Akhirnya buku saya rampung juga. Senin, 20 Mei nanti, pas Hari Kebangkitan Nasional, buku itu bakal diluncurkan. Buku berjudul Beat the Giant tersebut akan diluncurkan di ajang Indonesia Brand Forum (IBF) 2013, di Jakarta Convention Center, sebuah gelaran seminar yang menghimpun merek-merek asli Indonesia yang mampu berkiprah menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Tahun ini IBF mengambil tema “Kebangkitan Nasiona Kedua, Kebangkitan Merek Indonesia“.
See Beat the Giant: “The Signature Edition”
Ide buku ini muncul selama saya menulis buku Consumer 3000 sejak akhir tahun 2010. Selama meriset buku tersebut saya mendapati bahwa Indonesia akan bergerak cepat menjadi salah satu kekuatan utama ekonomi dunia. Di Tahun 2030 nanti misalnya, Indonesia akan menjadi ekonomi ke-7 terbesar di dunia. Perkembangan ekonomi yang cepat ini terutama didorong oleh momentum pertumbuhan kelas menengah yang cepat sejak 3 tahun trekhir. Dengan 240 juta penduduk (dimana 60% diantaranya kelas menengah) Indonesia akan menjadi salah satu pasar terbesar di dunia.
Resah
Keresahan terbesar saya adalah adanya kenyataan bahwa, yang piawai memanfaatkan potensi pasar besar tersebut justru bukanlah anak negeri, tapi pemain-pemain global asing yang memiliki kemampuan sumber daya nyaris tak terbatas. Yang paling saya takutkan adalah jika kita hanya menjadi “bangsa konsumen” dan “bangsa penikmat”, bukan “bangsa value creator” dan “bangsa brand-builder”. Kita hanya menjadi pasar belaka, yang menjadi “ajang bancaan” (tempat kenduri) bagi pemain-pemain global asing. Pemain-pemain lokal tergilas karena loyo dan tidak punya daya saing melawan pemain raksasa.
Singkatnya, saya resah pemain lokal tak bisa menjadi tuan rumah di negerinya sendiri.
Keresahan itu bukannya tanpa alasan. Coba saja lihat gambaran gamblang di depan mata berikut ini. Di industri telekomunikasi, kini semua merek adalah milik asing kecuali Telkom. Telkom seperti dikepung dari segala penjuru oleh raksasa telekomunikasi global/regional dengan kekuatan modal, SDM, manajemen dan teknologi yang begitu perkasa.
Menyusul ontran-ontran industri perbankan karena krismon 1998, kita melihat gelombang pembelian bank-bank lokal oleh bank-bank asing berlangsung begitu massif. Kini, praktis bank-bank papan atas swasta dimiliki oleh asing. Untung saja bank-bank BUMN papan atas seperti BNI, BRI, dan Bank Mandiri tidak ikutan dilego.
Coba saja Anda ke kamar mandi atau ke dapur. Anda akan temui mulai dari sabun mandi, pasta gigi, shampo, sabun cuci, margarin, keju, susu, kecap, hingga sambel, semuanya dikuasai oleh merek-merek asing.
Kalau mau, deretan fakta itu bisa dibentang lebih panjang lagi. Coba kita telusur lebih jauh lagi: di industri otomotif, farmasi, toiletris, kosmetik, ritel, elektronik rumah tangga, gadget, makanan/minuman, pertambangan, alat berat, periklanan, riset pasar, bahkan dotcom, dominasi pemain global asing sudah sampai ke tulang sumsum.
Kalau demikian keadaannya, apakah perusahaan global itu salah? Absolutely not! Saya bukanlah nasionalis puritan yang membabi-buta. Saya bukanlah anti modal asing atau perusahaan asing. Mereka justru kita butuhkan sebagai sparing partner yang terus memompa andrenalin kita untuk menjadi pemain tangguh. Global competitions are the best vitamines for us to be a real global players.
Menandingi Global
Dengan background seperti itu, melalui buku ini saya menawarkan sebuah model strategi yang bisa dipakai oleh para pemain lokal dalam menandingi raksasa-raksasa global di pasar Indonesia. Saya membagi merek lokal tersebut ke dalam empat posisi, berikut empat implikasi strategisnya sebagai berikut.
Smart Flanker adalah merek lokal yang tidak memiliki local advantage maupun kemampuan mencapai global best practices yang kokoh. Merek lokal di posisi ini umumnya berskala kecil dan produknya tidak memiliki keunikan lokal. Karena itu mereka dihadapkan pada pilihan pelik untuk menyingkir (flank) dalam menghadapi merek global dan mencari niche market di mana ia masih bisa menguasainya.
Pemain seperti D’Cost, Ranch Market, Bank Pembangunan Daerah (BPD), perusahaan dotcom seperti Bhinneka.com atau Bukalapak.com, juga kebanyakan perusahaan kecil/menengah ada di posisi ini. Jadi, merek lokal di posisi ini harus membangun keunggulan di pasar-pasar yang diabaikan oleh merek-merek global. Strategi generik pemain di posisi ini adalah: FLANK and Create Your Own Pond.
Local Challenger adalah merek lokal yang memiliki keunikan lokal tapi masih belum mampu menyamai kemampuan merek global dalam hal kemampuan modal, manajemen, SDM, teknologi, dan lain-lain. Pemain lokal seperti Sido Muncul, Martha Tilaar Group, Hotel Santika, Mustika Ratu, Batik Keris, Viva, Pegadaian, Khong Guan, Bank Syariah Mandiri, Bank Muamalat, dan lain-lain ada di posisi ini.
Pilihan strategi yang bisa mereka ambil adalah membangun keunggulan bersaing melalui keunggulan lokal yang dimilikinya. Hotel Santika misalnya, membangun keunggulan lokal melawan hotel-chain asing dengan mengembangkan konsep layanan Indonesia hospitality yang berbasis pada kearifan lokal (local wisdom) Indonesia. Strategi generik pemain di posisi ini adalah: FOCUS on Your Local Uniqueness.
National Champion adalah pemain yang memiliki keunikan lokal, sekaligus memiliki kapasitas setara dengan global best practices. Pemain-pemain lokal seperti Garuda Indonesia, BRI, Sosro, JNE, Prodia, Indomaret, Alfamart, Kompas, dan Femina ada di posisi ini. Merek-merek lokal di posisi ini paling siap dalam menghadapi merek global secara head-to-head dengan cara membangun local differentiation.
Garuda Indonesia misalnya, membangun local differentiation dengan menggunakan identitas Indonesia dalam strategi branding-nya. Garuda Indonesia juga mengembangkan konsep layanan “Garuda Indonesia experience” dalam inflight services-nya melalui sight, sound, scent, taste, touch yang bernuansa kekayaan budaya Indonesia. Strategi generik pemain di posisi ini adalah: DOMINATE Domestic Market through Local Differentiation.
Global Chaser adalah pemain lokal yang by-default tidak memiliki keunikan lokal, tapi memiliki kapasitas modal, SDM, manajemen, dan teknologi yang sejajar dengan merek-merek global. Pemain-pemain lokal seperti Polygon, Polytron, Telkom, Pertamina Pelumas, Biofarma, Mayora, GarudaFood, Indofood, Semen Gresik, Bank Mandiri ada di posisi ini.
Pilihan strategi yang bisa mereka ambil adalah terus mengejar kapasitas global best practices dan kalau perlu membangun daya saing dengan masuk ke pasar-pasar regional/global. Global chaser seperti Biofarma, Polygon, atau Pertamina Pelumas misalnya, mulai agresif membangun daya saing dengan memasuki pasar Asia, Eropa, dan Amerika. Strategi generik pemain di posisi ini adalah: EXPAND to Global Market.
Kalau mau diringkas, maka empat strategi di atas menjadi:
2FDE = FLANK-FOCUS-DOMINATE-EXPAND
15 comments
Waaahh!!!! ini kan yang semept disinggung di Akademi berbagi Tanggerang kan
Aku Mau dong mas Siwo 🙂
luar biasa ulasannya mas siwo,
mau dong mas siwo pre-order bukunya, gimana caranya ya? 🙂
[…] Kita akan punya kesempatan “ngobrol ngalor-ngidul” dengan pak Irwan Hidayat dalam rangka #Road2IBF 5 untuk menyongsong gelaran Indonesia Brand Forum 2013, Jakarta Convention Center, Cendrawasih Room, Senin, 20 Mei 2013. DIskusi akan dipandu Yuswohady, penulis buku Beat the Giant. […]
segera hunting bukunya, keknya keren nih 🙂
[…] Hari Kebangkitan Nasional, 20 Mei di ajang Indonesia Brand Forum (IBF) 2013 saya meluncurkan buku Beat te Giant: Strategi Merek Indonesia Menandingi Merek Global dan Menjadi Tuan Rumah di Negeri Sen…. Buku tersebut baru hadir di toko buku Gramedia pada awal bulan Juni 2013, namun pre-order sudah […]
[…] Kita akan ngobrolin inisiatif-inisiatif yang bisa kita lakukan dalam rangka membangun #merekLokal Indonesia khususnya di industri kreatif dan usaha kecil dan menengah […]
[…] dengan cara menyerang (attacking) dengan memanfaatkan keunikan lokal yang mereka miliki (baca Beat the Giant, 2013), maka pemain smart flanker justru sebaliknya menghindari perbenturan langsung dengan pemain […]
[…] Mei lalu saya menggelar event Indonesia Brand Forum (IBF) untuk mengingatkan kita semua mengenai pentingnya merek lokal membangun kemampuan dan daya […]
[…] buku baru saya Beat the Giant (Gramedia, 2013), saya sudah merumuskan empat strategi generik yang bisa ditempuh merek Indonesia […]
[…] yuswohady Temen-temen yuk ikutan PPM Book Talk membahas buku baru saya BEAT THE GIANT: Strategi Merek Indonesia Menandingi Merek Global dan Menjadi Tuan Rumah di Negeri Sendiri. […]
[…] yuswohady Awalnya dari buku yang saya tulis Mei 2013 lalu, Beat the Giant. Buku ini merupakan refleksi keresahan saya terhadap tren kian mengkhawatirkannya dominasi […]
[…] seru: PPM BookTalk. Di acara yang istimewa ini, dilakukan bedah buku yang juga istimewa. Judulnya Beat the Giant. Penulisnya, pakar marketing Pak Yuswohady, yang telah menghasilkan sekitar 40 buku mengenai […]
あとで半3としあいだ:ちょっとかわっただいがくせい(研讨にぼつあたま、研讨はっぴょうのあらし 海内12 くに際6 モッツァレラチーズ(100g) 考试研究
わたくしが選んだのがこれ そしてしん似されることをきょく端におそれない。
指法 まだ登って来るせんしゅがいます。 あしたはもうすこしでくる参院選のはなすをしたいと思います。
技术
工藤壮ひと(柏) 大迫勇也(鹿しま) ※かこじっせきではカレーが含まれていた。 生活
ブログランキングに加入しています。 「ぶからない」で済ませてるひがし電をまったくついきゅうするもしないマスコミ。ドロドロこくするのが出てきてるんだからきんきゅうじたいたい策をさせるべきときだろう。まさにゆでガエル—Reading:ふくしまだいいちにはら発 べつにのいどでセシウムうえ昇 NHK nhk.jp/N48N6fn7 #nhk #genpatsu
站长工具 あさくるまでぶん殊だいにはたけに破ちよせると、となりののうかおじさんが「いまいち番ざつくさが伸びるときだからな ◇7/25(木)19:00~5:00
萨克斯
[…] yuswohady Dalam buku Beat the Giant, saya memasukkan Garuda Indonesia sebagai apa yang saya sebut “National Champion”. Kenapa? […]
[…] sekitar lima tahun terakhir saya banyak menulis kolom, menerbitkan buku (Beat the Giant, 2013), menggagas konferensi (Indonesia Brand Forum, pertama kali tahun 2013, dan berikutnya 20 Mei […]