Hari rabu (26/11) lalu saya bersama Komunitas Memberi dan teman-teman UKM (Usaha Kecil Menengah) berkunjung ke Bio Farma, salah satu biotech company kebanggaan Merah Putih. Beramai-ramai kami “berburu ilmu + relasi” mendengarkan ceramah pak Iskandar, Dirut Bio Farma bersama tim bertopik “Biotech for UKM”. Seru abis, karena sebelumnya teman-teman UKM tak bisa membayangkan bahwa biotechnology yang canggih, padat modal, dan hanya bisa dilakukan perusahaan raksasa ternyata bisa diterapkan untuk bisnis UKM.
Yang belum tahu, Komunitas Memberi adalah sebuah komunitas yang punya misi mulia mendorong UKM untuk menjadi berkelas dunia dan secara sistematis membangun merek (building brand). Karena itu banyak kegiatan komunitas ini mengajak UKM untuk berkunjung menimba ilmu ke perusahaan-perusahaan besar yang telah terbukti memiliki kemampuan kelas dunia. Tujuannya tentu agar mereka terbuka wawasannya untuk menjadi perusahaan liliput berkelas dunia.
Selama berkunjung di Bio Farma, kami diajak berkeliling ke fasilitas riset dan produksi vaksin dan antisera nan canggih dan berstandar dunia. Saya mendapatkan cerita dari pak Iskandar bahwa di dunia hanya ada 23 perusahaan vaksin yang lolos sertifikasi WHO dimana salah satunya adalah Bio Farma. Perlu diketahui, Bill & Melinda Gates Foundation adalah konsumen vaksin terbesar di dunia yang merupakan salah satu pelanggan setia Bio Farma. Tak heran jika pak Iskandar sering ketemu ikon Microsoft ini.
Komunitas MemberiID in action!!!… Narsis United!!!
Tepat Guna
Melihat fasilitas riset dan produksi Bio Farma nan canggih memang menarik, namun yang justru membuat kami surprise adalah saat mendengarkan ceramah testimoni dari pak Asep Syamsul, ketua kelompok tani Mizumi Koi, desa Cisitu Sukabumi binaan Bio Farma. Pak Asep bercerita panjang lebar bagaimana kelompok taninya melakukan budidaya dan pemuliaan ikan koi dengan menggunakan teknik biosecure yang dikembangkan oleh tim peneliti Bio Farma. Pembinaan ini dilakukan melalui Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL).
Pasti Anda membayangkan, biosecure adalah teknologi “rocket science”, super rumit, mahal, dan hanya mampu dilakukan perusahaan besar. Anda salah besar. Biosecure adalah teknologi tepat guna, murah, dan siapapun petani bisa melaksanakannya. Buktinya, pak Asep dan kelompok taninya sukses sejak 3 tahun terakhir menerapkan teknologi ini untuk menghasilkan ikan-ikan koi berkualitas tinggi, berharga premium, dan bisa laris-manis di pasar global. Tahun 2014 mereka menargetkan masuk ke pasar ekspor.
Teknik biosecure adalah salah satu kompetensi yang dimiliki oleh Bio Farma untuk menjaga produk-produk vaksinnya tetap steril tak tercemar, dari saat vaksin dikembangkan, diproduksi, hingga sampai di pelanggan di seluruh dunia (produk Bio Farma saat ini ada di lebih dari 120 negara). Nah, teknik yang sama kemudian diterapkan untuk budidaya ikan koi secara sederhana dan murah. “Contohnya, jangan pernah memasukan tangan ke kolam untuk menangkap ikan koi,” ujar pak Asep mengenai beberapa teknik biosecure yang dijalankannya.
Mengunjungi fasilitas riset nan canggih abis…
Kolaborasi Indah
Bagi saya kasus Bio Farma dengan kelompok tani Mizumi Koi nya adalah contoh kolaborasi yang indah antara si besar dan si liliput. Sebuah kolaborasi yang bisa membawa si liliput menjadi hebat dan memiliki daya saing di kancah global. Yang membuat saya salut adalah, bahwa Bio Farma melakukan pembinaan ke UKM secara fokus, sistematis-berkelanjutan, dan dikaitkan dengan kompetensi teknologi yang dimilikinya. Di situ tercermin hubungan si besar dan si liliput sudah seperti hubungan bapak dan anak yang penuh perhatian dan empati. Di situ tercermin spirit of giving.
Saya terkadang sedih melihat banyak BUMN kita yang menjalankan program PKBL secara gampangan dan mengkerdilkan maknanya. Mereka berpikir program PKBL hanya semata menyisihkan sekian persen dari profit untuk membantu UKM. Secara kerdil mereka berpikir bahwa PKBL adalah program menyumbang duit. Setelah sekian miliar rupiah digelontorkan, lalu dengan gagah mereka menulis di koran-koran: “Kami telah menyisihkan sekian miliar rupiah untuk membantu UKM”. Atau “Kami telah membina sekian ribu UKM.” Tujuannya selfish banget: “untuk mendongkrak citra perusahaan”. Menyedihkan.
Seperti terjadi dalam kasus Bio Farma dan kelompok tani Mizumi, secara besaran rupiah mungkin tidak besar, namun yang justru paling bernilai adalah keseriusan, perhatian, empati, dan tanggung jawab atas kesuksesan si UKM binaan dalam jangka panjang. Beginilah seharusnya PKBL dijalankan. Karena itu saya kemudian jadi teringat kata-kata indah ibu Teresa: “It’s not how much we give but how much love we put into giving.” Yang penting bukanlah seberapa miliar rupiah yang kita berikan, tapi seberapa banyak “cinta” di setiap rupiah yang kita berikan.
Petani Go Global
Dalam banyak kesempatan saya sering mengatakan bahwa “long tail” (ribuan bahkan jutaan UKM), “locality” (potensi lokal), dan “diversity” (keanekaragaman hayati dan budaya) merupakan tiga pilar yang menjadi modal Indonesia untuk memenangkan kompetisi ekonomi global.
Long tail, karena kita memiliki 50-an juta UKM (mencapai 99% dari total pelaku usaha) dengan potensi penyerapan tenaga kerja luar biasa. Locality, karena dengan pemahaman local wisdom kita bisa mengamankan potensi pasar dalam negeri bahkan berekspansi ke pasar global. Dan diversity, karena kita memiliki keanekaragaman kekayaan alam dan budaya luar biasa yang bisa dimanfaatkan oleh jutaan UKM kita.
Nah, dalam konteks inilah petani sebagai pelaku UKM memainkan peran super penting. Harus diingat, dari sekitar 50 juta pelaku UKM kita, sekitar setengahnya adalah pelaku UKM yang berlatar belakang petani. Kalau para UKM pertanian itu memiliki standar kelas dunia dalam produk, teknologi, cara pengolahan, atau manajemen pemasaran seperti kelompok tani Mizumi Koi, maka ini akan menjadi sebuah kekuatan ekonomi rakyat yang maha dahsyat.
Karena itu melalui Komunitas Memberi saya bersama teman-teman akan terus berjuang untuk mendorong petani kita menjadi petani global. Yaitu petani yang mampu building brand karena memiliki produk, teknologi pengolahan, manajemen operasi, ataupun teknik pemasaran berkelas dunia, sehingga mampu bersaing di kancah global.
Indonesia akan betul-betul menjadi negara hebat hanya jika ekonominya ditopang oleh jutaan UKM dengan kemampuan penyerapan tenaga kerja yang luar biasa. Ketika itu terwujud, maka aset ekonomi tak hanya dikuasai kapitalis kaya, tapi terdistribusi ke seluruh masyarakat, termasuk ke mereka yang tak beruntung karena kurang berketrampilan… wow indahnya. Mari kita perjuangkan Indonesia Indah.
3 comments
inspiratif dan patut ditiru serta dicopy paste ke perusahaan lainnya..
Semoga makin banyak perusahaan besar yg berkolaborasi membantu UKM.
Saya sangat senang ada komunitas memberi ini, semoga acara2nya tidak hanya di Jabodetabek, namun bisa di daerah (Cepu misalnya ^_^), agar UKM daerah juga bisa makin berkembang 🙂
Hope bisa sampai seluruh Indonesia 🙂
kesesakan yg terasa ketika baca “Muntah” lumayan terobati dengan baca “petani global”. Harus jadi viral nih pola PKBL begini. Insya Allah jika program seperti ini mewabah, Indonesia bisa (kembali) jadi tuan di negeri sendiri (terutama di sektor pertanian). Aamiin..