Dalam tulisan minggu lalu saya membahas temuan menarik dari riset yang dilakukan Adam Grant, penulis buku Give and Take. Menurutnya, ada dua jenis Giver, yaitu Giver yang masuk dalam kelompok bottom performer (untuk gampangnya saya sebut Losing Giver) dan Giver yang masuk ke dalam top performer (saya sebut Winning Giver). Pertanyaan menariknya, kenapa ada Losing Giver dan Winning Giver? Apa yang membedakan keduanya? Dan yang paling penting, bagaimana cara untuk menjadi Winning Giver dan bukannya terperosok menjadi Losing Giver?
Tak Kalah Ambisius
Pertama-tama saya perlu mempertegas terlebih dahulu persepsi dan kesalahan-pahaman kita mengenai sosok Giver. Membayangkan sosok Giver vs Taker besar kemungkinan Anda akan terjebak pada stereotype bahwa seorang Taker adalah sosok yang ambisius, pekerja keras, haus capaian (high achiever), hobi berkompetisi, ngotot dalam meraih kesuksesan. Sementara Giver adalah sosok nrimo, suka memberi sumbangan, (filantropis), gampang mengalah, tak punya ambisi apapun, menghindari kompetisi, dan tak punya sense of achievement.
Anda salah besar. Seorang Giver juga bisa tak kalah ambisius dibanding Taker. Mereka juga bisa sangat haus capaian melebihi Taker. Mereka juga bekerja tak kalah keras dan ngotot dibanding Taker dalam mewujudkan mimpi dan keinginannya. Justru Winning Giver banyak diisi oleh sosok Giver yang ambisius, high achiever, pekerja keras, dan sangat produktif. Sosok pemimpin bisnis Winning Giver seperti Arief Yahya (Telkom), Stanley Atmadja (Adira Finance), David Marsudi (D’Cost), atau Buntoro (MAK) adalah sosok-sosok high achiver yang ngotot mengejar target-target perusahaan.
Kalau sama-sama ambisius dan haus capaian, lalu apa beda mendasar Giver dan Taker? Bedanya, seorang Giver juga ambisius dan haus capaian tapi tetap dalam konteks memberikan value dan kemanfaatan kepada pihak lain (konsumen, karyawan, partner, masyarakat, negara, bahkan umat manusia), bukan melulu untuk dirinya sendiri. Jadi motif yang mendasari tindakan Giver dan Taker inilah yang membedakan keduanya: yang pertama fokus pada other-interest, sementara yang kedua pada self-interest.
Menariknya, misi dan tanggung jawab untuk memberikan value dan kemanfaatan terbaik kepada pihak lain ini justru menjadi pengungkit (leverage) bagi seorang Giver untuk bekerja sekeras mungkin dan mencapai personal excellence. Motif memberi kemanfaatan kepada pihak lain menjadi “asupan energi” luar biasa bagi mereka dalam mewujudkan great achievement, tak cukup sekedar good achievement.
Selfless vs Otherish
Kalau demikian keadaannya, pertanyaannya kemudian: apakah menjadi seorang Giver harus tak memiliki kepentingan pribadi apapun? Untuk menjawabnya, Grant membagi Giver ke dalam dua tipe, yaitu: Selfless Giver dan Otherish Giver. Selfless Giver adalah sosok Giver yang sama sekali tak memiliki kepentingan pribadi. Seluruh upaya dan tindakannya sepenuhnya didedikasikan untuk orang lain, tanpa pernah sekecilpun memikirkan imbalan. Mereka adalah tipe Giver yang nrimo, nir ambisi, minim sense of achievement dan tak cukup memiliki sense of purpose atas segala tindakan yang dilakukannya. Celakanya, menurut survei Grant, tipe Giver semacam ini justru masuk dalam kelompok Losing Giver alias berada di posisi bottom performer. Secara common sense hal ini wajar mengingat Giver jenis ini bisa dengan mudah dieksploitasi dan dimanfaatkan oleh sosok Taker.
Jenis Giver kedua adalah Otherish Giver, yaitu Giver yang fokus untuk memberikan value dan kemanfaatan kepada pihak lain, tapi tetap memiliki tujuan ambisius untuk mencapai kesuksesan pribadi. Nah, ambisi untuk mencapai kesuksesan pribadi tersebut dimaksudkan agar ia bisa memberikan value, kemanfaatan, dan kesuksesan yang lebih besar lagi kepada pihak lain. Giver tipe inilah, menurut survei Grant, yang justru banyak menempati posisi top performer. Merekalah The Winning Givers.
Azim Jamal dan Harvey McKinnon dalam buku The Power of Giving (2013) menulis, “If you are weak, you can’t take care of others, and if you have little to give, you won’t reach your full potential.” Kalau Anda tidak sukses, bagaimana mungkin Anda bisa menjadikan orang lain sukses. Kalau Anda tidak semakin sukses, bagaimana Anda bisa menjadikan orang lain semakin sukses. Singkatnya, misi dasar untuk menyukseskan orang lain menjadi sebuah energi yang tak pernah habis bagi Winning Giver untuk mencapai sukses pribadi. Core belief inilah yang menjadi keutamaan karakter seorang Winning Giver sekaligus menjadi sumber kesuksesannya.
Mestakung
Dengan motif memberi seperti saya uraikan di depan, Winning Giver tak hanya mampu mewujudkan good success, tapi lebih jauh lagi great success. Dan tak hanya itu, di samping mencapai sukses luar biasa, Winning Giver juga menciptakan kemuliaan dari kesuksesan itu. Singkatnya, mereka menghasilkan sukses yang mulia. Kenapa demikian?
Kesuksesan Winning Giver menciptakan apa yang disebut Grant “ripple effect”, dimana sukses mereka menghasilkan keberhasilan bagi orang-orang di sekitarnya. Orang-orang sekitar yang telah “berhutang kesuksesan” kepada si Winning Giver itulah yang kemudian bahu-membahu membantu balik kesuksesan si Winning Giver. Ripple effect ini terus berulang membentuk sebuah lingkaran malaikat (virtuous circle) sehingga kedua belah pihak menuai kesuksesan secara bersama-sama melalui mekanisme win-win game, bukan zero-sum game.
Sukses Winning Giver adalah sukses yang terbentuk dalam kurun waktu lama dengan cara menebar benih-benih kebaikan dan kemanfaatan kepada pihak lain. Benih kebaikan dan kemanfaatan ini berkembang pelan-pelan sehingga kemudian membentuk goodwill berupa kepercayaan (trust), reputasi, empati, koneksi emosional, atau pengertian di kalangan orang-orang yang telah dibantu dan mendapatkan manfaat darinya. Karena itu, sosok Winning Giver adalah tipe pemimpin yang merintis kesuksesan dalam kurun waktu lama, bukan kesuksesan instan.
Itu semua menjadi “modal sosial” kunci bagi kesuksesan jangka panjang si Winning Giver. Di kalangan Winning Giver, hukum “mestakung” (semesta mendukung) bekerja dengan sangat massif, dalam bentuk dukungan dari orang-orang yang pernah dibantu kesuksesannya di waktu-waktu sebelumnya. Dalam bahasa awam, hal ini sering disampaikan dengan ungkapan, “the more you give, the more you get”.
6 comments
Saya baru memulai berbisnis di bidang komunikasi internal/organisasi, sy akan mengadopsi cara ini. Yang sy lakukan adalah melakukan road show berbagi pengalaman & manfaat tentang hal ini kepada mahasiswa dan organisasi, tanpa fee. Maksudnya membukakan wawasan bagaimana good will dalam berkomunikasi dalam organisasi dapat mengecilkan kerugian, membahagiakan karyawan dan menambah skill komunikasi pribadi. Sekaligus membuka jaringan dan mencari peluang2 kerjasama. Kira-kira ini sudah di jalan menuju posisi the Winning Giver belum ya pak?
Membaca semua ini kita terpetakan/terbayang siapa saja orang2 masuk kategori giver dan taker.
Banyak pelajaran yg dapat kita ambil.
Wahh, Joss mas yuswo.
Mari kita semua menjadi winning giver untuk hidup kita lebih baik dan dunia yg lebih baik.
————————–
Baihaqi
Owner Royale Property & Royale Interior InteriorFurnitur.com
Confirmed… insight yg sama dari obrolan kemarin….
[…] sekarang: “collaboration & cocreation“. “Salah satu keunggulan KML adalah ngopeni (mengayomi) yang kecil,” ujarnya […]
[…] kerennya sekarang: “collaboration & cocreation“. “Salah satu keunggulan KML adalah ngopeni(mengayomi) yang kecil,” ujarnya […]