yuswohady.com
  • Home
  • Biography
  • Home
  • Biography
bu zamana kadar sadece babası ile beraber yaşayan mobil porno genç oğlan üniversiteyi bitirdikten sonra hiç bir iş bulamaz porno izle ve evinde pineklemeye başlar Babasının milf bir kadın porno resim ile evlenme kararı ile adeta dumura uğrayan oğlan bunu porno izle ilk başta istemese de belki onunla iyi anlaşacağını seks izle düşünerek evde olduğu zamanlarda canı sıkıldığında üvey annesi sex hikayeleri ile sohbet edeceğini düşünerek kendisini rahatlatır Babasının yeni evlendiği porno izle kadın beklediğinden de çok iyi anlaşan genç oğlan sapık ensest hislerine mobil seks hakim olamayarak üvey annesinin odasına gelip siker
yuswohady.com

Naik BBM dan Kelas Menengah

by yuswohady June 23, 2013
June 23, 2013

Siapa bilang masyarakat kelas menengah tidak terpengaruh kenaikan harga BBM? Harus diingat, kelompok masyarakat kelas menengah kita saat ini didominasi oleh kelas menengah bawah (terbawah). Mereka adalah kelompok masyarakat yang masih rawan terpuruk kembali menjadi miskin begitu goncangan ekonomi akibat krisis atau kenaikan harga BBM seperti yang terjadi sekarang ini mengusik stabilitas keuangan keluarga mereka.

Jumlah penduduk kelas menengah (berdasarkan pengeluaran)

Sumber: Susenas, 2012

Kelas Menengah Terbawah
Bank Dunia mendefinisikan kelompok masyarakat kelas menengah sebagai kelompok masyarakat yang memiliki pengeluaran perkapita perhari sebesar $2-20. Perlu diketahui, pengeluaran perhari $2 adalah angka batas garis kemiskinan. Dari rentang tesebut, masyarakat yang memiliki pengeluaran $2-4 berjumlah 91 juta jiwa atau sekitar 70% (lihat tabel). Itulah sebabnya dalam banyak kesempatan saya mengatakan bahwa kelompok kelas menengah Indonesia saat ini masih berada di tahapan embrio, karena masih didominasi kelas menengah terbawah.

Jangan dikira pengeluaran $2-4 itu besar. Katakan kita ambil tengah-tengahnya $3, maka kalau dikonversi ke rupiah ($1 = Rp.10.000), maka pengeluaran hidup mereka perhari hanya sekitar Rp.30.000. Sebagai gambaran kasar, beberapa waktu lalu saya makan di warteg pinggir jalan di Jakarta. Dengan menu sederhana nasi dengan ayam plus es teh manis saya menghabiskan sekitar Rp.15.000 (itu di Jakarta, di daerah lain seperti Yogya pasti lebih murah). Jadi di Jakarta uang Rp.30.000 habis hanya untuk makan dua kali, itu belum kebutuhan hidup yang lain-lain.

Dengan contoh gampang tersebut intinya saya ingin menunjukkan bahwa kelompok kelas menengah di bagian paling bawah tersebut sesungguhnya belum cukup-cukup amat. Mereka masih jauh dari gambaran kelas menengah yang selama ini kita bayangkan: memiliki mobil, rumah bagus, ke mal tiap akhir pekan, liburan secara periodik, dan sebagainya.

Nah, kelas menengah kita saat ini didominasi oleh kelompok kelas menengah terbawah ini. Seperti saya uraikan di depan, komposisi jumlah mereka masih sangat besar mencapai 70% dari total kelas menengah kita. Karena belum begitu jauh melewati garis kemiskinan, mereka masih rentan untuk kembali miskin. Dengan adanya gejolak ekonomi tertentu seperti kenaikan BBM saat ini, alih-alih naik kelas ekonomi, mereka justru bisa jatuh terperosok kembali menjadi miskin.

Konsumtif
Dengan kemampuan ekonomi seperti di atas, saya menyebut kelas menengah terbawah adalah kelompok masyarakat yang berada pada posisi “transisi” setelah melewati garis kemiskinan. Dalam konteks psikologi konsumsi, saya melihat mereka memiliki tiga karakteristik. Pertama, mereka sudah mulai membelanjakan uangnya untuk kebutuhan-kebutuhan di luar kebutuhan dasar (basic needs). Hal ini wajar mengingat mereka sudah mulai memiliki disposable income (pendapatan menganggur) walaupun masih sangat kecil.

Kedua, seiring naiknya pendapatan dan adanya disposable income mereka mulai terjangkit gaya hidup konsumtif. Mereka mulai peka terhadap godaan-godaan iklan di TV atau koran. Mereka mulai gampang terpengaruh oleh rayuan sale di pusat-pusat perbelanjaan. Dulu saat belum memiliki cukup duit menganggur (karena telah habis untuk menutupi kebutuhan-kebutuhan dasar) serangan bertubi-tubi sale ini tak pernah mereka hiraukan. Kini, ketika duit sudah mulai ada, mereka mulai gampang terpancing. Akibatnya, mereka mulai tak berdaya menahan nafsu belanja.

Ketiga, seiring meningkatnya daya beli dan tingkat konsumsi, mereka pun mulai terjangkiti oleh budaya berhutang atau membeli dengan menggunakan fasilitas kredit. Istilah keren-nya, budaya “buy now pay later”. Jadi budaya konsumtif  di atas  tumbuh dengan subur karena “difasilitasi” oleh beragam kredit konsumsi dari bank atau lembaga pembiayaan. Beli motor menggunakan fasilitas kredit dengan cukup membayar down payment (DP) Rp.500 ribu. Beli TV, DVD player, atau furnitur dicicil 12 kali selama setahun. Tentu saja mereka terkena beban bunga untuk seluruh fasilitas dan kemudahan tersebut.

Jatuh Miskin
Naiknya harga BBM tanpa pandang bulu akan memangkas kemampuan daya beli masyarakat, tak terkecuali kelompok kelas menengah terbawah. Harga barang dan jasa yang bakal melambung menyusul (bahkan sebelum) kenaikan harga BBM ini bisa dipastikan akan menurunkan daya beli mereka di tengah pendapatan yang tidak ikutan naik. Terpangkasnya daya beli akibat kenaikan BBM ini akan direspons oleh kelompok kelas menengah terbawah dengan dua skenario.

Pertama, mereka akan hidup lebih prihatin dengan mengurangi konsumsi mengikuti kemampuan daya beli yang telah tergerus. Mereka berhemat dan secara bijak mengalokasikan anggaran untuk kebutuhan-kebutuhan primer yang memang perlu dan harus dipenuhi; dan di sisi lain mengesampingkan kebutuhan-kebutuhan yang tak penting.

Kedua, mereka tetap maju tak gentar dengan terus mengumbar gaya hidup konsumtif tanpa pernah sadar bahwa sesungguhnya kemampuan daya beli telah merosot. Kombinasi dari hasrat konsumsi yang membara; beragam rayuan iklan dan tawaran sale bertubi-tubi; dan godaan fasilitas kredit yang membabi-buta; menyebabkan mereka tak bisa lepas dari lingkaran perangkap gaya hidup konsumtif yang memabukkan.

Kalau sudah begitu, kekawathiran saya, ekonomi mereka menjadi lebih besar pasak dari tiangnya alias konsumsi jauh melebihi pendapatan. Memang kekurangan itu ditutup dengan hutang. Namun tingkat konsumsi yang terus meroket di satu sisi; dan daya beli yang terus terpangkas di sisi lain, pada suatu titik tertentu akan menjadikan mereka tak berdaya lagi, gagal bayar (default), bahkan akhirnya bangkrut. Di Brasil, fenomena ini telah terjadi secara luas sehingga banyak kelompok kelas menengah terbawah terlilit hutang dan kembali jatuh miskin.

Saya hanya bisa berdoa, semoga skenario pertama yang bakal terjadi di Tanah Air, bukan skenario kedua.

Related posts:

  1. Siapa Kelas Menengah?
  2. Ruarrr Biasa… Kelas Menengah Cina
  3. Kelas Menengah Rapuh
  4. Kelas Menengah Pemboros Devisa
  5. Siapa Bilang Kelas Menengah Kita Apolitis
0
FacebookTwitterWhatsappEmail
yuswohady

Yuswohady, Managing Partner Inventure. Author of 50+ books on business & marketing, incl. the best seller "Millennials KILL Everything" (2019) and "Consumer Megashift after Pandemic" (2020).

previous post
Vicious Circle Merek Lokal
next post
Local Advantages

Baca Juga

Milenial Jaman Now: Penggerak Leisure Economy

November 18, 2017

“Dua Dunia” Otak Kita

October 13, 2017

The Dark Side of the Gen Z

September 24, 2016

Bukber

June 18, 2016

Multi-Tribes Netizen

February 21, 2016

Strategy in Crisis

September 12, 2015

Consumers in Crisis

September 5, 2015

#C3000 dan Value Innovation

June 13, 2015

Value Innovator

May 31, 2015

Jomblo Lifestyle

October 25, 2014

2 comments

kredit tanpa agunan July 14, 2013 - 11:55 am

pusing dengan pemikiran pemerintah yang aneh dengan kebijakan-kebijakannya yang mengada-ada…blog nya informatif banget, fresh banget…mending cangkrukan mesen teh legi 🙂 suwun mas

Reply
leeman January 13, 2014 - 6:34 am

Kami menawarkan pinjaman pribadi
Suku bunga tahunan pribadi dan komersial sangat rendah dengan
hanya 3% selama 1 tahun dengan masa pembayaran 30 tahun
bagian dari dunia.Kami memberikan pinjaman di daerah minimum
€ 2.000 sampai maksimal saya membutuhkan proposal usulan € 50,000,00 dari.Email:godfreyleeman1234@gmail.com

Reply

Leave a Comment Cancel Reply

Save my name, email, and website in this browser for the next time I comment.

Artikel Terbaru

  • Best Business Book 2020 on COVID-19: My Picks

    December 27, 2020
  • Best Business Books 2020: My Picks

    December 24, 2020
  • Industry Megashifts 2021 (3)

    December 14, 2020
  • Industry Megashifts 2021 (2)

    December 14, 2020
  • Industry Megashifts 2021 (1)

    December 14, 2020
  • 6 Forces of Change 2021

    December 13, 2020
  • Konsumen Indonesia Optimis

    November 28, 2020
  • Prospective Businesses for UKM

    October 14, 2020
  • UKM Outlook 2021

    October 11, 2020
  • New Omni Marcomm

    October 1, 2020
  • Dunia Hiburan Terkoyak Pandemi

    September 4, 2020
  • Family Life in the Pandemic Era

    September 4, 2020
  • 5 Digital Consumer Megashifts

    August 26, 2020
  • 15 Banking Consumer Megashift

    August 10, 2020
  • New Normal 100: Leisure & Travelling Trends

    July 26, 2020
  • New Normal 100: Digital Life & Privacy Trends

    July 24, 2020
  • 25 Retail Megashifts

    July 18, 2020
  • New Marcomm Paradigm

    July 18, 2020
  • #IBF2020: The Inside Story

    July 9, 2020
  • #IBF2020 – ReBound, ReBoot, ReBorn

    June 27, 2020

Langganan Artikel via Email

Recent Posts

  • Best Business Book 2020 on COVID-19: My Picks
  • Best Business Books 2020: My Picks
  • Industry Megashifts 2021 (3)
  • Industry Megashifts 2021 (2)
  • Industry Megashifts 2021 (1)
  • 6 Forces of Change 2021
  • Konsumen Indonesia Optimis
  • Prospective Businesses for UKM
  • UKM Outlook 2021
  • New Omni Marcomm
  • Dunia Hiburan Terkoyak Pandemi
  • Family Life in the Pandemic Era
  • 5 Digital Consumer Megashifts
  • 15 Banking Consumer Megashift
  • New Normal 100: Leisure & Travelling Trends
  • New Normal 100: Digital Life & Privacy Trends
  • 25 Retail Megashifts
  • New Marcomm Paradigm
  • #IBF2020: The Inside Story
  • #IBF2020 – ReBound, ReBoot, ReBorn
  • Facebook
  • Twitter
  • Instagram
  • Youtube

@2020 - All Right Reserved. Designed and Developed by Wihgi.com


Back To Top