yuswohady.com
  • Home
  • Biography
  • Home
  • Biography
bu zamana kadar sadece babası ile beraber yaşayan mobil porno genç oğlan üniversiteyi bitirdikten sonra hiç bir iş bulamaz porno izle ve evinde pineklemeye başlar Babasının milf bir kadın porno resim ile evlenme kararı ile adeta dumura uğrayan oğlan bunu porno izle ilk başta istemese de belki onunla iyi anlaşacağını seks izle düşünerek evde olduğu zamanlarda canı sıkıldığında üvey annesi sex hikayeleri ile sohbet edeceğini düşünerek kendisini rahatlatır Babasının yeni evlendiği porno izle kadın beklediğinden de çok iyi anlaşan genç oğlan sapık ensest hislerine mobil seks hakim olamayarak üvey annesinin odasına gelip siker
yuswohady.com

Ngutang

by yuswohady October 20, 2013
October 20, 2013

Budaya konsumtif dan budaya berhutang adalah dua “penyakit” yang kini kian akut menjangkiti konsumen kelas menengah kita. Keduanya bak percik-percik api dan bulir-bulir cairan bensin yang bisa menyulut kebakaran hebat saat bertemu. Klop betul. Tak hanya itu, keduanya juga seperti layaknya virus flu burung yang menjalar begitu cepat dari satu orang ke orang lain secara massif.

Semuanya diawali saat daya beli kelas menengah kita meningkat pesat. Ketika daya meningkat, maka hasrat untuk mengumbar nafsu konsumsi meroket: memborong barang diskon, membeli gadget, makan enak di mal, liburan ke Singapura, hingga memanjakan badan di spa. Celakanya konsumsi yang membara itu dibiayai dengan hutang. Bisa karena memang tak punya duit, atau punya duit tapi sudah terlanjur kecanduan berhutang. So, the show must go on. Dan gampang ditebak, senjata pamungkasnya adalah kartu kredit atau layanan kredit konsumsi. Pokoknya main hantam kromo: beli dulu, bayarnya belakangan.

Itulah kesan umum yang saya tangkap dari survei yang saya lakukan bersama tim di CMCS (Center for Middle-Class Consumer Studies) beberapa waktu lalu. Survei ini dilakukan di 6 kota utama Tanah Air (Jakarta, Surabaya, Bandung, Medan, Semarang, Medan, Makassar) dengan jumlah total responden konsumen kelas menengah sebanyak 1532 orang. Survei ini dituangkan dalam sebuah laporan berjudul: Indonesia Middle Class Banking Consumer Report: “Getting Cashless and Mobile”

Buy Now, Pay Later
Ketika saya menanyakan kepada responden apakah membeli produk dengan cara berhutang dan mencicil itu baik atau buruk, maka jawaban yang saya dapat sungguh mencengangkan. Sekitar 77% dari total responden mengatakan baik, 10% baik sekali, dan 2% sangat baik sekali. Jadi total jendral 89% dari mereka mengatakan bahwa berhutang/menyicil itu baik hingga sangat baik sekali. Hanya minoritas (sekitar 10%) dari mereka yang mengatakan bahwa berhutang/menyicil itu buruk. Wow!!!

Kegandrungan konsumen kelas menengah kita dalam berhutang juga tercermin dari kepemilikan atas produk-produk perbankan  saat ini. Seperti tampak pada bagan, kepemilikan atas layanan kredit kendaraan bermotor (KKB) dan kartu kredit menempati posisi kedua dan ketiga setelah produk tabungan. Angkanya pun cukup besar, yaitu masing-masing 56% dan 41% dari seluruh respoden. Walapun berada di posisi kelima, kepemilikan atas kredit kepemilikan rumah (KPR) juga cukup besar sekitar 28%.

Yang menarik adalah kalau secara khusus kita lihat, produk apa saja yang paling banyak mereka beli dengan menggunakan kartu kredit. Di urutan pertama adalah produk-produk rumah tangga seperti kulkas atau AC (lebih dari 32%); perangkat elektronik seperti TV, HiFi, atau home theatre (23%); furniture (11%), baru kemudian disusul smartphone dan notebook . Melihat komposisi ini, tersirat bahwa ibu sebagai “menteri keuangan” di dalam keluarga menempati posisi dominan sebagai pemegang keputusan pembelian.

Bagan: Kepemilikan Produk-Produk Perbankan Kelas Menengah

Kelonggaran Finansial
Kalau konsumen kelas menengah kita sudah kerasukan penyakit ngutang semacam ini, pertanyaannya kemudian adalah: positifkah ini? Tergantung. Bisa positif, bisa negatif. Positif kalau kita bisa mengelolanya dengan baik. Negatif jika kita salah urus dalam mengatur keuangan di tengah risiko gagal bayar alias default.

Konsumen yang sudah kecanduan ngutang umumnya selalu merasakan adanya “kelonggaran finansial” berkat adanya fasilitas kredit konsumsi yang selama ini mereka nikmati. Mereka akan selalu memiliki perasaan (baca: obsesi) bahwa duit akan selalu tersedia untuk memenuhi dan melepaskan nafsu konsumsi yang selalu tak kuasa mereka tahan. Perasaan kelonggaran inilah yang menjadi biang tumbuh suburnya perilaku konsumtifisme yang terus berpusar kian dalam.

Ketika konsumtifisme ini  menjadi-jadi hingga ke suatu titik dimana kemampuan keuangan mereka sudah tidak mampu lagi menopangnya, maka bahaya default menganga di depan mata. Namun celakanya, perasaan kelonggaran finansial di atas seringkali membutakan mata mereka akan biaya default tersebut. Akibatnya, default pun tak terhindarkan lagi.

Pertumbuhan pesat kelompok konsumen kelas menengah di Brasil misalnya, serta-merta diikuti dengan maraknya gaya hidup konsumtifisme yang difasilitasi ole kredit konsumsi dari bank. Hal inilah yang kemudian memicu maraknya konsumen kelas menengah di negara tersebut yang terjebak default.

Itu skenario buruknya. Kalau si konsumen mampu mengelola hutangnya dengan baik dengan terus menyelaraskan laju konsumsi sesuai dengan kemampuan keuangan yang dimiliki, maka hal tersebut tentu akan baik-baik saja. Perlu diingat Indonesia adalah consumption-driven economy di mana konsumsi masyarakat memegang peran sangat siknifikan sebagai penopang pertumbuhan ekonomi kita.

Saya sering mengatakan bahwa salah satu ciri konsumen kelas menengah kita adalah knowledgeable, berpengetahuan, berwawasan, dan melek informasi. Nah, kabar gembira ditunjukkan oleh hasil riset saya yang lain. Ketika ditanya, apakah mereka memiliki perencanaan keuangan (financial planning) dalam mengelola kuangan? Jawabnya tak kalah mencengangkan, 86% responden mengatakan “ya”.

Related posts:

  1. Cashless & Mobile
  2. Naik BBM dan Kelas Menengah
  3. Ruarrr Biasa… Kelas Menengah Cina
0
FacebookTwitterWhatsappEmail
yuswohady

Yuswohady, Managing Partner Inventure. Author of 50+ books on business & marketing, incl. the best seller "Millennials KILL Everything" (2019) and "Consumer Megashift after Pandemic" (2020).

previous post
Cashless & Mobile
next post
Indonesia Semangaaat!!!

Baca Juga

Milenial Jaman Now: Penggerak Leisure Economy

November 18, 2017

“Dua Dunia” Otak Kita

October 13, 2017

Best Business Book 2016 – My Picks

December 24, 2016

The Dark Side of the Gen Z

September 24, 2016

Pahlawan Pajak

September 3, 2016

Bukber

June 18, 2016

Sharing Economy dan Koperasi

March 26, 2016

Multi-Tribes Netizen

February 21, 2016

Millennial Trends 2016

January 17, 2016

Brand in Crisis

January 9, 2016

3 comments

Perdanawan P. Pane October 20, 2013 - 5:05 am

Kelak, ke 89% org tersebut akan terseret arus default, seperti sudah pernah (duluu sekali) saya alami dan yg kini di alami beberapa rekan saya…

Hingga di hari ini, saya dan keluarga menerapkan sistem pembayaran cashless, namun yg versi debit card, bukan yg credit card…

Walhasil, kami tak mengenal istilah penghasilan 30 koma alias tgl 30 sisa koma sekian…

Moga artikel Anda pun dapat menyadarkan dari lingkaran terkecil dan terdekat…

Sukses untuk Mas Yuswohady…

Reply
Lusi October 20, 2013 - 10:11 pm

Belanja bulanan dan mingguan ibu-ibu untuk keperluan rumah di supermarket kok nggak masuk ya mas? Saya kira itu penting karena nominalnya sangat besar lo dan rutin. Teman2 saya selalu menggunakan credit card untuk belanja borongan smp 1-2 trolley besar karena di hari tertentu bank memberi potongan sampai 15% di supermarket2 besar. Apakah ibu2 disiplin membayar tagihan sesuai dg yang dibelanjakan? Naaa… itu entah ya heheee….

Reply
yuliatul muslimah October 26, 2013 - 1:29 am

Biar tekor yang penting kesohor….heheee, itu mungkin prinsif bagi yang suka ngutang……

Reply

Leave a Comment Cancel Reply

Save my name, email, and website in this browser for the next time I comment.

Artikel Terbaru

  • WELCOME ERA “CUCI PIRING” HABIS PANDEMI, TERBITLAH RESTRUKTURISASI

    June 21, 2022
  • “SESAT PIKIR” STARTUP DIGITAL

    June 21, 2022
  • KUTUKAN “BAKAR DUIT”

    June 21, 2022
  • REVENGE LEISURE

    June 13, 2022
  • NEW ERA OF STARTUP Post-Pandemic

    June 10, 2022
  • DON’T THINK JUST DO IT

    June 7, 2022
  • KENAPA INDOMARET & ALFAMART SELALU BERDEKATAN?

    June 7, 2022
  • NOSTALGIA MARKETING

    June 3, 2022
  • THE POWER OF 3R “REVIEW, RATING, RECOMMENDATION”

    May 31, 2022
  • PACEKLIK STARTUP DIGITAL

    May 25, 2022
  • GREAT BRAND LAUNCH

    May 23, 2022
  • WOM Adalah API FOMO Adalah BENSIN

    May 23, 2022
  • BRAND MEMECAT KONSUMEN

    May 20, 2022
  • INVESTASI STRATEGIS “TLKM X GoTo”

    May 17, 2022
  • THE DARK SIDE of WORD OF MOUTH MARKETING

    May 17, 2022
  • KENAPA FILM “KKN DESA PENARI” SUKSES?

    May 13, 2022
  • RIP iPod 3 Pelajaran Disrupsi

    May 12, 2022
  • SHAREABLE CONTENT

    May 11, 2022
  • DEMAND SHOCK MUDIK

    May 11, 2022
  • WORD OF MOUTH KHONG GUAN & MARJAN

    May 10, 2022

Langganan Artikel via Email

Recent Posts

  • WELCOME ERA “CUCI PIRING” HABIS PANDEMI, TERBITLAH RESTRUKTURISASI
  • “SESAT PIKIR” STARTUP DIGITAL
  • KUTUKAN “BAKAR DUIT”
  • REVENGE LEISURE
  • NEW ERA OF STARTUP Post-Pandemic
  • DON’T THINK JUST DO IT
  • KENAPA INDOMARET & ALFAMART SELALU BERDEKATAN?
  • NOSTALGIA MARKETING
  • THE POWER OF 3R “REVIEW, RATING, RECOMMENDATION”
  • PACEKLIK STARTUP DIGITAL
  • GREAT BRAND LAUNCH
  • WOM Adalah API FOMO Adalah BENSIN
  • BRAND MEMECAT KONSUMEN
  • INVESTASI STRATEGIS “TLKM X GoTo”
  • THE DARK SIDE of WORD OF MOUTH MARKETING
  • KENAPA FILM “KKN DESA PENARI” SUKSES?
  • RIP iPod 3 Pelajaran Disrupsi
  • SHAREABLE CONTENT
  • DEMAND SHOCK MUDIK
  • WORD OF MOUTH KHONG GUAN & MARJAN
  • Facebook
  • Twitter
  • Instagram
  • Youtube

@2020 - All Right Reserved. Designed and Developed by Wihgi.com


Back To Top