Jumat pagi (18/9) lalu untuk kesekian kalinya saya diundang di program Indonesia Morning Show NET TV untuk membahas start-up yang keren dan lagi naik daun. Tamunya kali ini adalah Sofian Arjanggi dan Bonny Andrew pendiri kacamata kayu berlabel Kabau (bahasa Minang yang berarti kerbau). Kacamata kayu ini unik karena menggunakan bahan bekas papan luncur (skateboard).
Memulai bisnisnya tahun 2011, Kabau bisa dibilang perintis kaca mata kayu di tanah air. Selama sekitar empat tahun ini usaha Kabau berkembang pesat. Kadang mereka kelabakan memenuhi permintaan dari konsumen baik lokal maupun mancanegara. Dalam sebulan Sofian dan Andro memroduksi sekitar 25 kacamata dengan harga berkisar Rp 1-1,5 juta per bijinya. Proses distribusi berlangsung melalui email, media sosial, dan menitip ke toko-toko milik teman.
Yang membuat saya kagum pada keduanya adalah unique selling point yang mereka tawarkan. Pertama, proses pembuatannya mengandalkan kerajinan tangan (crafting) dan customized. Kedua, brand story-nya kuat karena mengusung konsep green karena diolah dari recycle papan luncur bekas. Ketiga, dengan konfiden mereka mengedepankan kearifan lokal dan nasionalisme. Dengan bangga mereka mencantumkan label “Handcrafted by RI” dalam produk dan kemasan mereka.
Dengan konsep produk yang unik tersebut, tak heran jika Kabau diminati konsumen global dari Australia, Jepang, hingga Hawai. Ketika saya tanya ke mas Sofian, apakah di masa krisis seperti sekarang bisnis mereka lesu. Dengan enteng ia menjawab, jusrtu saat sekaranglah penjualan mereka melesat. Biangnya gampang ditebak, rupiah sedang murah-murahnya, sehingga permintaan konsumen mancanegara meroket.
Pasar Ekspor
Sekitar dua minggu sebelumnya saya diundang hadir pada acara perayaan ulang tahun Bio Farma di gedung Sabuga Bandung. Saya diundang pak Iskandar, direktur utama, karena sejak enam bulan terakhir saya sedang meriset dan menulis buku beliau berjudul Life Science for Better Life. Tahun ini perayaan ulang tahun Bio Farma istimewa karena bertepatan dengan 125 perjalanan bisnis life science company kebanggaan Indonesia ini.
Acara diisi dengan atraksi kesenian seluruh karyawan dari berbagai bagian dan divisi yang ditampilkan secara kolosal. Yang istimewa, perayaan juga menampilkan para seniman suku Baduy yang memainkan kecapi khas Baduy. Ya, karena salah satu kegiatan corporate responsibility Bio Farma adalah melestarikan dan mengembangkan kebudayaan adi luhung suku Baduy. Dalam sambutannya, pak Is menguraikan betapa cerahnya prospek industri life science global, dan bermodal pengalaman 125 tahun Bio Farma siap untuk ikut mendulangnya.
Aura yang saya tangkap dari setengah hari mengikuti perayaan tersebut adalah optimisme yang begitu menggebu dari Bio Farma mengenai prospek bisnisnya di tengah pemain lain yang tiarap karena krisis. Biangnya gampang ditebak, karena pasar utama perusahaan life science terkemuka Asia ini adalah pasar mancanegara. Di tengah rupiah yang makin terpuruk sekarang, justru kinerja Bio Farma kian perkasa. Dengan sekitar 70-80 persen omsetnya datang dari ekspor ke 130 negara, Bio Farma menatap krisis di tanah air dengan optimisme dan kepercayaan diri.
It’s about Survival
Yang ingin saya ungkapkan dari perjumpaan dengan dua perusahaan hebat di atas adalah satu hal. Bahwa Anda harus berpikir keras untuk “mengamankan” sumber pendapatan perusahaan di tengah krisis dan pelemahan sistematis rupiah beberapa tahun terakhir. Seperti yang telah dilakukan dua perusahaan di atas, pesannya jelas. Pertama Anda harus terus memperkuat local content agar tetap tak bergeming dihempas dolar atau yuan. Kedua, Anda harus melakukan diversifikasi sumber pendapatan, tak hanya datang dari pasar domestik (rupiah), tapi juga pasar luar negeri (dolar).
Saya menamakan perusahaan yang mengepakkan sayap pasarnya hingga ke mancanegara dengan sebutan global chaser. Dulu ketika rupiah sehat walafiat, menjadi global chaser adalah sebuah pilihan. Namun kini ketika rupiah kian terlunta-lunta, menjadi global chaser untuk meraup dolar adalah sebuah keharusan. Bahkan lebih jauh lagi, menjadi global chaser adalah masalah hidup dan mati. It’s about survival.
Ketika fondasi rupiah kian rapuh, maka Anda harus memiliki roadmap jangka panjang untuk perlahan menggeser tujuan pasar ke mancanegara, tak cukup hanya menjadi jago kandang. Anda harus memiliki dua kaki: yang satu adalah kaki pasar domestik dan yang kedua kaki pasar mancanegara. Dengan portofolio sumber penghasilan yang lebih sehat antara pasar domestik dan mancanegara, maka Anda akan memiliki posisi yang lebih baik dalam menghadapi krisis seperti yang dinikmati Kabau dan Bio Farma. Ketika produk lokal Indonesia kompetitif di pasar global karena pelemahan rupiah, maka kini justru peluang emas bagi kita untuk mendulang dolar dari pasar luar negeri.
So, pesannya sangat jelas. Jadikanlah momentum krisis saat ini untuk menjadi the real global chaser, seperti Kabau dan Bio Farma. Jangan justru terus mengeluh karena pasar lesu, konsumen tak punya duit, jualan kian sulit. Anyway, saya suka dengan istilah ini: “be a global chaser is not a choice. It’s about a survival.”