Bulan Mei ini saya ketiban berkah ketemu dua sosok entrepreneur hebat. Satu Mohammad Nadjikh pendiri Kelola Mina Laut (KML) di Gresik, satunya lagi mas Karman pendiri Sidji Batik di Bantul Yogyakarta. Ada persamaan hakiki yang saya temukan dari dua sosok inspiratif ini yaitu bahwa mereka sukses di atas kesuksesan orang lain. Kuseksesan mereka terwujud karena mereka menyukseskan orang lain.
Karena itu saya meyakini bahwa kesuksesan mereka terwujud karena dukungan dari orang-orang yang telah mereka sukseskan. Kesuksesan mereka terwujud karena doa baik dari orang-orang yang telah mereka sukseskan. Wow, alangkah indahnya jika kesuksesan kita peroleh dengan cara-cara mulia seperti ini, bukan dengan cara menindas atau mencelakakan orang lain.
Nadjikh
Pak Nadjikh berasal dari keluarga penjual ikan miskin di Gresik yang mata pencahariannya terombang-ambing dipermainkan oleh tengkulak. Bapaknya meninggal saat ia berada di semester-semester awal kuliah di IPB, sehingga ia harus menggantikannya menghidupi 7 adiknya. Latar belakang seperti inilah yang mendorong pak Nadjikh mengembangkan prinsip bisnis mulia dengan menjalin kemitraan dengan nelayan untuk mengangkat taraf hidup mereka.
Melalui bendera Kelola Mina Laut (KML) pak Nadjikh mengembangkan puluhan pabrik pengolahan ikan di berbagai pantai perairan Nusantara. Niatnya mulia untuk mengangkat harkat-martabat nelayan kita. Berbeda dengan kebanyakan pengusaha besar konglomerat yang serakah menguasai bisnis dari hulu hingga hilir, pak Nadjikh fokus hanya mengembangkan industri pengolahan ikan dimana bahan bakunya ia beli dari para nelayan.
Sengaja ia tak melebarkan bisnisnya di usaha penangkapan ikan dengan kapal-kapal besar nan modern, karena ia sadar itu menjadi “jatahnya” para nelayan. “Saya tak mau menutup rezeki mereka,” ujarnya. Karena berasal dari keluarga penjual ikan, Nadjikh tahu persis bagaimana susahnya kehidupan nelayan yang senantiasa dipermainkan oleh para tengkulak. Maju kena mundur kena: ketika tangkapan ikan sedang banyak harga dibikin jatuh oleh tengkulak; begitu juga ketika tangkapan sedang sedikit.
Karena itu, seperti diungkapkannya ke saya beberapa minggu lalu, misinya membangun pabrik pengolahan ikan di sepanjang pesisir pantai Nusantara adalah untuk memutus rantai kemiskinan nalayan. “Saya sedih karena dari waktu ke waktu pekerjaan sebagai nelayan semakin tidak menguntungkan karena ulah tengkulak. Akibatnya, banyak nelayan kita pada lari ke kota untuk menjadi tukang batu,” ujarnya.
Karman
Mas Karman melakukan hal yang kurang lebih sama dengan pak Nadjikh. Melalui Sidji Batik ia melakukan dua hal mulia sekaligus. Pertama melestarikan batik dengan mengemasnya menjadi premium brand di pasar Asia, Amerika, atau Eropa. Kedua, mengangkat harkat-martabat dan taraf kehidupan mbah-mbah pengrajin batik dengan konsep kemitraan penuh cinta dan keikhlasan. Seperti halnya pak Nadjikh, mas Karman punya mimpi besar bahwa profesi membatik haruslah menjadi profesi elit dan menguntungkan sehingga banyak orang bangga menekuninya. Untuk mewujudkannya, branding batik menjadi alat yang ampuh.
Pada saat saya mengunjungi Sidji Batik Studio di desa Wijirejo, Pandak, Bantul, terus terang saya prihatin, karena profesi ini kini hanya diminati mbok-mbok dan mbah-mbah yang sudah sepuh. Mas Karman menyebut mereka sebagai “pahlawan batik” karena telah mengabdikan hidupnya puluhan tahun untuk melestarikan batik. Celakanya, kaum perempuan yang muda-muda kini pada malu dan lebih suka menjadi penjaga konter-konter mal di Jakarta. Pertanyannya, kalau kaum muda kita sudah malu menekuni profesi pembatik karena dianggap jadul dan tidak keren, lalu siapa yang bakal melestarikannya?
Mas Karman membangun Sidji Batik dengan spirit of giving untuk melestarikan kekayaan budaya Nusantara yang sudah diakui dunia ini. Karena itu ia fokus untuk menghasilkan rancangan-rancangan motif batik yang diminati pasar luar negeri dengan tidak meninggalkan pakem dan kearifan lokal penciptaan batik Indonesia. Kini Sidji Batik mengayomi sekitar 400 pembatik gurem di Bantul dan pelan-pelan mengangkat taraf kehidupan mereka melalui hubungan kemitraan yang saling menguntungkan.
Menebar Kebaikan
Belajar dari prinsip bisnis mulia yang dijalankan pak Nadjikh dan mas Karman, kita menemukan butir-butir kearifan yang luar biasa. Pelajaran terpenting yang bisa diambil oleh para entrepreneur adalah bahwa, sukses mereka adalah “sukses yang istimewa” karena menghasilkan kesuksesan bagi orang-orang di sekitarnya. Mereka menuai sukses dengan menebar benih-benih kebaikan dan kemanfaatan kepada orang lain. Benih-benih kebaikan ini kemudian tumbuh subur membentuk goodwill berupa kepercayaan (trust), reputasi, empati, koneksi emosional, atau pengertian di kalangan orang-orang yang telah mereka bantu kesuksesannya
Ingat hukum memberi, semakin banyak kita memberi, maka semakin banyak pula kita mendapatkan. Semakin banyak kita menebar kesuksesan bagi orang lain, maka kita akan menuai kesuksesan yang berlipat-lipat lebih besar lagi. Kenapa bisa begitu? Karena orang-orang sekitar yang telah “berhutang kesuksesan” kepada kita cepat atau lambat akan “membalasnya”. Mereka akan bahu-membahu membantu balik kesuksesan kita. Prinsip bisnis mulia inilah yang 1000% diyakini keampuhannya baik oleh pak Nadjikh maupun mas Karman.
Bahkan bagi pak Nadjikh dan mas Karman bentuk bantuan itu tak mesti harus berupa uang, tenaga, atau fasilitas. Bagi mereka, bantuan doa saja sudah merupakan berkah yang luar biasa nilainya. Persis seperti diungkapkan mas Karman ke saya beberapa hari lalu. Bagi mas Karman, doa baik dari mbah-mbah pembatik yang diayominya adalah energi yang luar biasa dahsyat baginya untuk menggapai kesuksesan yang lebih besar lagi. Wow, alangkah indahnya!!!
4 comments
4 jempol untuk tulisan ini.. Subhahanallah masih ada sosok seperti mas Karman dan pak Nadjikh yang peduli dengan kesuksesan orang lain..eehh mas Siwo jugaaaaa.. Keep writing and sharing ya mas..
jika setiap pengusaha di indonesia menerapkan cara seperti diatas..saya yakin indonesia sejahtera..
makasih Pak, bapak kumpulin satu-satu kisah dari para pelopor “the Winning Giver’ ini dan dibagikan kepada publik, semoga ripple effect nya makin besar dan cepat, bravo!
artikel diatas…terutama soal batik imogiri jogja..memberi inspirasi dan semangat baru bagi saya. Apalagi Jogja telah ditetapkan sebagai kota batik. Meski sebagai orang Jogja asli saya agak heran. Kota batik??Dari Eyang-Ibu(keduanya sudah almarhumah) saya adalah pembatik tulis yg sangat halus kualitasnya dengan motif-motif asli kraton. Tapi sejak tahun 80-an sampai sekarang tidak juga bangkit. Kondisi kantor koprasi batik pun mengenaskan krn dulu saya sering disuruh beli malam/lilin di koprasi itu. Dan toko yang masih jual peralatan membatik pun tinggal satu yaitu toko tua di dekat tamansari barat kraton. Namanya Toko Prawoto (skrg dah generasi ke 3). Yang dijual di Jogja kebanyakan batik cap dari solo n pekalongan. Saya lagi coba membuat seni kerajinan lukis bordir untuk memperkaya seni kerajinan di jogja setahun ini. Tapi perjuangan ini masih panjang.