“DESTRUCTION IS JOB NO.1”
(before the competition does it to you).
Itu adalah kata-kata provokatif dari Tom Peters, pakar manajemen yang visioner, sekitar 10 tahun lalu. “Tugas utama pemimpin bisnis adalah MERUSAK bisnis.” Sekilas pernyataan itu gendheng. Tapi coba kita lihat, pernyataan Tom satu dekade lalu itu kini terbukti benar adanya.
Persis seperti dibilang Tom, kini seorang pemimpin bisnis memang tak cukup lagi hanya piawai membangun bisnis, ia juga harus piawai “MERUSAK” bisnis. Steve Jobs piawai “merusak” Apple dari Apple 1.0 yang hampir bangkrut menjadi Apple 2.0 yang gagah perkasa dengan iPod, iPhone, atau App Store-nya. Di Indonesia kita punya Ignatius Jonan yang piawai “merusak” KAI 1.0 yang lelet menjadi KAI 2.0 yang gesit.
Sebaliknya perusahaan-perusahaan yang dulu hebat seperti Kodak, GM, Nokia, atau Sony terus-menerus babak-belur mengalami kemunduran karena tak kunjung menemukan CEO yang mampu “merusak” fondasi model bisnis yang kini sudah tak relevan lagi. Karena itu seorang CDO (“Chief Destruction Officer”) kini adalah sosok yang paling diburu perusahaan-perusahaan di seantero jagat raya.
Yang sering kita dengar salama ini tentu adalah Chief Executive Officer, Chief Financial Officer, Chief Operating Officer, atau Chief Marketing Officer. Eh… kini ada binatang baru lagi namanya Chief Destruction Officer.
Dari arti harafiahnya saja sangat aneh dan “nggak nyambung”. Destruction artinya “perusakan” atau “penghancuran”. Jadi, kalau CEO bertugas mengelola seluruh strategi dan operasi perusahaan; CFO mengelola keuangan perusahaan; CMO membangun strategi pemasaran; lha si CDO ini tugasnya “menghancurkan” perusahaan.
Sekilas memang gendheng. Tapi jangan salah! Itu semua bukanlah celotehan main-main. Bukan pula gurauan siang bolong para kernet angkot yang sedang menunggu penumpang. Mari pelan-pelang kita coba mencernanya.
Lanskap bisnis sekarang ini bergerak dengan kecepatan tinggi secepat kecepatan cahaya: “chaotic”, “radical”, “turbulent”, volatile”, “uncertain”, “unpredictable”, dan masih banyak lagi istilah yang digunakan untuk menggambarkannya. Lanskap bisnis yang bergerak dengan kecepatan cahaya ini bukannya tanpa resiko dan bahaya. Bahayanya sangat-sangat besar.
Mau contoh? Layanan pos “mati” dimakan killer app baru seperti email, SMS, dan ATM. Kodak yang lebih seratus tahun perkasa kemudian “dihabisi” oleh layanan photo sharing yang diberikan perusahaan start-up kemarin sore seperti Instagram. Toko kaset legendaris Aquarius Mahakan di Blok M tutup “dibunuh” platform baru seperti iPod-App Store (“wow… sedihnya”).
Untuk bisa survive di tengah perubahan yang kaotik tersebut kuncinya terletak pada satu kata: “PENGHANCURAN”. Untuk sukses di era light-speed changes Anda tak boleh segan-segan menghancurkan sendi-sendi kesuksesan masa lalu Anda: “break with the immediate past”. Kenapa? Karena barangkali formula dan sendi-sendi kesuksesan tersebut sudah tak relevan lagi sekarang.
Bahkan kalau perlu, Anda harus bengis “membunuh” organisasi Anda, dan kemudian membangunnya kembali menjadi organisasi yang sama sekali baru. Anda tak perlu ragu untuk “menghabisi” model bisnis lama yang sudah tak relevan lagi dengan yang lebih baru dan fresh. Kapanpun, Anda harus siap dan tak segan-segan melakukan creative destruction… penghancuran secara kreatif.
Kalau krisis bisa kapan pun datang dan terus “mengintai”, tanpa sinyal, tanpa pemberitahuan, maka creative destruction haruslah menjadi “keseharian” operasi perusahaan Anda. Organisasi Anda, orang Anda, sistem yang Anda bangun, budaya perusahaan Anda, haruslah memiliki kapasitas dan kepiawaian untuk melakukan creative destruction.
Organisasi Anda haruslah memiliki “alert system” untuk mengendus munculnya krisis, dan kemudian dengan agilitas yang tinggi organisasi Anda harus mampu mereseponsnya dengan creative destruction yang terkelola secara baik.
Kalau sudah demikian, menjadi jelas bahwa, “winning in the light-speed change era is about survival”. Dan daya survival organisasi Anda akan ditentukan oleh kapasitasnya melakukan creative destruction.
Dan kalau kita sepakat bahwa keberlangsungan (sustainability) organisasi adalah tujuan paripurna kesuksesan bisnis, maka kesuksesan itu tak lain adalah sebuah perjalanan panjang dimana kita melompat dari satu creative destruction ke creative destruction yang lain. Persis yang dilakukan Apple, atau Google, atau Amazon.
Ingat, sustainability is a journey of destructions; it is a destruction safari for long-term survival.
Untuk sukses melakukan destruction safari Anda butuh seorang CEO yang juga seorang CDO. Anda butuh seseorang di pucuk pimpinan yang punya satu dedikasi untuk menghancurkan status quo lama, dan membangun “kerajaan baru” di atas puing-puing kehancuran itu, sebuah organisasi yang barangkali sama sekali baru dan fresh.
Anyway.. kini saya setuju 1000% dengan Tom Peters: “DESTRUCTION IS YOUR JOB NO. 1”.
9 comments
Weeewww… cdo hihihi saingannya ocd ya pak…
Pemikiran yg sangat menarik dan inspiratif menurut saya mas Yuswohady. Terima kasih
Pas! Darwin bilang, species yang sukses bukan yang paling pandai, tapi yang paling adaptif. CDO ini penggerak organisasi agar adaptif, karena selalu ‘alert’ dg perubahan, lalu beradaptasi. Mantab Pak Yuswo!
Model bisnis jangan sekali-kali di sakralkan, alias setiap saat harus mau dan mampu dirubah, ssi tuntutan jaman.
@yuswohady Perusahaan biasanya punya tim aliran dgn tools MBA untuk “business as usual” nya mas.
Dan ini tidak cukup, Perusahaan perlu tim Pendobrak khusus. Tools nya juga beda, bukan tools aliran MBA, tapi dengan tools StartUp.
Bisnis lama umurnya di melarin. Bisnis baru diciptakan dan ditumbuhkan. Dua tim yang berbeda.
Saya melihat jika tim nya sama, biasanya tim new business selalu kalah prioritas. Sering juga melihat tim new business pakai tools yang salah, jadi mereka mandul, tidak kunjung bisa melahirkan new business.
Jauh sebelumnya, panta rhei kai uden menei kata Herakleitos, segala sesuatunya itu mengalir tidak ada yang permanen.
TINA (There Is No Alternative), jika bangsa ini ingin membangun ekonomi dan memajukan UKM maka TINA (there is no alternative), pikiran ini bisa di adopsi dan bisa di aplikasikan oleh pemerintah sebagai tool “Brackthrough Alternative” dan Turning Point dari kebangkitan ekonomi bangsa
Jika bangsa ini ingin membangun ekonomi
(BUMN) dan memajukan UKM maka TINA (there is no alternative), pikiran mas Yuswo Hadi ini bisa di adopsi dan bisa di aplikasikan oleh pemerintah sebagai tool “Brackthrough Alternative” dan Turning Point dari kebangkitan ekonomi bangsa
Persis sama kaya kata2nya om mardigu ya mas ??