Akhir tahun 2012 lalu iseng-iseng saya cari ruko untuk keperluan investasi seorang kerabat. Saya temukan lokasi pas di Mal of Indonesia (MOI). Si empunya ruko mematok harga pas Rp.3,5M. Saya coba tanya-tanya ke bank yang mendanai pembelian ruko tersebut berapa sesungguhnya harga pasar dari ruko tersebut. Kaget juga dengan informasi yang diberikan pihak bank, karena persis setahun, Desember 2011 ruko tersebut dilepas dengan harga Rp.1,7M. Itu berarti harga naik sekitar dua kali lipat dalam setahun.
Jengkel dengan harga yang melambung tak keruan, saya coba istirahat berburu. Tapi karena penasaran, iseng-iseng beberapa hari lalu iseng-iseng saya tanya-tanya ke teman-teman agen properti. Saya tambah kaget karena rupanya telah meroket lebih jauh lagi. Kata si teman, mencari ruko di kawasan Kelapa Gading dengan harga di bawah Rp.5M kini kian sulit. Padahal rentang waktu dari saya mengecek harga sebelumnya belum genap enam bulan.
Saya pun mencoba mencari tahu, apakah naiknya harga properti yang melesat cepat ini karena permainan para spekulan. Setelah selidik sana, selidik sini, saya pun berkesimpulan: bukan. Kesimpulan saya adalah, karena permintaan orang terhadap rumah atau ruko di Jakarta memang sedang tinggi-tingginya. Ketika pembeli yakin bahwa harga properti akan terus naik, maka berapapun harga ditawarkan, ia akan tetap membeli. Inilah biang dari meroketnya harga. Saya pun kemudian termagu-magu, dalam hati saya bilang: “Hebat! Banyak betul ya orang kaya di Jakarta!?!?”
Optimis
Harga properti di Jakarta yang melambung demikian fantastis itu adalah cerminan dari ekonomi Indonesia yang sedang ranum-ranumnya, sedang di era keemasan. Inilah dampak revolusi kelas menengah (“Consumer 3000”) yang ditandai dengan meningkatnya daya beli masyarakat seiring meningkatnya pendapatan. Saya sering menyebut bahwa aset-aset properti seperti rumah (landed house), ruko, atau apartemen kini sudah menjadi mass luxury. Maksudnya aset-aset yang dulunya hanya mampu dibeli oleh kalangan masyarakat atas (super kaya), kini sudah terbeli oleh kalangan kelas menengah, apalagi fasilitas kredit juga semakin bersahabat.
Studi kualitatif yang saya lakukan terhadap mindset dan perilaku kelas menengah di Indonesia menunjukkan bahwa mereka adalah kaum optimis yang melihat masa depan mereka begitu terang-benderang. Pandangan optimis ini saya kira tak bisa lepas dari kondisi ekonomi Indonesia yang sedang tumbuh-tumbuhnya. Apa akibatnya kalau mereka adalah kaum optimis? Yang paling jelas adalah nafsu untuk menaikkan kehidupan ekonomi demikian membara. Tak heran jika segmen kelas menengah yang paling besar ukurannya adalah segmen yang saya beri nama “climber”, yaitu mereka yang sedang berjuang untuk menaikan status ekonomi-sosial menjadi kelompok kaya dan mapan.
Saya menduga, naiknya harga properti yang gila-gilaan di atas terjadi karena pasar dipenuhi oleh kelompok konsumen optimis ini. Dalam ilmu ekonomi properti, mereka ini sering disebut sebagai “the fools” yang berani membeli aset yang kemahalan (overvalued). Harapannya, ia akan bisa menjualnya kepada “the greater fools” pada harga yang lebih tinggi. Mereka melihat kondisi Indonesia yang sedang di masa keemasan ini sebagai peluang “once in a lifetime” yang tidak boleh disia-siakan. Meminjam lagu Elvis Presley, “Now or Never”: nggak beli sekarang, tak akan dapat selama-lamanya. Kalau menggunakan istilah Jawa, kira-kira guyonannya berbunyi seperti ini: “Ayo podo ngedan, yen ora ngedan ora keduman” (ayo pada ikutan gila, kalau nggak nanti nggak kebagian).
Kaya Raya
Maraknya bisnis properti di Indonesia menjadi semacam magnet yang menggaet banyak climbers yang ingin cepat kaya-raya untuk nyemplung di sektor yang sedang merekah ini. Makanya tak heran jika hampir setiap hari di koran saya menemukan iklan seminar dan workshop di Jakarta yang memberikan trik-trik jitu untuk menjadi kaya-raya melalui jual-beli properti. Saya kira salah satu buku yang lagi hot dan laris saat ini adalah buku-buku yang memberikan kiat-kiat cespleng untuk cepat kaya melalui bisnis properti.
Salah satu seminar misalnya, memasang iklan di koran nasional dengan kata-kata yang sangat menggiurkan: “Ikuti strategi membeli properti TANPA UTANG, tanpa takut harga mahal”. Sementara di seminar yang lain bunyinya tak kalah menantang: “Pintu gerbang Anda untuk menjadi KAYA-RAYA melalui bisnis properti.” Fenomena ini kini mulai menyebar ke seluruh pelosok Nusantara, karena boom properti rupanya tidak hanya monopoli Jakarta.
Memang, bagi kaum climber ini mimpi terbesar dalam hidup adalah menjadi kaya-raya, pensiun dini dengan duit segudang, dan tiap bulan liburan ke seantero jagat. Jadi kalau di Amerika sejak lama kita mengenal istilah “The American Dream” yaitu mimpi orang jelata Amerika untuk menjadi kaya raya seperti Donald Trump atau Warren Buffet; maka kini di Indonesia pun kita mulai mengenal: “The Indonesian Dream”.
Melihat boom properti yang hot luar biasa ini, yang saya takutkan hanya satu hal: jangan sampai semua ini mengarah pada “property bubble”. Mudah-mudahan pasar properti di Indonesia memang ditopang oleh daya beli masyarakat yang sedang hot karena banyaknya orang kaya baru di negeri ini. Jangan sampai mortgage crash di Amerika atau semacamnya melumat negeri ini. Saya sudah bosen euy kena krisis lagi kayak tahun 1998… 😀
3 comments
Nice share…Indonesia pasti akan jadi yang terbaik
Iya harga property sekarng menakutkan, bahkan kalau dipakai buka usaha dan profitnya dibuat bayar cicilan saja sudah nga mungkin,
Bicara properties nih mas….
1. Pindah dari rumah masa kecil d Jack selatan gara2 kena jalan tol pindah k selatan jakarta karna gg bisa dptin rmh baru di lokasi sama
2. Deket pintu tol pdk pinang ada baliho apartemen klo gak salah, harga per m2 nya tiap mggu naik, pernah liar 41 juta skrg 52 juta *glek*
3. Rmh d selatan jak minimal 500 juta pdhal 2007 msh ada yg 250 jet
4. KPR mudah. Pengalamanku pindah kpr walau baru 1 tahun d bank pertama. Pindah k bank k2 d hiring ulang. Dgn cicilan sama lebih cepat 5 tahun!!! OMG….. ;))))
5. Properti di jogja Udah kek d jakarta harga nya…..
Memang edaaaaan
Dah itu aja ;))))