Kantor saya Inventure melalui lembaga think tank-nya CMCS (Center for Middle Class Consumer Studies) barusan merampungkan riset di 6 kota utama Tanah Air (Jakarta, Surabaya, Bandung, Medan, Semarang, Medan, Makassar). Riset tersebut mencoba mengungkap perilaku konsumen kelas menengah bank dan layanan keuangan (termasuk asuransi). Hasil riset tersebut akan diterbitkan dalam bentuk sebuah laporan Indonesia Middle Class Banking Consumer Report: “Getting Cashless and Mobile” dalam beberapa minggu ke depan.
Riset tersebut menarik karena menghasilkan banyak temuan yang mencengangkan. Namun saya hanya akan sharing tiga di antaranya.
The Hot: “Konsumtif + Ngutang”
Konsumen kelas menengah kita kian konsumtif. Sekitar ¾ pengeluran rumah tangga kelas menengah dialokasikan untuk konsumsi mulai dari kebutuhan sehari-hari (41%), mencicil hutang (12%), berkomunikasi seperti telepon dan berinternet (9%), dan menikmati hiburan (7%). Hanya seperempat dari pendapatan ditabung (16%) dan diinvesasikan (3%). Yang menarik, kelas menengah kita sudah cukup sadar asuransi karena sekitar 7% pengeluaran dialokasikan untuk asuransi.
Konsumen kelas menengah kita juga mulai terbiasa berhutang, bahkan kecanduan menyicil. Beli motor dicicil, beli sofa dicicil, beli gadget ponsel dicicil. Ketika mereka ditanya apakah menyicil itu positif, sekitar 89% responden mengatakan baik, sangat baik, dan sangat baik sekali. Saya sering mengatakan, sifat konsumtif dan budaya berhutang ini layaknya percik api dan bensin.
Budaya konsumtif kelas menengah ini tak mengherankan karena massifnya terjangan iklan-iklan menggiurkan di TV, koran/majalah, Twitter/Facebook, dan tentu saja diskon-diskon yang terus merayu di mal-mal. Gaya konsumtif juga membudaya karena pengaruh tetangga atau teman yang bergaya hidup konsumtif. Ingat, konsumtivisme memang bak wabah penyakit yang menular supercepat.
Alokasi Pengeluaran Rumah Tangga (%)
The Obsolette: “Kantor Cabang Kian Tak Menarik”
Fenomena lain yang menarik adalah semakin tak menariknya kantor cabang sebagai tempat untuk bertransaksi perbankan. Sebagai gantinya, konsumen kelas menengah mulai intensif menggunakan cara bertransaksi elektronik seperti menggunakan kartu kredit, kartu debit, internet banking, mobile banking, dan sebagainya. Dengan tren ini kelas menengah Indonesia siap menyongsong era branchless banking.
Dari total responden sebanyak 1532 orang, sekitar sepertiga (33%) sudah tidak tertarik lagi bertransaksi di kantor cabang bank. Alasannya macam-macam, tapi yang utama karena antrean yang panjang dan mereka bisa melakukannya menggunakan ATM, kartu kredit, atau intenet banking. Memang mereka tetap belum bisa meninggalkan kantor cabang karena masih memerlukannya untuk mencetak buku tabungan dan menyetor dana.
Ketertarikan Bertransaksi di Kantor Cabang (%)
The Techy: Cashless Consumer
Yang membanggakan adalah bahwa konsumen kelas menengah kita makin techy dalam bertransaksi perbankan dengan memanfaatkan layanan transaksi elektronik seperti ATM, kartu debit, kartu kredit, internet banking, mobile banking, dan e-money. Mereka makin cashless dan mobile. Temuan ini mengonfirmasi hipotesis bahwa konsumen kelas menengah adalah konsumen yang berpengetahuan (knowledgeable) dan melek teknologi (techy).
Seperti tampak pada gambar, untuk belanja online cukup siknifikan konsumen yang menggunakan kartu debit (24%), internet banking (23%), dan kartu kredit (13%). Untuk keperluan makan di luar rumah, kian siknifikan konsumen kelas menengah yang menggunakan kartu debit (21%) dan kartu kredit (14%). Sementara untuk tagihan kartu debit (25%), kartu kredit (10%), dan internet banking (8%) mulai siknifikan mereka gunakan.
Alat Transaksi Pembayaran (%)
Yang membuat saya bungah, adalah adanya kenyataan bahwa konsumen kelas menengah Indonesia sangat optimis dengan nasib dan masa depannya. Sekitar 90% dari responden merasa optimis, sangat optimis, dan sangat optimis sekali dengan ekonomi Indonesia dalam jangka panjang. Optimisme inilah yang menjadi modal tak ternilai bagi bangsa ini untuk menjadi bangsa besar.
Pesan terbesar kolom ini sederhana, bahwa konsumen kelas menengah kita berubah sangat cepat. Para bankir tak bisa tidak harus merespons sama cepatnya. “Change or die!”
6 comments
Yes, change! Or die…
Bener banget, jarang sekali datang ke kantor cabang suatu bank, krn sudah bisa pakai atm dan internet banking maupun mobile banking… kecuali terpaksa utk ngurus sesuatu yg mengharuskan datang ke kantor cabang…
[…] satu temuan survei tersebut yang membuat saya galau. Salah satu temuan menarik dari survei bertajuk Indonesia Middle Class Banking Consumer Report 2014: “Getting Cashless and Mobile” tersebut adalah kenyataan bahwa nasabah kelas menengah kita kian siap meyongsong era cashless […]
Tulisan yang bagus gan!. ada juga nih sehubungan dengan cashless consumer topik, ada bacaan menarik di positivemoney.org, Saya malah makin “galau” kalo semakin cashless.
[…] 2/ Perilaku kelas menengah di 6 kota utama: penghasilan 75% digunakan untuk konsumsi, hanya 25% yang ditabung dan investasi. Hasil riset terbaru oleh Center for Middle Class Consumer Studies. […]
[…] Perilaku kelas menengah di 6 kota utama: penghasilan 75% digunakan untuk konsumsi, hanya 25% yang ditabung dan investasi. Hasil riset terbaru oleh Center for Middle Class Consumer Studies. […]