• Home
  • Biography
bu zamana kadar sadece babası ile beraber yaşayan mobil porno genç oğlan üniversiteyi bitirdikten sonra hiç bir iş bulamaz porno izle ve evinde pineklemeye başlar Babasının milf bir kadın porno resim ile evlenme kararı ile adeta dumura uğrayan oğlan bunu porno izle ilk başta istemese de belki onunla iyi anlaşacağını seks izle düşünerek evde olduğu zamanlarda canı sıkıldığında üvey annesi sex hikayeleri ile sohbet edeceğini düşünerek kendisini rahatlatır Babasının yeni evlendiği porno izle kadın beklediğinden de çok iyi anlaşan genç oğlan sapık ensest hislerine mobil seks hakim olamayarak üvey annesinin odasına gelip siker
yuswohady.com

Sharing Economy dan Koperasi

by yuswohady March 26, 2016
March 26, 2016

Salah satu manfaat sosial terpenting dari sharing economy adalah penciptaan wirausahawan individu (“individual entrepreneurs” atau sering juga disebut “micro-entrepreneurs”) melalui sebuah platform kolaborasi untuk mengubah aset menganggur (idle assets) menjadi layanan bernilai tinggi. Dalam kasus Gojek, wirausahawan individu itu adalah para pengojek yang bergabung dengan Gojek. Dalam kasus AirBnB, mereka adalah para pemilik rumah kosong atau kos-kosan yang memanfaatkan situs Airbnb.com.

Banyak dari mereka awalnya menganggur, namun berkat platform berbasis aplikasi itu mereka kemudian bisa bekerja dan mendapatkan penghasilan layak. Mereka mejadi self-employeed tanpa harus ribet mengurus ijin PT atau menyewa kios di Tanah Abang yang harganya selangit. Cukup menjadi anggota Gojek atau mendaftar di situs Airbnb.com, mereka bisa langsung “buka lapak” menawarkan jasanya melalui aplikasi.

Karena itu tak bisa dipungkiri, di tengah membludaknya pengangguran di negeri ini, plaform sharing economy menjadi “dewa penyelamat” bagi rakyat kebanyakan untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak.

CC_Shareable_Cities_LandingPage_V2

Perusahaan Rakyat
Saya menyebut perusahaan berbasis platform sharing economy sebagai “perusahaan rakyat” (people’s company). Kenapa? Karena perusahaan seperti Gojek, Uber, atau AirBnB mempekerjakan “rakyat kebanyakan” dengan pola kemitraan bagi hasil yang saling menguntungkan dengan pemilik platform. Pemilik platform memberikan tools yang memudahkan wirausahawan individu (pemilik motor, mobil, atau rumah kosong) menemukan konsumen, dan ketika terjadi transaksi, hasilnya dibagi berdua secara adil.

Dengan kemitraan semacam itu, potensi kewirausahaan rakyat mendadak menggeliat dan berpotensi menghasilkan kemakmuran yang lebih merata. Di dalam platform berbagi ini terjadi hubungan kemitraan bapak-anak angkat antara usaha besar (pemilik platform) dengan usaha kecil (wirausahawan individu). Menggunakan istilah pak David Marsudi pendiri D’Cost, pemilik platform di sini memainkan peran strategis sebagai “distributor rejeki”. Ketika Gojek atau Grab maju, maka dengan sendirinya para wirausahawan individu yang dinaunginya akan ikutan maju dan makmur. Pertumbuhan dengan sendirinya diikuti dengan pemerataan kemakmuran.

Dengan model bisnis semacam ini, maka platform sharing economy berpotensi menjadi model ekonomi alternatif yang lebih manusiawi dan beradab dibanding sistem kapitalisme yang selama ini kita adopsi. Kita tahu bersama bahwa sistem kapitalisme telah gagal total karena telah menghasilkan kerusakan akhlak (materialisme, egoisme, ketamakan), ekonomi (krisis 1929, 1998, 2008), sosial (ketimpangan kaya-miskin) dan lingkungan (pemanasan global). Sistem kapitalisme harus dirusak secara kreatif (creative destruction) untuk menghasilkan sistem yang lebih baik.

Public Good
Pertanyaannya, dengan sistem yang selama ini ada, apakah mekanisme solutif seperti yang saya gambarkan di atas bisa berlangsung? Saya ragu sejauh Gojek, Grab, atau AirBnB masih dimiliki oleh kaum kapitalis. Ketika platform sharing economy masih dimiliki dan dioperasikan oleh organisasi kapitalis, maka platform tersebut akan diposisikan sebagai mesin keuntungan (profit machine), bukan sebagai alat distributor rezeki (wealth distribution).

Dengan posisi semacam itu maka keuntungan ekonomi dari ekosistem ini akan disedot oleh pemilik modal (investor) bukan untuk kemanfaatan rakyat banyak (wirausahawan individu dan konsumen pemakai layanan). Kita ketahui bersama, kehadiran Gojek, Uber, Grab, AirBnB di tanah air tak ada urusan dengan penciptaan lapangan kerja atau pemerataan kemakmuran. Perusahaan-perusahaan itu hadir di sini untuk memanfaatkan pasar Indonesia yang lukratif dengan memanfaatkan tukang-tukang ojek kita, pemilik-pemilik mobil nganggur, pemilik-pemilik rumah kosong, dan tentu jutaan konsumen kita. Tujuannya sangat jelas untuk mendapatkan massa konsumen sebanyak mungkin dan ujung-ujungnya menghasilkan valuasi saham setinggi langit di bursa dunia.

Di tingkat dunia kini masih muncul perdebatan apakah platform sharing economy ini dimasukkan dalam kategori public good. Public good seperti jalan, jembatan, internet, World Wide Web, GPS (juga mungkin nantinya Google) seharusnya dikelola atau setidaknya diatur penggunaannya oleh negara agar tidak dimanfaatkan oleh free rider pencari keuntungan. Dengan menjadi domain publik maka bisa dipastikan operasi platform sharing economy seperti Gojek atau Grab akan diakomodasikan untuk kepentingan rakyat kebanyakan, bukan untuk segelintir pemilik modal.

Koperasi
Melihat potensi platform sharing economy sebagai alat strategis untuk mendistribusi kemakmuran, kita teringat pesan Bung Hatta mengenai koperasi sebagai soko guru perekonomian Indonesia. Seharusnya model bisnis sharing economy bisa menjadi eksperimen mutakhir untuk mewujudkan cita-cita bung Hatta. Platform sharing economy seharusnya bisa menjadi miniatur dari ekonomi kerakyatan seperti divisikan Bung Hatta.

Untuk mewujudkannya platform sharing economy harus dimiliki dan dioperasikan oleh para wirausahwan individu (tukang ojek, pemilik mobil, pemilik rumah) dalam sebuah wadah koperasi. Dengan format koperasi maka platform ini betul-betul dikelola oleh dan untuk wirausahawan individu yang tergabung di dalamnya, di samping tentu untuk memberi pelayanan terbaik kepada masyarakat sebagai konsumen. Di sini negara harus hadir untuk bernegosiasi dengan perusahaan global pemilik platform untuk secara bertahap mengakuisisi kepemilikan dan kemudian dalam jangka panjang mengalihkannya ke koperasi.

Menyusul demo pekan ini, pemerintah kini sedang sibuk menyusun payung regulasi untuk mengatur keberadaan platform sharing economy di sektor transportasi. Saya berharap pemerintah dan DPR tak hanya melihat regulasi tersebut sebatas aspirin yang meredam sesaat teriakan masyarakat. Pemerintah harus mengkaji arus besar sharing economy ini secara menyeluruh dan menjadikannya momentum untuk menghidupkan kembali spirit kerakyatan Bung Hatta dengan mencangkokkan sistem koperasi ke dalamnya.

Sebagai sebuah bangsa, kita sudah bosan dijajah pihak asing. Ratusan tahun kita dijajah Belanda untuk diambil rempah-rempah dan hasil buminya. Tak lama merdeka, di bawah kepemimpinan Suharto kita kemudian “dijajah” perusahaan multinasional yang perlahan tapi pasti menguasai beragam sektor industri (dari bank, telekomunikasi, pertambangan, otomotif, hingga konsumer). Ketika internet hadir, gelombang kapitalis global pun berebut masuk ke Indonesia untuk memodali start-up yang kelak bakal mendominasi jagat e-commerce Indonesia. Kita tak mau gelombang besar sharing economy sekarang ini (sekali lagi) menjadi ajang perburuan kapitalis global untuk mengekploitasi negeri ini. Kita tak mau negeri ini kian tergerus kemandirian ekonominya. Negara harus hadir melawannya.

Sumber gambar: collaborativeconsumption.com

Related posts:

  1. The Rise of Sharing Consumer
  2. Love Is Sharing
  3. “Brand Rakyat”
  4. Wetizen
0 FacebookTwitterWhatsappEmail
yuswohady

Yuswohady, Managing Partner Inventure. Author of 50+ books on business & marketing, incl. the best seller "Millennials KILL Everything" (2019) and "Consumer Megashift after Pandemic" (2020).

previous post
Creative Living
next post
Brand of Shame

Baca Juga

“Kawin & Caplok”

June 4, 2021

Gimana Agar Tech Giants Tidak Menjadi Predator?

May 26, 2021

The Fall of Clubhouse

May 23, 2021

Merek Berbahasa Indonesia

October 11, 2019

The Coming of the Asian Age

March 26, 2019

2018: Tanpa Resolusi Akhir Tahun

December 31, 2018

Transformasi Mindset UKM

October 28, 2018

“Golden Year” Berwirausaha

September 17, 2017

Scaling-Up

August 19, 2017

Brand Merah Putih

August 12, 2017

11 comments

Ashof March 26, 2016 - 9:12 pm

Artikel ini cukup berimbang. Menjelaskan benefit dari sharing economy kepada seluruh lapisan masyarakat, tapi juga mengingatkan akan ancaman kapitalis para investor yang siap menerkam di belakangnya. Nice artikel (y)

Reply
Prawoto March 31, 2016 - 10:26 pm

Terima kasih u/meng inspirasi masyarakat ukm u/sadar sosial

Reply
ANBA HUDAYA April 6, 2016 - 9:54 pm

Saya menunggu ulasan yg lebih detail dan mendalam dr kang siwo ttg sharing economy ini dlm sebuah buku. Saya tungguin kang buku barunya 🙂

Reply
Vika June 1, 2016 - 11:14 am

Hmmm…ragunya justru kalo dibahas di DPR…hahaha..

Reply
Pariwisata Kerakyatan — yuswohady.com October 1, 2016 - 8:50 pm

[…] ini beberapa bulan lalu saya pernah menyebut bahwa platform berbagi memiliki prospek untuk menjadi platform pemerataan kemakmuran. Syaratnya cuma satu, yaitu jika platform itu dimiliki, digunakan, dan dikelola oleh para pemain […]

Reply
Pariwisata Kerakyatan di Geopark Ciletuh - Berdesa October 3, 2016 - 2:51 am

[…] ini beberapa bulan lalu saya pernah menyebut bahwa platform berbagi memiliki prospek untuk menjadi platform pemerataan kemakmuran. Syaratnya cuma satu, yaitu jika platform itu dimiliki, digunakan, dan dikelola oleh para pemain […]

Reply
Koperasi, masihkah dibutuhkan?? – Jabmar Siburian Blog January 1, 2017 - 2:15 am

[…] Sebagai penutup, saya cuplikan tulisan menarik ‘Sharing Economy dan Koperasi’ dari Yuswohady, seorang motivator terkenal dan penulis dari sekitar 40 buku mengenai pemasaran (http://www.yuswohady.com/2016/03/26/sharing-ekonomi-dan-koperasi/). […]

Reply
Sharing Economy?? – indriananovitiara's blog April 19, 2017 - 1:52 pm

[…] http://www.yuswohady.com/2016/03/26/sharing-ekonomi-dan-koperasi/ […]

Reply
Cultureless Organization — yuswohady.com November 25, 2017 - 1:02 pm

[…] Baca juga: Sharing Economy dan Koperasi […]

Reply
Zanda Clause December 30, 2018 - 9:32 pm

Daripada menginstruksikan para pemilik Gojek, Tokopedia, atau perusahaan-perusahaan platform lainnya untuk mengubah perusahaan mereka menjadi koperasi, kenapa tidak kita buat saja koperasi platform yang akan menjadi kompetitor?

Reply
Achmad Bahauddin July 3, 2019 - 7:38 am

Selama Sharing Economy dilakukan dengan platform yang tersentralisasi hanya akan melajirkan kapitalis-kapitalis baru. Sharing bisa menjadi alat distribusi kemakmuran jika diterapkan di platform yang terdesentralisasi dengan teknologi Blockchain yang dikenal dengan DAO (Decentralized Autonomous Organization)

Reply

Leave a Reply to Pariwisata Kerakyatan — yuswohady.com

Save my name, email, and website in this browser for the next time I comment.

Artikel Terbaru

  • KENAPA REPUBLIKA CETAK HARUS TUTUP?

    January 30, 2023
  • MAL SEPI BAK KUBURAN

    January 30, 2023
  • KENAPA TIKTOK LEBIH POWERFUL DARI INSTAGRAM?

    January 30, 2023
  • FOMO (Fear Of Missing Out) Memicu EFEK DOMINO Menyebarkan Foto BOM BUNUH DIRI

    January 30, 2023
  • FOMO MOBIL LISTRIK

    January 30, 2023
  • Otentisitas bisa Menjadi Alat Diferensiasi Bisnis

    January 30, 2023
  • SLOGAN BARU JAKARTA

    January 19, 2023
  • RELIABILITY SPBU PERTAMINA

    January 19, 2023
  • MENDADAK TENIS ” FOMO Marketing Matters “

    December 5, 2022
  • PAMALI MARKETING PLAN 2023 PESIMIS

    December 5, 2022
  • 2023 TAHUN TERANG The Power of Self-Fulfilling Prophecy

    December 5, 2022
  • AKANKAH STARTUP BUBBLE PECAH?

    December 5, 2022
  • HABIS TERANG TERBITLAH GELAP FOMO matters.

    December 5, 2022
  • PHK META “Pelajaran Berharga”

    December 5, 2022
  • BAGAIMANA KONSUMEN PINDAH KE LAIN HATI?

    November 29, 2022
  • BIROKRASI MELAYANI BUKAN MENYULITKAN

    November 29, 2022
  • BLUNDER BAIM WONG Brand Harus Punya “Netizen Sensitivity”

    November 29, 2022
  • BRAND REPOSITIONING POLRI

    November 29, 2022
  • MENYIKAPI BRAND TERRORIST “Pelajaran dari Esteh Indonesia”

    November 29, 2022
  • FOMO MARKETING HYUNDAI IONIQ 5

    November 29, 2022

Langganan Artikel via Email

Recent Posts

  • KENAPA REPUBLIKA CETAK HARUS TUTUP?
  • MAL SEPI BAK KUBURAN
  • KENAPA TIKTOK LEBIH POWERFUL DARI INSTAGRAM?
  • FOMO (Fear Of Missing Out) Memicu EFEK DOMINO Menyebarkan Foto BOM BUNUH DIRI
  • FOMO MOBIL LISTRIK
  • Otentisitas bisa Menjadi Alat Diferensiasi Bisnis
  • SLOGAN BARU JAKARTA
  • RELIABILITY SPBU PERTAMINA
  • MENDADAK TENIS ” FOMO Marketing Matters “
  • PAMALI MARKETING PLAN 2023 PESIMIS
  • 2023 TAHUN TERANG The Power of Self-Fulfilling Prophecy
  • AKANKAH STARTUP BUBBLE PECAH?
  • HABIS TERANG TERBITLAH GELAP FOMO matters.
  • PHK META “Pelajaran Berharga”
  • BAGAIMANA KONSUMEN PINDAH KE LAIN HATI?
  • BIROKRASI MELAYANI BUKAN MENYULITKAN
  • BLUNDER BAIM WONG Brand Harus Punya “Netizen Sensitivity”
  • BRAND REPOSITIONING POLRI
  • MENYIKAPI BRAND TERRORIST “Pelajaran dari Esteh Indonesia”
  • FOMO MARKETING HYUNDAI IONIQ 5
  • Facebook
  • Twitter
  • Instagram
  • Youtube

@2020 - All Right Reserved. Designed and Developed by Wihgi.com


Back To Top
yuswohady.com
  • Home
  • Biography