • KENAPA TIKTOK LEBIH POWERFUL DARI INSTAGRAM?

    January 30, 2023
  • FOMO (Fear Of Missing Out) Memicu EFEK DOMINO Menyebarkan Foto BOM BUNUH DIRI

    January 30, 2023
  • FOMO MOBIL LISTRIK

    January 30, 2023
  • Otentisitas bisa Menjadi Alat Diferensiasi Bisnis

    January 30, 2023
  • SLOGAN BARU JAKARTA

    January 19, 2023
  • RELIABILITY SPBU PERTAMINA

    January 19, 2023
  • MENDADAK TENIS ” FOMO Marketing Matters “

    December 5, 2022
  • PAMALI MARKETING PLAN 2023 PESIMIS

    December 5, 2022
  • 2023 TAHUN TERANG The Power of Self-Fulfilling Prophecy

    December 5, 2022
  • AKANKAH STARTUP BUBBLE PECAH?

    December 5, 2022
  • HABIS TERANG TERBITLAH GELAP FOMO matters.

    December 5, 2022
  • PHK META “Pelajaran Berharga”

    December 5, 2022
  • BAGAIMANA KONSUMEN PINDAH KE LAIN HATI?

    November 29, 2022
  • BIROKRASI MELAYANI BUKAN MENYULITKAN

    November 29, 2022
  • BLUNDER BAIM WONG Brand Harus Punya “Netizen Sensitivity”

    November 29, 2022
  • BRAND REPOSITIONING POLRI

    November 29, 2022
  • MENYIKAPI BRAND TERRORIST “Pelajaran dari Esteh Indonesia”

    November 29, 2022
  • FOMO MARKETING HYUNDAI IONIQ 5

    November 29, 2022

Langganan Artikel via Email

Recent Posts

  • KENAPA REPUBLIKA CETAK HARUS TUTUP?
  • MAL SEPI BAK KUBURAN
  • KENAPA TIKTOK LEBIH POWERFUL DARI INSTAGRAM?
  • FOMO (Fear Of Missing Out) Memicu EFEK DOMINO Menyebarkan Foto BOM BUNUH DIRI
  • FOMO MOBIL LISTRIK
  • Otentisitas bisa Menjadi Alat Diferensiasi Bisnis
  • SLOGAN BARU JAKARTA
  • RELIABILITY SPBU PERTAMINA
  • MENDADAK TENIS ” FOMO Marketing Matters “
  • PAMALI MARKETING PLAN 2023 PESIMIS
  • 2023 TAHUN TERANG The Power of Self-Fulfilling Prophecy
  • AKANKAH STARTUP BUBBLE PECAH?
  • HABIS TERANG TERBITLAH GELAP FOMO matters.
  • PHK META “Pelajaran Berharga”
  • BAGAIMANA KONSUMEN PINDAH KE LAIN HATI?
  • BIROKRASI MELAYANI BUKAN MENYULITKAN
  • BLUNDER BAIM WONG Brand Harus Punya “Netizen Sensitivity”
  • BRAND REPOSITIONING POLRI
  • MENYIKAPI BRAND TERRORIST “Pelajaran dari Esteh Indonesia”
  • FOMO MARKETING HYUNDAI IONIQ 5
  • Facebook
  • Twitter
  • Instagram
  • Youtube

@2020 - All Right Reserved. Designed and Developed by Wihgi.com


Back To Top
yuswohady.com
  • Home
  • Biography