Saat ini saya sedang getol menyelesaikan riset untuk buku saya terbaru berjudul Giving Leader yang insya Allah terbit bulan agustus 2014 mendatang. Pengembaraan riset melabuhkan saya pada buku karya profesor muda nan jenius, Adam Grant, dari sekolah bisnis Wharton. Buku fenomenal ini berjudul Give and Take (2013). Menurut profesor psikologi organisasi berusia 31 tahun ini, orang dibagi menjadi tiga kelompok besar yaitu: Giver, Taker, dan Matcher.
“Dog-Eat-Dog” World
Taker adalah sosok selfish yang selalu menempatkan kepentingan diri sendiri di atas kepentingan orang lain. “Kepentingan diri sendiri adalah panglima,” begitu kira-kira semboyan hidup mereka. Mereka cenderung tak peduli pada orang lain. Ia peduli kepada orang lain sejauh itu menguntungkan bagi dirinya. Dalam setiap relasi dengan pihak lain ia selalu berpikir harus mendapatkan lebih banyak dari orang lain, dibanding yang mereka berikan: “get more than they give.”
Sosok Taker meyakini bahwa dunia ini penuh persaingan kejam dimana satu sama lain harus saling memakan (“dog-eat-dog” world). Karena itu mereka meyakini bahwa untuk sukses, mereka harus lebih unggul dan bisa mengalahkan orang lain. Untuk sukses dalam karir, bisnis, atau politik mereka harus mampu melemahkan bahkan membinasakan orang lain sehingga ia menjadi stand-out bertabur keponggahan dan decak kagum.
Tak usah sulit-sulit membayangkan, coba saja lihat dog-eat-dog world ini tercermin dalam parsaingan antar caleg bulan lalu. Mindset para Taker sangat simpel: Sukses mereka membawa konsekuensi tidak suksesnya orang lain. Itu sebabnya dunia di benak mereka layaknya sebuah permainan menang-kalah (zero-sum game).
Untuk bisa lebih unggul maka Taker berupaya mati-matian membuktikan kompetensi dengan mempromosikan diri (self-promoting) dan menonjolkan kredit yang didapat dari setiap upaya yang mereka lakukan (bahkan kalau perlu mencuri kredit dan kontribusi orang lain). Taker selalu dibayang-bayangi obsesi untuk selalu menjadi pemenang (winner), karena bagi mereka menjadi pecundang (loser) adalah keaiban paling nista dalam hidup. Dunia Taker adalah dunia sikut-sikutan yang destruktif dan melelahkan.
Dengan keprihatinan mendalam (sambil menelan ludah, hehehe..) saya katakan sebagian besar dari kita punya mindset dan cara berpikir Taker ini. Itulah gambaran mahluk lemah nan sombong bernama manusia.
Other-Focused
Giver memiliki mindset yang bertolak belakang dibanding Taker. Giver selalu menginginkan memberi lebih banyak ke orang lain dibanding yang mereka dapat: “give more than they get”. Kalau Taker selalu “self-focused”, maka Giver justru “other-focused”. Mereka lebih fokus memberikan kontribusi dan manfaat kepada orang lain ketimbang mendapatkan sesuatu dari orang lain. Kenikmatan hidup seorang Giver didapat ketika mereka bisa memberikan waktu, tenaga, uang, atau ilmu kepada orang lain tanpa berharap mendapat imbalan apapun.
Seorang Giver tidak ditentukan oleh banyaknya sumbangan filantropis yang diberikan seseorang kepada orang lain. Walaupun Bill Gates misalnya, memberikan triliunan rupiah sumbangan untuk kaum papa, bisa jadi ia masuk golongan Taker kalau kepentingan udang di balik batunya begitu dominan. Jadi seorang Giver ditentukan oleh pola pikir, sikap, dan tindakan yang selalu menempatkan kepentingan orang lain di atas kepentingan mereka sendiri. Untuk menjadi seorang Giver Anda tak harus ekstrim menjadi Bunda Teresa atau Mahatma Gandhi yang mendedikasikan seluruh hidupnya untuk orang lain. Dengan porsi dan kemampuan yang dimiliki, kita bisa menjadi seorang Giver.
Lalu apa itu Matcher? Matcher ada di tengah-tengah antara Taker dan Giver. Mereka memiliki mindset bahwa ketika memberikan sesuatu kepada orang lain, mereka harus mendapatkan imbalan yang sepadan. Kalau Giver ikhlas memberikan kemanfaatan kepada orang lain, maka Matcher selalu berhitung dengan jeli antara apa yang diberikan dan apa yang didapat. Pola pikir Matcher selalu dilandasi prinsip keadilan dan pertukaran kemanfaatan yang ditelisik betul cost-benefit nya.
Winning Giver
Kalau Anda ditanya: “Mana di antara Taker, Giver, dan Matcher yang paling sukses dalam karir, bisnis, dan politik?” “Dan mana yang paling berkecenderungan gagal?” Apa kira-kira jawaban Anda? Secara common sense Anda pasti sependapat dengan saya, bahwa Giver pastilah berkecenderungan untuk lebih tidak sukses dalam karir, bisnis, dan politik dibandingkan Taker dan Matcher. Ya, karena Anda pasti menduga bahwa Giver adalah sosok yang nrimo, tidak ambisius, rela berkorban untuk kebaikan orang lain, dan bahkan ikhlas mengorbankan kesuksesannya demi kesuksesan orang lain.
Bagan: “Success Ladder”
Anda tidak salah. Survei Adam Grant mengonfirmasi hal tersebut. Kalau digambarkan dalam “tangga kesuksesan” (lihat bagan) dimana dasar tangga menunjukkan orang-orang yang paling tidak sukses (“the loser”) dalam karir, bisnis, dan politik; sementara puncak tangga mewakili orang-orang yang paling sukses (“the winner”). Survei Adam Grant di berbagai lapangan pekerjaan mulai dari dokter, insinyur, salesman, pengusaha, hingga politisi menemukan bahwa posisi “the loser” banyak diisi oleh para Giver.
Pertanyaannya kemudian, mana dari Taker, Giver, dan Matcher yang menduduki posisi top performer alias “the winner”? Sekali lagi dengan common sense, Anda pasti menduga “the winner” akan banyak diduduki oleh para Taker yang selintas ambisius bahkan seringkali menghalalkan segala cara untuk memenangkan persaingan dan meraih kesuksesan. Anda salah besar. Survei Adam Grant menghasilkan temuan yang mencengangkan. Seperti tampak pada bagan, rupanya posisi top performers banyak diisi oleh para Giver juga. Taker dan Matcher justru banyak menempati posisi “the mediocre” alias suksesnya nanggung (setengah-setengah).
Kalau demikian kenyataannya, lalu kesimpulannya apa? Inspirasi paling berharga dari temuan itu adalah bahwa, untuk sukses Anda tak harus menjadi predator bagi orang lain: menjadi Taker. Anda bisa mencapai puncak tangga kesuksesan dengan keutamaan karakter mulia; dengan spirit of giving; dengan mental keberlimpahan, dengan keikhlasan untuk menjadi rahmat bagi orang lain; dengan membantu dan memberi kemanfaatan bagi sesama; dengan menjadi “kendaraan” bagi kesuksesan orang lain. Anda harus menjadi orang sukses yang Giver, bukan Taker. Alangkah indahnya bumi dan alam seisinya jika ia didiami oleh para Givers.
Tapi ingat, tak semua Giver bisa menjadi top performer dan “the winner”. Banyak juga Giver yang justru terperosok menjadi “the loser”. Bagaimana kiat untuk menjadi Giver yang “the winner”, bukan “the loser”? Mau dijawab tapi otaknya sudah mampet euy. So, minggu depan aja dilanjutin ya 😀
12 comments
Salam kenal. Keren banget tulisannya pak. Setelah baca ini rasanya seperti nemu benang merah dari apa yg saya pelajari belakangan ini, terutama tentang ilmu vibrasi, fisika quantum, passion, dll.. Ditunggu lanjutannya pak 🙂
Klo saya kok pilih Giver dg kualitas yg tinggi bukan kuantitasnya…. bisa jadi akan balik berupa kuantitas nilai IRR yg besar ;(
Saya setuju dgn prinsip semakin banyak memberi (dengan dilandasi keiklasan tentunya), kita akan “mendapatkan” lebih banyak. Saya jg ingat dlm artikel Pak Siwo sblmnya tentang prinsip “bisnis rahmatan lil’alamin” yg menggambarkan bahwa sbenarnya dlm menjalankan bisnis kita jg harus memperhatikan customer shared-value, ini jg lagi2 soal “memberi”.
Yang ingin saya tanyakan, sebagian besar manusia itu “taker”, saat “giver” bertemu dgn “taker”, yang ada adalah taker akan semakin banyak mengeruk “keuntungan” dari giver, sehingga menjadikan org taker seperti benalu atau parasit. Bukan kah itu sama dengan menjerumuskan si taker?
Nah mudah2an pertanyaan saya ini jg dijawab di tulisan Pak Siwo minggu depan,, hehehee..
Udah gak sabarrrr nunggu kelanjutannya..
Persis, itu yang akan jadi kelanjutan dari tulisan minggu depan. Bagaimana agar Giver tidak dimanfaatkan oleh Taker, dan bagaimana mjd “Winning Giver”, bukan “Losing Giver”. Sabar ya 😀
saya selalu percaya bahwa alam semesta dan sang pencipta akan mendukung sepenuhnya ‘Giver” jadi pasti dia akan menang. Tantangannya memang pada ‘bagaimana’ melakukannya. Cihui! Akhirnya ada penulis sekaliber Pak Yuswo yg akan ‘menterjemahkannya’ buat saya, dan Adam Grant tentunya. Terima kasih! Anda itu adalah Winning Giver Pak!
Sebuah provokasi untuk menjadi bijak. Ttapi menjadi pemberi saja jelas tidak cukup dalam bisnis. Kita tunggu cerita berikutnya
Perlu nyimak nih artikel selanjutnya, antara matcher dan giver, hahaha… Bingung jg. Yang jelas saya bukan taker, hmmm…
pak bro nanggung amat dah itu artikelnya… ditunggu banget yah bukunya pak siwo. you’re my fav guru eveeeeerrr!! kudos.
Mantap pak Yus, sepertinya tulisan ini sangat insfiratif dan bisa semakin menyakinkan setiap orang terutama saya pribadi bahwa memberi itu dapat mengantarkan menjadi winner/sukses yg mulia. Tanks pak Yus sukses selalu
[…] yuswohady Dalam tulisan minggu lalu saya membahas temuan menarik dari riset yang dilakukan Adam Grant, penulis buku Give and Take. […]
Terima kasih pak Yus, sangat menginspirasi untuk hidup lebih baik dan bermanfaat untuk orang banyak , dan untuk menjadi giver perlu energi besar dan salah satunya empowering inspirasi dari pak Yus. mohon ijin di copas.
[…] Dalam tulisan minggu lalu saya membahas temuan menarik dari riset yang dilakukan Adam Grant, penulis buku Give and Take. Menurutnya, ada dua jenis Giver, yaitu Giver yang masuk dalam kelompok bottom performer (untuk gampangnya saya sebut Losing Giver) dan Giver yang masuk ke dalam top performer (saya sebut Winning Giver). Pertanyaan menariknya, kenapa ada Losing Giverdan Winning Giver? Apa yang membedakan keduanya? Dan yang paling penting, bagaimana cara untuk menjadi Winning Giver dan bukannya terperosok menjadi Losing Giver? […]
[…] Dalam tulisan minggu lalu saya membahas temuan menarik dari riset yang dilakukan Adam Grant, penulis buku Give and Take. Menurutnya, ada dua jenis Giver, yaitu Giver yang masuk dalam kelompok bottom performer (untuk gampangnya saya sebut Losing Giver) dan Giver yang masuk ke dalam top performer (saya sebut Winning Giver). Pertanyaan menariknya, kenapa ada Losing Giverdan Winning Giver? Apa yang membedakan keduanya? Dan yang paling penting, bagaimana cara untuk menjadi Winning Giver dan bukannya terperosok menjadi Losing Giver? […]