yuswohady.com
  • Home
  • Biography
  • Home
  • Biography
bu zamana kadar sadece babası ile beraber yaşayan mobil porno genç oğlan üniversiteyi bitirdikten sonra hiç bir iş bulamaz porno izle ve evinde pineklemeye başlar Babasının milf bir kadın porno resim ile evlenme kararı ile adeta dumura uğrayan oğlan bunu porno izle ilk başta istemese de belki onunla iyi anlaşacağını seks izle düşünerek evde olduğu zamanlarda canı sıkıldığında üvey annesi sex hikayeleri ile sohbet edeceğini düşünerek kendisini rahatlatır Babasının yeni evlendiği porno izle kadın beklediğinden de çok iyi anlaşan genç oğlan sapık ensest hislerine mobil seks hakim olamayarak üvey annesinin odasına gelip siker
yuswohady.com

Brand as a Movement

by yuswohady August 30, 2014
August 30, 2014

Membangun brand kini tak cukup hanya pakai iklan dan promosi. Bahkan membangun brand dengan iklan kini sudah dianggap jadul, boring, dan tidak keren. “Yang sedang cool sekarang adalah membangun brand sebagai sebuah movement,” kata teman saya @Handoko_H, penulis buku hebat Brand Gardener. “Movement bisa menjadi cool factor bagi sebuah brand,” ujarnya. Movement bisa menjadi unsur pembeda (differentiating factor) bagi sebuah brand dibanding pesaingnya.

Apa itu brand as a movement? Sebelum sampai ke situ, saya ingin melihat tantangan-tantangan bisnis terkait dengan persoalan-persoalan sosial di masyarakat. Persoalan sosial kemasyarakan saat ini kian memprihatinkan mulai dari persoalan kemiskinan, kesehatan, infrastruktur, kemacetan, korupsi, hingga degradasi lingkungan.

Celakanya, biang di balik persoalan-persoalan itu rupanya adalah kalangan bisnis sendiri. Bisnis dianggap sebagai biang dari kian kurusnya bumi dan turunnya kualitas lingkungan. Bisnis juga musabab dari segepok problem sosial dari kesehatan, pendidikan, hingga korupsi. Bahkan bisnis juga kontributor persoalan-persoalan ekonomi dari kemiskinan hingga ketidakberdayaan masyarakat tertinggal.

Dengan background seperti itu, maka dunia bisnis tak bisa cuci tangan menganggap semua persoalan itu adalah tanggung jawab pemerintah. Kalangan bisnis harus peduli dan turun tangan untuk memecahkan persoalan-persoalan sosial kemasyarakatan itu. Nah, upaya membangun brand dengan cara mengusung gerakan untuk memecahkan persoalan-persoalan sosial kemasyarakatan inilah yang saya sebut branding as a movement.

Mengayomi Wong Cilik
Beberapa bulan lalu saya berkunjung ke PT KML yang didirikan teman saya pak Nadjikh. Sosok satu ini hebat karena dalam mengembangakan usaha, ia mengusung semangat branding as movement. Ia puluhan pabrik pengolahan ikan di berbagai pantai perairan Nusantara dengan satu tujuan mulia untuk mengangkat harkat-martabat nelayan kita. Berbeda dengan kebanyakan pengusaha besar konglomerat yang serakah menguasai bisnis dari hulu hingga hilir, pak Nadjikh fokus hanya mengembangkan industri pengolahan ikan dimana bahan bakunya ia beli dari para nelayan.

Sengaja ia tak melebarkan bisnisnya di usaha penangkapan ikan dengan kapal-kapal besar nan modern, karena ia sadar itu menjadi “jatahnya” para nelayan. Misinya satu, untuk memutus rantai kemiskinan nalayan. Harap diketahui, dari waktu ke waktu pekerjaan sebagai nelayan kini semakin tidak menguntungkan karena ulah tengkulak. Akibatnya, banyak nelayan kita pada lari ke kota untuk menjadi tukang batu.

Alih-alih menjadi predator yang memberangus sumber nafkah nelayan, KML justru mengayomi mereka dengan memberikan kepastian harga dan bisnis yang saling menguntungkan. Saat ini bisnis KML didukung oleh 600 UKM (pengepul) dan 125 ribu nelayan di sepanjang perairan Nusantara mulai dari Gresik, Madura, Makassar, Kendari, hingga Ambon. KML menjadi semacam bapak angkat bagi nelayan. Apa yang dilakukan KML tak lain adalah sebuah gerakan untuk memberdayakan nelayan hingga mencapai kehidupan yang lebih baik.

Solusi Penuh Kearifan
Dalam spirit yang sama Singgih Kartono dengan Radio Magno melakukan brand building dengan cara menggelar sebuah gerakan pemberdayaan desa. Radio Magno sepintas memang hanya seonggok kayu dengan sedikit komponen elektronik di dalamnya. Namun di balik itu terdapat sebuah idealisme luar biasa mengenai bagaimana sebuah desa seharusnya merespons kapitalisme dan globalisasi yang destruktif dengan pendekatan yang lebih arif dan manusiawi. Melalui Radio Magno, Singgih ingin menjadikan Kandangan, desa tempat lahirnya, sebagai model solusi alternatif bagi persoalan ekonomi, sosial, dan lingkungan.

Kehidupan desa Kandangan mengalami kemunduran sistematis baik secara ekonomi, sosial, maupun lingkungan sebagai akibat pendekatan pembangunan yang parsial dan instan. Kegagalan sektor pertanian misalnya, menjadikan warga desa jatuh miskin dan kemudian lari ke kota menjadi buruh pabrik atau kuli bangunan. Mereka yang tetap tinggal miskin di desa melakukan apapun untuk bisa survive hidup termasuk merambah hutan yang berpotensi merusak lingkungan.

Bisnis Singgih dibesut dengan spirit untuk memecahkan persoalan yang tipikal dihadapi seluruh desa di negeri ini. Untuk membendung laju urbanisasi, Radio Magno mengambil pekerja tidak terampil dari desa yang pelan-pelan dibangun kemampuannya hingga berkelas dunia. Ya, karena pasar utama Radio Magno adalah Jepang, Amerika, dan Eropa. Ia juga menanam hutan (replant) di daerah pinggiran desa seluas sekitar 10 hektar. Untuk radio kayunya, ia hanya memenfaatkan 0,5 hektar saja dengan prinsip “cut less, plant more”.

Dua pemimpin bisnis hebat di atas memiliki niat ingsun yang sama, yaitu mengusung misi mulia memecahkan persoalan-persoalan sosial yang hadir di masyarakat. Dengan memecahkan persoalan-persoalan aktual masyarakat, by default mereka menciptakan emotional connection dengan konsumen, partner bisnis, pemasok, dan segenap anggota stakeolders. Dengan memecahkan persoalan-persoalan sosial sesungguhnya mereka membangun reputasi, kepercayaan (trust), bahkan loyalitas dengan segenap stakeholders tersebut.

Dengan kata lain, dengan berkontribusi kepada masyarakat, sesungguhnya sedang melakukan brand building. Sebuah brand building yang tak hanya pencitraan, semu, dan selfish, tapi brand building yang solutif, rahmatan lil alamin, dan mulia.

 

Related posts:

  1. Brand Politisi
  2. Human Brand
0
FacebookTwitterWhatsappEmail
yuswohady

Yuswohady, Managing Partner Inventure. Author of 50+ books on business & marketing, incl. the best seller "Millennials KILL Everything" (2019) and "Consumer Megashift after Pandemic" (2020).

previous post
Livetwit “Membidik Pasar Kelas Menengah Muslim”
next post
Menteri Marketer

Baca Juga

Transformasi Mindset UKM

October 28, 2018

Giving Business Model

April 29, 2017

Pahlawan Pajak

September 3, 2016

Time to Give

July 20, 2016

Dengan Digital, Mengubah Dunia

June 5, 2016

Brand of Shame

April 2, 2016

Wetizen

March 11, 2016

Facebook, Freeport

December 5, 2015

The Power of Helping

November 7, 2015

Rudy

October 3, 2015

5 comments

Wahyu Blahe August 30, 2014 - 3:08 pm

Social Movement for the first time, kayaknya keren juga bila sebuah brand harus berkontribusi dahulu..

Reply
Ferry Djangkung September 22, 2014 - 11:24 pm

ini perlu disosialisasikan lebih luas….

Reply
Ferry Djangkung September 22, 2014 - 11:24 pm

perlu ada workshop yg seperti ini

Reply
mukena September 24, 2014 - 9:35 am

nice article, thanks pak yuswohady

Reply
rsigit February 8, 2015 - 6:08 am

sangat menarik pak yuswo. Ini “wajib” disosialisasikan ke banyak pihak dan semoga banyak pengusaha yang menjalankannya. Aamiin

Reply

Leave a Comment Cancel Reply

Save my name, email, and website in this browser for the next time I comment.

Artikel Terbaru

  • Megashift #5: Comeback of Homecooking

    March 26, 2021
  • Megashift #4: Healthiness Is the New Caring

    March 24, 2021
  • Megashifts #3: Deeper Family Bond

    March 21, 2021
  • Megashift #2: Insurance Becomes Necessity

    March 20, 2021
  • Megashift #1. Family Is Living in Anxiety

    March 18, 2021
  • The 4 Consumer Megashifts

    March 18, 2021
  • Consumer Megashifts 10X10

    March 14, 2021
  • City Will Be Killed by COVID-19

    March 12, 2021
  • Agility Is Your Most Valuable Asset

    March 7, 2021
  • Corona: A Serial Killer

    February 26, 2021
  • Sharing Economy in the Pandemic

    February 19, 2021
  • Syariah Universal

    February 12, 2021
  • Stay @ Home Lifestyle

    February 7, 2021
  • Best Business Book 2020 on COVID-19: My Picks

    December 27, 2020
  • Best Business Books 2020: My Picks

    December 24, 2020
  • Industry Megashifts 2021 (3)

    December 14, 2020
  • Industry Megashifts 2021 (2)

    December 14, 2020
  • Industry Megashifts 2021 (1)

    December 14, 2020
  • 6 Forces of Change 2021

    December 13, 2020
  • Konsumen Indonesia Optimis

    November 28, 2020

Langganan Artikel via Email

Recent Posts

  • Megashift #5: Comeback of Homecooking
  • Megashift #4: Healthiness Is the New Caring
  • Megashifts #3: Deeper Family Bond
  • Megashift #2: Insurance Becomes Necessity
  • Megashift #1. Family Is Living in Anxiety
  • The 4 Consumer Megashifts
  • Consumer Megashifts 10X10
  • City Will Be Killed by COVID-19
  • Agility Is Your Most Valuable Asset
  • Corona: A Serial Killer
  • Sharing Economy in the Pandemic
  • Syariah Universal
  • Stay @ Home Lifestyle
  • Best Business Book 2020 on COVID-19: My Picks
  • Best Business Books 2020: My Picks
  • Industry Megashifts 2021 (3)
  • Industry Megashifts 2021 (2)
  • Industry Megashifts 2021 (1)
  • 6 Forces of Change 2021
  • Konsumen Indonesia Optimis
  • Facebook
  • Twitter
  • Instagram
  • Youtube

@2020 - All Right Reserved. Designed and Developed by Wihgi.com


Back To Top