• Home
  • Biography
bu zamana kadar sadece babası ile beraber yaşayan mobil porno genç oğlan üniversiteyi bitirdikten sonra hiç bir iş bulamaz porno izle ve evinde pineklemeye başlar Babasının milf bir kadın porno resim ile evlenme kararı ile adeta dumura uğrayan oğlan bunu porno izle ilk başta istemese de belki onunla iyi anlaşacağını seks izle düşünerek evde olduğu zamanlarda canı sıkıldığında üvey annesi sex hikayeleri ile sohbet edeceğini düşünerek kendisini rahatlatır Babasının yeni evlendiği porno izle kadın beklediğinden de çok iyi anlaşan genç oğlan sapık ensest hislerine mobil seks hakim olamayarak üvey annesinin odasına gelip siker
yuswohady.com

Marketing to the Middle Class Moslem

by yuswohady July 6, 2014
July 6, 2014

Bulan Agustus 2014 ini, setelah Lebaran, buku terbaru saya akan terbit. Judulnya “Marketing to the Middle Class Moslem“. Buku ini mengacu pada hasil survei yang dilakukan oleh Center for Middle Class Consumer Studies (CMCS), lembaga tink tank yang didirikan oleh Inventure bersama Majalah SWA mengenai pasar muslim di Indonesia, khususnya kelas mengahnya. Pasar muslim di Indonesia sangat challenging! Kenapa? Karena, tak cuma potensinya yang luar biasa besar (kini jumlah konsumen muslim mencapai 87 persen dari seluruh penduduk Indonesia), tapi juga dinamika perubahannya beberapa tahun terakhir mencengangkan.

Bahkan kami berani mengatakan selama 5 tahun terakhir pasar middle-class moslem di Indonesia telah mengalami revolusi karena adanya pergeseran perilaku yang sangat mendasar. Tak heran jika kemudian pasarnya menggeliat dan marketer langsung pasang kuda-kuda untuk meraupnya. Berikut ini adalah beberapa di antara perubahan kasat mata fenomena menggeliatnya pasar middle-class moslem di Indonesia.

Pre-order “Marketing to the Middle Class Muslim di sini

Boom Bank Syariah

Sejak pertama kali dirintis Bank Muamalat pada tahun 1991, bank syariah di Indonesia tumbuh luar biasa mencapai hampir 40% tiap tahunnya, jauh melebihi pertumbuhan bank konvensional yang tak sampai 20%. Memang penetrasinya belum mencapai 5% (total aset) dari total pasar perbankan, namun geliat perkembangannya sungguh menjanjikan. Hingga akhir 2013 setidaknya kita telah memiliki 11 bank umum syariah (BUS), 23 bank syariah dalam bentuk unit usaha syariah (UUS), dan 160 bank pembiayaan rakyat syariah (BPRS). Kantor cabangnya mencapai 2.925 dan telah menggaet sekitar 12 juta lebih akun nasabah dengan dana pihak ketiga (DPK) yang diraup mencapai lebih dari Rp 175 triliiun. Luar biasa!!!

Revolusi Hijabers

Beberapa tahun terakhir fenomena “revolusi hijab” terjadi di Tanah Air dalam skala yang luar biasa besar. Mendadak berbusana hijab menjadi tren gaya hidup (fesyen, kosmetik, asesoris) yang menjalar bak virus ganas ke seluruh penjuru tanah air. Menariknya, tiba-tiba berhijab menjadi sesuatu yang cool, modern, trendy, techy, dan begitu diminati. Kami jadi ingat pagelaran puisi Cak Nun (Emha Ainun Nadjib) berjudul “Lautan Jilbab” di kampus UGM sekitar 30 tahun lalu (kala itu masih SMA). Waktu itu kami hanya bisa membayangkan, karena memang belum kejadian. Tapi kini “lautan jilbab” itu telah hadir di mana-mana: di jalan-jalan, di mal-mal, di seminar-seminar, di acara-acara TV. Betul-betul revolusi.

Kosmetik Muslim Kian Kinclong

Wardah adalah fenomena. Seiring dengan maraknya middle-class moslem dan revolusi hijabers, Wardah muncul sebagai pemain yang tiba-tiba menyeruak mencapai puncak sukses. Para pesaing “konvensional”-nya kebit-kebit karena takut kue pasarnya terpangkas. Iklannya di TV muncul hampir tiap hari. Brand ambassador-nya gonta-ganti (dari Inneke Koesherawati hingga Dewi Sandra). Varian produk dan subbrand-nya berkembang pesat. Sukses Wardah tak sepenuhnya karena kehebatan strategi. Sukses Wardah tak lepas dari rejeki nomplok yang muncul karena menggeliatnya pasar muslimah. Dalam waktu cepat pasar kosmetik muslimah ini bergeser dari niche (ceruk) menjadi mainstream (massal), dan Wardah beruntung bisa “menunggangi” pergeseran tersebut.

Rutin Berumroh, Why Not?

Meningkatnya daya beli middle-class moslem yang diikuti dengan murahnya biaya bepergian ke luar negeri (…thanks to budget airlines) membuat bepergian ke Tanah Suci menjadi demikian mudah dan terjangkau. Hasilnya gampang ditebak: industri travel religi (umroh, haji, wisata keagamaan) menggeliat menjadi bisnis menggiurkan. Kadang kami nggak habis pikir, di beberapa daerah kantong muslim seperti Jawa Timur, antrian haji bisa mencapai belasan tahun. Ya, karena yang mau berhaji meluap, sementara jatah dari pemerintah Arab Saudi tetap jalan di tempat. Rutin berumroh (tiga tahun sekali, bahkan setiap tahun) kini juga mulai banyak kita temui di kalangan keluarga muslim di Tanah Air.

Hotel Syariah Menjamur

Label syariah kini kian seksi. Apa-apa yang berlabel syariah kini kian diminati. Contohnya hotel. Dulu sama sekali tidak terbayangkan, hotel kok syariah. Namun sejak beberapa tahun terakhir hotel model baru ini tumbuh pesat. Itu artinya, pasarnya ada dan bertumbuh. Diawali oleh Hotel Sofyan sebagai pionir yang beralih dari hotel konvensional menjadi hotel syariah sejak tahun 1994, hotel syariah kini menjamur mencapai populasi 50-100 hotel. Dulu konsep ini aneh, tapi kini sudah mulai diterima konsumen muslim. Mereka mengaku citra hotel syariah yang “bersih” dan bernuansa religius membuat konsumen mendapatkan kenyamanan sekaligus keimanan sebagai seorang muslim. Dan yang pasti hotel syariah diminati ibu-ibu yang kita tahu menguasai 80% pengeluaran rumah tangga.

Kegairahan Budaya Islam

Menggeliatnya pasar middle-class moslem juga tercermin dari tumbuh pesatnya apa yang kami sebut “produk-produk budaya bernuansa Islam” seperti buku atau novel bernuansa Islam, apps bernuansa Islam, film bernuansa Islam, musik bernuansa Islam, termasuk dakwah Islam. Novel dan film “Ayat-Ayat Cinta” menjadi trigger dari menggeliatnya pasar novel Islam di Indonesia. Di dunia dakwah kita juga menyaksikan kegairahan baru dimana para ustad bermunculan sebagai sosok yang down to earth, merakyat, modern, techy, bahkan gaul. Dimulai dari Aa Gym, kemudian beranak-pinak dari ustad Jefri hingga ustad Solmed.

Kewirausahaan Muslim

Kewirausahaan muslim adalah tren yang hot di tanah air beberapa tahun terakhir.  Driver-nya adalah komunitas-komunitas wirausahawan muslim yang menjamur di seluruh tanah air, salah satunya adalah Tangan Di Atas (TDA). Komunitas yang berdiri tahun 2006 dan sebagian besar anggotanya adalah wirausahawan muslim ini kini telah hadir di hampir 50 kota dengan anggota milis mencapai puluhan ribu anggota. Tahun lalu saya diminta menjadi pembicara Wanita Wirausaha (Wanwir) Majalah Femina di berbagai kota. Kami surprise luar biasa, karena di setiap kota yang dikunjungi sebagian besar peserta berjilbab, alias wirausahawan muslimah.

Kian Kaya, Kian Bersedekah

Hot-nya pasar middle-class moslem tak hanya tercermin dari urusan beli produk dan layanan. Menggeliatnya pasar middle-class moslem juga tercermin dari makin getolnya mereka bersedekah dan membayar zakat. Survei Inventure tahun 2013 menunjukkan bahwa pengeluaran kelas menengah untuk zakat dan sumbangan mencapai 5,4% dari total pengeluaran bulanan, sebuah angka yang cukup besar. Teman saya, mas Thoriq Helmi, salah satu direktur di Dompet Duafa, pernah bilang bahwa sedekah dan zakat yang ditampung Dompet Duafa selama ini sebagian besar diperoleh dari middle-class moslem, dan potensinya terus bertumbuh dari tahun ke tahun. Dan menariknya, “90% lebih mereka membayar zakat via electronic channel seperti transfer ATM, debit, dll,” ujar mas Thoriq. Upsss, techy amat!!!

Label Halal Jadi Rebutan

Dulu label halal tidak begitu diperhatikan konsumen kita. Namun kini, label halal mulai dilirik dan menjadi faktor penting dalam pengambilan keputusan pembelian konsumen. Tak heran jika kemudian perusahaan berlomba-lomba melabeli produknya dengan stiker halal. Ujung-ujungnya bisnis label halal pun ikutan menggeliat. Barangkali karena hal ini dua instansi kita berebut untuk mendapatkan hak mensertifikasi produk halal.

Empat Sosok Konsumen Muslim

Konsumen kelas menengah muslim di Indonesia berubah sangat cepat dan fundamental. Semakin meningkatnya kemakmuran mereka sebagai akibat keberhasilan pembangunan selama justru mendorong mereka semakin religius dan spiritual. “Makin makmur, makin pintar, makin religius.” Kalimat ini sangat pas menggambarkan pergeseran itu.

Coba saja lihat beberapa fenomena menarik berikut. Dulu orang tak begitu peduli dengan makanan halal, kini mereka menjadi sangat peduli. Survei kami misalnya, mendapati 95 persen konsumen kosmetik mengecek label halal saat membeli produk. Dulu kaum muslim kita juga tak begitu konsern dengan praktek riba dalam berbank, kini mereka mulai peduli untuk menghindari riba. Buktinya bank syariah tumbuh hingga mencapai 40 persen pertahunnya. Begitu pula kaum wanita muslim kini semakin konsern untuk menutup auratnya, terbukti dengan munculnya fenomena revolusi hijab.

Setelah melakukan survei kualitatif, saya berhasil memetakan profil konsumen kelas menengah muslim Indonesia. Saya membagi mereka ke dalam empat sosok seperti tergambar pada matriks, yaitu: Apathist, Conformist, Rationalist, dan Universalist.

Apathis: “Emang Gue Pikirin?” Sosok ini adalah tipe konsumen yang memiliki pengetahuan, wawasan, dan seringkali tingkat kesejahteraan ekonomi yang masih rendah. Di samping itu, konsumen ini memiliki kepatuhan dalam menjalankan nilai-nilai Islam yang juga rendah. Konsumen tipe ini umumnya tidak memiliki pemahaman yang cukup mengenai produk-produk berlabel Islam atau menawarkan value proposition yang Islami. Karena itu mereka tak begitu peduli apakah suatu produk bermuatan nilai-nilai keislaman ataupun tidak.

Rationalist: “Gue Dapat Apa?” Sosok ini adalah tipe konsumen yang memiliki pengetahuan, open-minded, dan wawasan global, tetapi memiliki tingkat kepatuhan pada nilai-nilai Islam yang lebih rendah. Segmen ini sangat kritis dan pragmatis dalam melakukan pemilihan produk berdasarkan parameter kemanfaatannya. Namun dalam memutuskan pembelian, mereka cenderung mengesampingkan aspek-aspek ketaatan pada nilai-nilai Islam. Bagi mereka label Islam, value proposition syariah, atau kehalalan bukanlah menjadi konsideran penting dalam mengambil keputusan pembelian.

Conformist: “Pokoknya Harus Islam” Sosok ini adalah tipe konsumen muslim yang umumnya sangat taat beribadah dan menerapkan nilai-nilai Islam secara normatif. Karena keterbatasan wawasan dan sikap yang konservatif/tradisional, sosok konsumen ini cenderung kurang membuka diri (less open-minded, less inclusive) terhadap nilai-nilai di luar Islam khususnya nilai-nilai Barat. Untuk mempermudah pengambilan keputusan, mereka memilih produk-produk yang berlabel Islam atau yang di-“endorsed” oleh otoritas Islam atau tokoh Islam panutan.

Universalist: “Islami Itu Lebih Penting” Sosok konsumen muslim ini di satu sisi memiliki pengetahuan/wawasan luas, pola pikir global, dan melek teknologi; namun di sisi lain secara teguh menjalankan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari. Mereka memahami dan menerapkan nilai-nilai Islam secara substantif, bukan normatif. Mereka lebih mau menerima perbedaan dan cenderung menjunjung tinggi nilai-nilai yang bersifat universal. Mereka biasanya tidak malu untuk berbeda, tetapi di sisi lain mereka cenderung menerima perbedaan orang lain. Singkatnya mereka adalah sosok yang toleran, open-minded, dan inkulsif terhadap nilai-nilai di luar Islam.

Melihat perubahan-perubahan besar yang terjadi pada konsumen kelas menengah muslim kita, pertanyaan besar kemudian muncul di kalangan pemasar: Bagaimana mereka harus merespons? Apa saja strategi dan taktik ampuh yang harus dijalankan? Untuk menjawabnya buku ini mencoba menyusun enam prinsip-prinsip generik yang bisa digunakan sebagai panduan bagi mereka untuk menggarap pasar lukratif ini. Kami menyebutnya sebagai: “The Six Principles of Marketing to the Middle Class Moslem“.

#1. The Principle of Customer:

Customers become more religious. They begin to search for spiritual value

Inilah menariknya konsumen muslim Indonesia. Semakin makmur mereka, semakin knowledgeable mereka, dan semakin technology-savvy. justru mereka semakin religius. Mereka semakin mencari manfaat spiritual (spiritual value) dari produk yang mereka beli dan konsumsi. Yaitu produk-produk yang menjalankan kepatuhan (compliance) pada nilai-nilai dan ajaran-ajaran Islam. Ini berbeda dengan di dunia Barat misalnya, dimana ketika mereka beranjak maju, masyaraktnya justru semakin sekuler bahkan banyak yang tak memercayai lagi keberadaan Tuhan.

#2 The Principle of Competition:

Competition is about building brand persona. Connect your brand to the customer’s heart

Empat sosok yang mewakili potret kelas menengah muslim di atas memiliki impian, aspirasi, nilai-nilai, dan perilakunya masing-masing. Berdasarkan pemahaman mengenai karakteristik konsumen di masing-masing sosok, Anda akan tahu persis bagaimana memperlakukan mereka. Anda juga harus membangun personifikasi berdasarkan karakteristik dari masing-masing sosok tersebut, kemudian menciptakan koneksi emosional bahkan spiritual dengan mereka. Inilah yang kami sebut sebagai brand persona.

#3 The Principle of Positioning

Be an inclusive brand. Be a Universal Icon

Untuk mengambil hati kelas menengah muslim, merek Anda harus ramah-bersahabat, merangkul semua (tak hanya eksklusif sebatas kalangan muslim); open-minded alias terbuka dan berlapang dada terhadap informasi, ide, pikiran, aliran, atau pengaruh dari manapun dan siapapun; toleran terhadap perbedaan, dan selalu berpikiran positif dengan landasan kekuatan cinta. Itu semua harus Anda wujudkan dengan satu tujuan dalam rangka menghasilkan kebaikan universal (universal goodness) kepada seluruh stakeholders. Singkatnya, your brand must be an inclusive brand.

#4 The Principle of Differentiation

Build authenticity through commitment and passion. Create your own DNA.

Untuk membangun diferensiasi yang kokoh dan tak sulit ditiru oleh pesaing, maka merek Anda harus menjadi authentic brand. Anda tak cukup sekedar menempelkan label halal pada kemasan dan produk Anda. Untuk menjadi authentic brand, merek Anda harus menempatkan ketaatan kepada nilai-nilai luhur keislaman yang bersifat universal sebagai “reason for being” Anda . Untuk menjadi authentic brand mereka Anda harus menempatkan upaya-upaya mewujudkan kebaikan universal (universal goodness) sebagai “what the business are we in” Anda. Intinya, untuk menjadi authentic brand Anda harus menciptakan DNA sebagai merek Islami.

#5 The Principle of Value:

Offer unique unversal value. Balance your product and spiritual benefits

Ketika konsumen semakin menuntut manfaat spiritual dari sebuah produk, maka kami melihat bahwa nilai tertinggi bagi konsumen akan terwujud jika produsen mampu menghasilkan apa yang kami sebut sebagai nilai universal (universal value), yaitu gabungan antara manfaat produk (yang terdiri dari manfaat fungsional dan manfaat emosional) dan manfaat spiritual yang kemudian dibagi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan oleh konsumen. Untuk sukses Anda harus membangun bauran manfaat fungsional, emosional, dan spiritual yang unik untuk mengunci persaingan.

#6 Principle of Engagement:

Connect your customers to each other. Build a community of messengers

Kaum muslim adalah kelompok sosial yang memiliki kesamaan tujuan (shared purpose) yaitu untuk mencapai keselamatan di dunia dan akhirat dengan selalu menjalankan perintah-perintah Allah SWT dan menjauhi larang-larangan-Nya. Karena by default kaum muslim adalah sebuah komunitas, maka pendekatan pemasaran yang paling ampuh untuk menggarap pasar ini adalah dengan menggunakan pendakatan komunitas (community marketing) dengan mengoneksikan satu konsumen dengan konsumen lain di dalam komunitas.

****

Saya membagi buku ini menjadi dua bagian besar. Bagian I: Perubahan dan Perilaku Konsumen membahas perubahan-perubahan dan pola perilaku konsumen kelas menengah muslim kita di berbagai industri mulai fesyen hijab, makanan halal, kosmetik halal, bank, asuransi, dan investasi syariah, hingga hotel syariah. Sementara Bagian II: Strategi dan Taktik Pemasaran membahas pemetaan segmen kelas menengah muslim yang menghasilkan empat sosok konsumen dan enam prinsip strategi yang harus dijalankan oleh para pemasar untuk menggarap pasar ini.

Selamat membaca.

Related posts:

  1. Middle-Class Moslem
  2. Marketing Outlook 2012: The Rise of Indonesia’s Middle-Class Consumer
  3. The Rise of Asia’s Middle Class
  4. China’s Upper Middle Class Hungry for Luxury Product
  5. Indonesia Middle-Class Consumer Forum 2013
2 FacebookTwitterWhatsappEmail
yuswohady

Yuswohady, Managing Partner Inventure. Author of 50+ books on business & marketing, incl. the best seller "Millennials KILL Everything" (2019) and "Consumer Megashift after Pandemic" (2020).

previous post
Jokowi atau Prabowo… Kemenangan Indonesia
next post
PPM BookTalk “Marketing to the Middle Class Moslem”

Baca Juga

Milenial Jaman Now: Penggerak Leisure Economy

November 18, 2017

“Dua Dunia” Otak Kita

October 13, 2017

The Dark Side of the Gen Z

September 24, 2016

Bukber

June 18, 2016

Multi-Tribes Netizen

February 21, 2016

Strategy in Crisis

September 12, 2015

Consumers in Crisis

September 5, 2015

#C3000 dan Value Innovation

June 13, 2015

Value Innovator

May 31, 2015

Jomblo Lifestyle

October 25, 2014

30 comments

Dedy July 7, 2014 - 5:30 am

Top buat Mas Yuswohady, tambah satu lagi mas : Bisnis Jasa Aqiqah Makin Oke, As Shidiq bisa jual 1000 ekor per bulan, Mas Yuswohady bisa main ke Workshop kita… Bukunya kalau mau beli dimana?

Reply
PPM BookTalk “Marketing to the Middle Class Moslem” — yuswohady.com July 8, 2014 - 10:28 am

[…] menarik dari konsumen kelas menengah muslim di Indonesia. Semakin makmur dan knowledgeable mereka, semakin religius pula mereka. Mereka tak hanya mencari manfaat fungsional dan emosional (functional-emotional […]

Reply
Pre-Order Buku “Marketing to the Middle Class Muslim” — yuswohady.com July 12, 2014 - 12:46 am

[…] yuswohady Buku “Marketing to the Middle Class Muslim“ baru ada di TB Gramedia pada bulan Agustus (sehabis Lebaran) mendatang. Namun bagi yang nggak […]

Reply
Spiritual Value — yuswohady.com July 27, 2014 - 12:40 am

[…] lebaran ini banyak teman-teman di berbagai kota yang minta sharing mengenai buku anyar saya Marketing to the Middle Class Muslim (Gramedia Pustaka Utama, 2014). Praktis dalam seminggu ini sekalian mudik ke Yogya saya melakukan […]

Reply
Unique Universal Value — yuswohady.com August 2, 2014 - 10:05 am

[…] yuswohady Kalau mau diperas ke dalam sari-patinya, maka keseluruhan isi buku baru saya Marketing to the Middle Class Muslim (Gramedia, 2014) mengandung pesan esensial yang bisa diformulasikan dalam satu kalimat berikut: […]

Reply
Jasa Desain Company Profile August 8, 2014 - 8:02 pm

Makin makmur, makin hi-tech, makin religius? mantebbb… btw, mas Siwo, ini apa berbanding lurus dengan pilihan politik mereka?

Reply
Jasa Cetak Company Profile August 8, 2014 - 8:04 pm

Mas Siwo, kalau kita jualan “kemuslimannya”, pernah nggak ada yang bilang “menjual agama?” Soalnya beberapa temen kesannya nggak suka kalau kita menembak segmen menggunakan bau2 agama… mohon masukannya

Reply
Jasa Desain Company Profile August 8, 2014 - 8:06 pm

Mas Siwo, dari survei mas Siwo, dari 4 tipe konsumen muslim itu, mana yang paling besar “kue”nya?

(supaya saya nembaknya pas)

Reply
Connecting Muslim Customers — yuswohady.com August 9, 2014 - 11:00 pm

[…] yuswohady Minggu ini saya masih menulis mengenai buku anyar saya Marketing to the Middle Class Muslim. Ya, karena geliat pasarnya memang mencengangkan dan respons pembaca terhadap buku itu luar biasa. […]

Reply
Kuis #MiddleClassMuslim | Inventure August 21, 2014 - 3:33 pm

[…] acara seminar “Membidik Pasar Kelas Menengah Muslim” (senilai Rp 1 juta/tiket) plus 5 buku “Marketing to the Middle Class Muslim” (Gramedia, 2014) untuk 5 (lima) orang yang terpilih. Seminar yang diselenggarakan oleh Inventure […]

Reply
Ngobrolin #MiddleClassMuslim di Makassar — yuswohady.com August 21, 2014 - 4:54 pm

[…] temen-temen Makassar, kita ngobrolin buku terbaru saya “Marketing to the Middle Class Muslim” (Gramedia, 2014) yang lagi hot. Kebetulan hari ini ada di Makassar dalam rangka workshop klien. […]

Reply
Livetwit “Membidik Pasar Kelas Menengah Muslim” — yuswohady.com August 24, 2014 - 5:50 am

[…] III, sekaligus presentasi hasil riset Center for Middle Class Consumer Studies (CMCS) bertajuk: “Membidik Pasar Kelas Menengah Muslim: Pahami Perilakunya, Petakan Strateginya” di Hotel Sangri-La, pkl. 12.00 -16.00 WIB. Agar temen-temen bisa mengikuti materinya, saya kaan […]

Reply
Prakoso Bayu | Gurihnya Pasar Middle Class Muslim di Indonesia September 5, 2014 - 12:39 am

[…] distributor dengan volume penjualan terbesar untuk brand tersebut. Materi ini diambil dari buku “Marketing to the Middle Class Moslem” karya Pak Yuswohady dan istimewanya materi tersebut disampaikan langsung oleh Pak Yuswohady […]

Reply
Unique Universal Value | Bacaan Pagi September 8, 2014 - 8:44 pm

[…] mau diperas ke dalam sari-patinya, maka keseluruhan isi buku baru saya Marketing to the Middle Class Muslim (Gramedia, 2014) mengandung pesan esensial yang bisa diformulasikan dalam satu kalimat berikut: […]

Reply
PIa February 3, 2015 - 11:25 pm

Iyaa sih, hijaberss lagi gila2nya kang….

Reply
The Rise of Muslim Marketing in Indonesia | sikikiw February 9, 2015 - 4:30 am

[…] semakin yakin dengan potensi ini setelah membaca buku “Marketing To The Middle Class Moslem” karya Yuswohadi. Awalnya buku ini saya beli karena butuh referensi buat pekerjaan saya, eh ternyata malah […]

Reply
ferry cahyadi putra May 21, 2015 - 9:49 pm

Dear Pak Yuswohady,

Perkenalkan saya ferry dari Mandom Indonesia.
Ketemuan yuk pak..:)

Saya head of product planning di Mandom, ingin banyak belajar dari bapak….

Thanks
Ferry

Ayuk mas ketemuan 😉 adakah no kontaknya? no saya: 0815 899 5537

Reply
yuswohady June 2, 2015 - 3:21 am

Yuk mas 🙂

Reply
Retno Purwanto August 13, 2015 - 3:22 am

Dear Mas Yuswohady

Perkenalkan Saya Retno dari Samsung. Boleh minta no handphonenya mas? Saya tertarik untuk meminta mas yuswo share mengenai middle class consumer.

Ini no HP saya, 08158820755

Terima kasih
Retno

Reply
Celebrity and Entertainment Outlook 2015: Sebuah Perenungan | Farid on Journey August 19, 2015 - 5:20 am

[…] seiring pertumbuhan kelas menengah muslim di Indonesia, yang makin religius, modern dan konsumtif, mereka kini menjadikan konsumsinya sebagai […]

Reply
7 alasan wanita muslimah perlu berbisnis (dan link referensi bacaan marketing menarik) – Creativepreneur Mommy May 25, 2016 - 1:46 pm

[…] Dan sebagai penutup, ini saya menemukan artikel menarik tentang sudut pandang marketing untuk middle class moslem yang cocok diterapkan untuk pasar Indonesia, yang mayoritas masyarakatnya Muslim dan punya jumlah middle class-nya yang semakin meningkat >> disini  […]

Reply
Unique Universal Value : Strategi Penetrasi di Kalangan Generasi Muslim Millenium – Kawanpendi June 23, 2016 - 2:54 am

[…] mau diperas ke dalam sari-patinya, maka keseluruhan isi buku Marketing to the Middle Class Muslim (Gramedia, 2014) mengandung pesan esensial yang bisa diformulasikan dalam satu kalimat berikut: […]

Reply
Bila minimarket berdiri di lingkungan masjid – Ono Karsono Notes September 15, 2017 - 2:46 am

[…] jadi teringat sebuah buku “Marketing to the Middle Class Moslem” karya Yuswohady. Toko retail diatas suatu saat akan ada relevansinya dengan isi buku […]

Reply
Dicky Januar S December 22, 2018 - 6:00 am

Assalamu’alaikum wr.wb
Salam kenal, saya Dicky Januar S dari lembaga Nazhir Wakaf Power Wakaf Yakesma

Mas boleh ketemuan tuk sharing terkait materi diatas akan pasang pasar tuk development wakaf kalangan milenial?
Syukron jz

ini no hp saya 081292506697

Reply
Ketika Hijrah menjadi Lifestyle – Hauna Farm August 25, 2019 - 5:22 am

[…] fenomena yang datang tiba-tiba. Sejak 10 tahun lalu, melalui tulisan-tulisan dan dua buku saya Marketing to the Middle Class Muslim (2014) dan Generation Muslim #GenM (2016), saya sudah melihat akar dan […]

Reply
Ketika Hijrah menjadi Lifestyle – yuswohady.com October 26, 2019 - 1:28 pm

[…] fenomena yang datang tiba-tiba. Sejak 10 tahun lalu, melalui tulisan-tulisan dan dua buku saya Marketing to the Middle Class Muslim (2014) dan Generation Muslim #GenM (2016), saya sudah melihat akar dan […]

Reply
15 Tren Muslim Zaman Now (3) – yuswohady.com October 26, 2019 - 1:50 pm

[…] muslim di Indonesia berkembang begitu pesat seperti sudah saya tuangkan dalam dua buku saya Marketing to the Middle-Class Muslim (2014) dan #GenM (2017). Persis seperti diprediksi dua buku tersebut, pasar muslim kini kian […]

Reply
15 Tren Muslim Zaman Now (2) – yuswohady.com October 26, 2019 - 1:51 pm

[…] muslim di Indonesia berkembang begitu pesat seperti sudah saya tuangkan dalam dua buku saya Marketing to the Middle-Class Muslim (2014) dan #GenM (2017). Persis seperti diprediksi dua buku tersebut, pasar muslim kini kian […]

Reply
seragam anak tk muslim, seragam anak ra muslim, seragam anak paud November 19, 2019 - 5:14 am

[…] seiring dengan tumbuhnya masyarakat menengah muslim. silakan baca tulisan mas Yuswohadi tentang middle class muslim ini. menarik memang, disaat middle clas muslim ini tumbuh maka segala aktifitas yang terkait juga […]

Reply
Marketting To The Middle Class Muslim – Profesor Cinta March 15, 2021 - 12:58 am

[…] http://www.yuswohady.com/2014/07/06/marketing-to-the-middle-class-moslem/ […]

Reply

Leave a Reply to 15 Tren Muslim Zaman Now (2) – yuswohady.com

Save my name, email, and website in this browser for the next time I comment.

Artikel Terbaru

  • KENAPA REPUBLIKA CETAK HARUS TUTUP?

    January 30, 2023
  • MAL SEPI BAK KUBURAN

    January 30, 2023
  • KENAPA TIKTOK LEBIH POWERFUL DARI INSTAGRAM?

    January 30, 2023
  • FOMO (Fear Of Missing Out) Memicu EFEK DOMINO Menyebarkan Foto BOM BUNUH DIRI

    January 30, 2023
  • FOMO MOBIL LISTRIK

    January 30, 2023
  • Otentisitas bisa Menjadi Alat Diferensiasi Bisnis

    January 30, 2023
  • SLOGAN BARU JAKARTA

    January 19, 2023
  • RELIABILITY SPBU PERTAMINA

    January 19, 2023
  • MENDADAK TENIS ” FOMO Marketing Matters “

    December 5, 2022
  • PAMALI MARKETING PLAN 2023 PESIMIS

    December 5, 2022
  • 2023 TAHUN TERANG The Power of Self-Fulfilling Prophecy

    December 5, 2022
  • AKANKAH STARTUP BUBBLE PECAH?

    December 5, 2022
  • HABIS TERANG TERBITLAH GELAP FOMO matters.

    December 5, 2022
  • PHK META “Pelajaran Berharga”

    December 5, 2022
  • BAGAIMANA KONSUMEN PINDAH KE LAIN HATI?

    November 29, 2022
  • BIROKRASI MELAYANI BUKAN MENYULITKAN

    November 29, 2022
  • BLUNDER BAIM WONG Brand Harus Punya “Netizen Sensitivity”

    November 29, 2022
  • BRAND REPOSITIONING POLRI

    November 29, 2022
  • MENYIKAPI BRAND TERRORIST “Pelajaran dari Esteh Indonesia”

    November 29, 2022
  • FOMO MARKETING HYUNDAI IONIQ 5

    November 29, 2022

Langganan Artikel via Email

Recent Posts

  • KENAPA REPUBLIKA CETAK HARUS TUTUP?
  • MAL SEPI BAK KUBURAN
  • KENAPA TIKTOK LEBIH POWERFUL DARI INSTAGRAM?
  • FOMO (Fear Of Missing Out) Memicu EFEK DOMINO Menyebarkan Foto BOM BUNUH DIRI
  • FOMO MOBIL LISTRIK
  • Otentisitas bisa Menjadi Alat Diferensiasi Bisnis
  • SLOGAN BARU JAKARTA
  • RELIABILITY SPBU PERTAMINA
  • MENDADAK TENIS ” FOMO Marketing Matters “
  • PAMALI MARKETING PLAN 2023 PESIMIS
  • 2023 TAHUN TERANG The Power of Self-Fulfilling Prophecy
  • AKANKAH STARTUP BUBBLE PECAH?
  • HABIS TERANG TERBITLAH GELAP FOMO matters.
  • PHK META “Pelajaran Berharga”
  • BAGAIMANA KONSUMEN PINDAH KE LAIN HATI?
  • BIROKRASI MELAYANI BUKAN MENYULITKAN
  • BLUNDER BAIM WONG Brand Harus Punya “Netizen Sensitivity”
  • BRAND REPOSITIONING POLRI
  • MENYIKAPI BRAND TERRORIST “Pelajaran dari Esteh Indonesia”
  • FOMO MARKETING HYUNDAI IONIQ 5
  • Facebook
  • Twitter
  • Instagram
  • Youtube

@2020 - All Right Reserved. Designed and Developed by Wihgi.com


Back To Top
yuswohady.com
  • Home
  • Biography