yuswohady.com
  • Home
  • Biography
  • Home
  • Biography
bu zamana kadar sadece babası ile beraber yaşayan mobil porno genç oğlan üniversiteyi bitirdikten sonra hiç bir iş bulamaz porno izle ve evinde pineklemeye başlar Babasının milf bir kadın porno resim ile evlenme kararı ile adeta dumura uğrayan oğlan bunu porno izle ilk başta istemese de belki onunla iyi anlaşacağını seks izle düşünerek evde olduğu zamanlarda canı sıkıldığında üvey annesi sex hikayeleri ile sohbet edeceğini düşünerek kendisini rahatlatır Babasının yeni evlendiği porno izle kadın beklediğinden de çok iyi anlaşan genç oğlan sapık ensest hislerine mobil seks hakim olamayarak üvey annesinin odasına gelip siker
yuswohady.com

Brand of Shame

by yuswohady April 2, 2016
April 2, 2016

Brand is a fragile thing. Saya sering menggambarkan brand layaknya sebuah guci dari jaman Mesir kuno. Guci tersebut tak ternilai harganya, namun begitu kita keliru menaruhnya dan tersenggol anak kecil dan kemudian pecah, maka guci tersebut seketika itu pula menjadi tak ada nilainya.

Untuk membangun brand Anda butuh waktu bertahun-tahun, belasan tahun, bahkan puluhan tahun. Namun oleh suatu kejadian tertentu, brand yang sudah terbangun demikian kokoh tersebut bisa hancur berkeping-keping. Upaya Anda belasan bahkan puluhan tahun bisa habis hingga ke titik nol bahkan minus dalam waktu semalam.

Brand hebat dunia seperti Enron atau Arthur Andersen mengalami hal pahit ini di awal tahun 2000-an. Di masa jayanya, nilai pasar Enron pernah pernah mencapai Rp 750 triliun. Namun begitu skandal korupsi yang menghebohkan seluruh dunia terkuak, nilai kekayaan yang sangat besar itu musnah dalam semalam. Enron akhirnya bangkrut.

Karena itu saya juga sering mengatakan, yang paling sulit itu bukanlah membangun brand hingga mencapai puncak sukses. Tapi bagaimana menjaga dan merawat brand yang sudah kuat itu.

Business & Corruption

Symbol of Shame
Tragedi “guci pecah” di atas kini dialami Agung Podomoro Land (APL). APL adalah grup perusahaan properti terkemuka di negeri ini. Reputasinya sebagai pengembang begitu bersinar melalui sederetan mega proyek yang breakthrough dan inovatif. Tak ada yang menyangkal bahwa dalam sepuluh tahun terakhir APL adalah the largest, the fastest growing, and the most innovative property developer in Indonesia. Melalui model kemitraan, kemampuan pendanaannya nyaris tanpa batas, sehingga sangat sedikit pesaing yang bisa menandinginya.

Namun reputasi bisnis yang begitu cemerlang itu pupus dalam semalam ketika kita mendengar minggu ini perusahaan ini tersangkut skandal korupsi. Ini merupakan tamparan hebat bagi brand reputation APL yang sudah dibangun susah payah selama satu dekade terakhir. Business is about reputation. Ketika reputasi itu pupus maka hilang pula kepercayaan dari seluruh stakeholders: konsumen, karyawan, para mitra, dan tentu pasar modal.

Untuk memulihkan brand reputation yang terlanjur rusak ini kita tak cukup hanya melakukan kampanye PR (public relation), tapi harus melakukan revolusi mental dan merombak budaya perusahaan sampai ke akar-akar. Melakukan kampanye PR untuk memulihkan citra dengan memelintir pesan pasti mudah, namun menciptakan kembali rasa cinta, kebanggaan, dan kepercayaan di kalangan karyawan, konsumen, dan mitra bukanlah pekerjaan gampang.

Seperti kasus yang dialami Enron, dalam kondisi guci sudah pecah berkeping, maka brand yang awalnya adalah simbol nilai dan kemanfaatan (symbol of value), kini berubah drastis menjadi simbol hal-hal yang memalukan (symbol of shame). Ya, karena citra brand kemudian diidentikan dengan hal-hal memalukan berupa praktek bisnis yang tak benar seperti korupsi dan suap. Setelah skandal korupsi itu Enron menjadi brand of shame.

Jangan Main-main
Saya sangat berkeinginan menulis kolom ini, karena kasus APL membawa pelajaran sangat berharga bagi dunia usaha di tanah air. Pelajarannya cuma satu: jangan main-main dengan brand reputation. Dan bahwa korupsi, kolusi, suap adalah penyakit yang tak hanya menggerogoti hak-hak rakyat kecil, tapi juga menggerogoti brand reputation Anda sebagai pengusaha. Begitu perusahaan sudah diidentikan sebagai brand of shame maka pada saat itulah sesungguhnya awal dari keruntuhan bisnis Anda.

Saya sangat terinspirasi dengan kata-kata indah yang ada dalam jingle APL yang hampir tiap akhir pekan saya dengar di TV. Begini bunyi jingle itu: “Seiring langkah membangun negeri/Pengalaman telah kuatkan kami/Senantiasa membangun dengan hati/Dalam kebersamaan dan harmoni.” Sesuai lirik jingle tersebut, sebagai pengusaha, kini saatnya kita membangun bisnis kita dengan hati, bukan dengan greedy yang berujung korupsi dan kolusi.

Melalui kolom ini saya hanya bisa berharap APL merupakan kasus terakhir. Saya sedih, setiap kali ada kasus tangkap tangan KPK, di situ selalu ada pengusaha sebagai penyuap dan penyogok. Pengusaha kita harus melakukan revolusi mental. Dan menjadikan perusahaannya brand of value, bukan brand of shame.

Sumber gambar: highspeedtraining.co.uk

 

Related posts:

  1. Brand as a Movement
0
FacebookTwitterWhatsappEmail
yuswohady

Yuswohady, Managing Partner Inventure. Author of 50+ books on business & marketing, incl. the best seller "Millennials KILL Everything" (2019) and "Consumer Megashift after Pandemic" (2020).

previous post
Sharing Economy dan Koperasi
next post
The Second Generation Challenges #IBF2016

Baca Juga

Transformasi Mindset UKM

October 28, 2018

Giving Business Model

April 29, 2017

Pahlawan Pajak

September 3, 2016

Time to Give

July 20, 2016

Dengan Digital, Mengubah Dunia

June 5, 2016

Wetizen

March 11, 2016

Facebook, Freeport

December 5, 2015

The Power of Helping

November 7, 2015

Rudy

October 3, 2015

Social Biz Model

March 21, 2015

1 comment

heri sasono April 3, 2016 - 12:29 pm

Betul sekali untuk membangun brand butuh waktu cukup lama ttp jk tercemar sedikit akan rusak bahkan hancur spt pepatah nila setitik dpt merusak susu sebelanga.

Reply

Leave a Comment Cancel Reply

Save my name, email, and website in this browser for the next time I comment.

Artikel Terbaru

  • WELCOME ERA “CUCI PIRING” HABIS PANDEMI, TERBITLAH RESTRUKTURISASI

    June 21, 2022
  • “SESAT PIKIR” STARTUP DIGITAL

    June 21, 2022
  • KUTUKAN “BAKAR DUIT”

    June 21, 2022
  • REVENGE LEISURE

    June 13, 2022
  • NEW ERA OF STARTUP Post-Pandemic

    June 10, 2022
  • DON’T THINK JUST DO IT

    June 7, 2022
  • KENAPA INDOMARET & ALFAMART SELALU BERDEKATAN?

    June 7, 2022
  • NOSTALGIA MARKETING

    June 3, 2022
  • THE POWER OF 3R “REVIEW, RATING, RECOMMENDATION”

    May 31, 2022
  • PACEKLIK STARTUP DIGITAL

    May 25, 2022
  • GREAT BRAND LAUNCH

    May 23, 2022
  • WOM Adalah API FOMO Adalah BENSIN

    May 23, 2022
  • BRAND MEMECAT KONSUMEN

    May 20, 2022
  • INVESTASI STRATEGIS “TLKM X GoTo”

    May 17, 2022
  • THE DARK SIDE of WORD OF MOUTH MARKETING

    May 17, 2022
  • KENAPA FILM “KKN DESA PENARI” SUKSES?

    May 13, 2022
  • RIP iPod 3 Pelajaran Disrupsi

    May 12, 2022
  • SHAREABLE CONTENT

    May 11, 2022
  • DEMAND SHOCK MUDIK

    May 11, 2022
  • WORD OF MOUTH KHONG GUAN & MARJAN

    May 10, 2022

Langganan Artikel via Email

Recent Posts

  • WELCOME ERA “CUCI PIRING” HABIS PANDEMI, TERBITLAH RESTRUKTURISASI
  • “SESAT PIKIR” STARTUP DIGITAL
  • KUTUKAN “BAKAR DUIT”
  • REVENGE LEISURE
  • NEW ERA OF STARTUP Post-Pandemic
  • DON’T THINK JUST DO IT
  • KENAPA INDOMARET & ALFAMART SELALU BERDEKATAN?
  • NOSTALGIA MARKETING
  • THE POWER OF 3R “REVIEW, RATING, RECOMMENDATION”
  • PACEKLIK STARTUP DIGITAL
  • GREAT BRAND LAUNCH
  • WOM Adalah API FOMO Adalah BENSIN
  • BRAND MEMECAT KONSUMEN
  • INVESTASI STRATEGIS “TLKM X GoTo”
  • THE DARK SIDE of WORD OF MOUTH MARKETING
  • KENAPA FILM “KKN DESA PENARI” SUKSES?
  • RIP iPod 3 Pelajaran Disrupsi
  • SHAREABLE CONTENT
  • DEMAND SHOCK MUDIK
  • WORD OF MOUTH KHONG GUAN & MARJAN
  • Facebook
  • Twitter
  • Instagram
  • Youtube

@2020 - All Right Reserved. Designed and Developed by Wihgi.com


Back To Top