Consumer 3000 (#c3000) adalah sebutan saya untuk konsumen kelas menengah Indonesia, sementara entrepreneur 3000 (#e3000) adalah sebutan saya untuk wirausahawan kita yang berasal dari kalangan kelas menengah. Kenapa entrepreneur 3000? Ya, karena pertumbuhan kelas menengah yang luar biasa di Indonesia (jumlahnya mencapai 8-9 juta kelas menengah baru per tahun) berpotensi memicu gelombang tumbuhnya wirausaha yang menjadi lokomotif pertumbuhan ekonomi.
Pasalnya, kelas menengah merupakan sumber potensial bagi terbentuknya kelompok wirausahawan (pool of entrepreneurs) yang sangat strategis bagi perekonomian Indonesia. Pertama, karena kelas menengah merupakan kelompok masyarakat yang berpengetahuan (kowledgeable) dan punya potensi inovasi dan kreativitas amat tinggi (Richard Florida menyebutnya “creative class”). Kedua, mereka memiliki kemampuan pemupukan modal yang baik karena memiliki cukup duit menganggur (discretionary income). Ketiga, mereka juga kelompok masyarakat yang paling melek teknologi, terutama ICT (information & telecommunication technology).
Tantangan Terbesar
Saya menciptakan terminologi entrepreneur 3000 sebagai bentuk keresahan atas tantangan terbesar yang bakal dihadapi perekonomian Indonesia menyusul terjadinya revolusi kelas menengah yang kini telah mengantarkan Indonesia menjadi negara berpendapatan menengah (middle-income country). Apa tantangan terbesar itu? Yaitu, kemampuan bangsa ini untuk masuk ke dalam jajaran negara industri maju baru (newly industrialized country) meniru negara-negara pendahulu seperti Jepang di tahun 1970-an atau Korea Selatan dintahun 1990-an.
Bagi middle income countries seperti Indonesia skenarionya ada dua. Pertama skenario positif, kita mulus meluncur menjadi negara maju baru. Kedua skenario negatif, kita “stuck in the middle” alias terjebak pada apa yang disebut “middle-income trap”, tak mampu naik kelas menjadi negara maju. Nah, saya melihat salah satu faktor kunci kita bisa lolos dari “middle-income trap” adalah kemampuan bangsa ini dalam menghasilkan entrepreneur 3000 sebanyak mungkin sebagai engine of growth bagi perekonomian kita.
Middle-Income Trap
Middle-income trap adalah istilah yang diberikan kepada negara-negara berpendapatan menengah (middle-income countries) yang “terjebak” di posisinya dan tidak bisa melakukan lompatan untuk masuk menjadi negara maju baru. Ambil contoh dua negara: Korea Selatan dan Malaysia. Pada tahun 1970, pendapatan perkapita Korea Selatan lebih kecil dibanding Malaysia ($260 dibanding $380). Namun pada tahun 2009 Korea Selatan memiliki pendapatan per kapita tiga kali lipat Malaysia ($21.530 dibanding $6.760). Jadi Malaysia terjebak menjadi negara berpendapatan menengah, sebaliknya Korea Selatan mampu meloncat menjadi negara maju baru.
Kenapa bisa begitu? Malaysia tidak bisa mengikuti jejak Korea Selatan naik kelas menjadi negara maju baru karena negara ini merasa nyaman dan tak cukup membangun SDM dan berinovasi untuk menghasilkan produk berkandungan teknologi tinggi dan jasa bernilai tambah tinggi. Di sinilah pelajaran yang harus kita petik. Indonesia tak cukup hanya sukses masuk menjadi middle-income country, tapi juga harus mulai mempersiapkan fondasi yang kokoh untuk naik kelas menjadi negara maju baru. Caranya bagaimana? Caranya adalah dengan membangun kemampuan SDM yang mampu menghasilkan produk teknologi tinggi dan jasa bernilai tambah tinggi. Dalam konteks inilah entrepreneur 3000 menjadi begitu strategis perannya.
Kenapa strategis? Karena kelas menengah kita berpotensi menjadi pool of entrepreneurs yang mampu menghasilkan produk berteknologi tinggi dan jasa bernilai tambah tinggi. Mereka inilah yang saya sebut entrepreneur 3000. Mereka bukanlah sembarangan entrepreneur. Mereka adalah entrepreneur dari kalangan kelas menengah, yang berbekal pengetahuan, kreativitas, dan teknologi yang mereka miliki, mempunyai segudang potensi untuk membawa negara ini keluar dari lubang jarum “middle-income trap”.
Siapa?
Lalu bagaimana kongkritnya entrepreneur 3000 itu, siapa mereka? Entrepreneur 3000 adalah entrepreneur yang mampu menghasilkan nilai tambah tinggi yang dicapai melalui inovasi teknologi (sebut saja mereka: “tech savvy”), penerapan kreativitas (“creative geek”), dan pembangunan merek ( “brand builder”). Untuk memberikan gambaran siapa sosok entrepreneur 3000 ini paling gampang kalau saya tidak usah berteori atau bersilat lidah memberikan definisi, tapi langsung saja memberikan contoh sosok-sosoknya. Coba kita lihat satu persatu sosok-sosok ini.
#1. Tech Savvy adalah sosok entrepreneur 3000 yang sukses memanfaatkan teknologi untuk menghasilkan produk atau layanan bernilai tambah tinggi. Andrew Darwis, pendiri Kaskus, menurut saya adalah sosok yang pas merepresentasikan entrepreneur 3000 jenis ini. Dengan kejelian melihat peluang dan mengaplikasikan teknologi (khususnya ICT), Andrew berhasil menciptakan sebuah layanan peer-to-peer e-commerce platform yang memiliki nilai tambah tinggi dan kemampuan daya saing global.
#2. Creative Geek adalah sosok entepreneur 3000 yang memiliki kemampuan kreativitas luar biasa dalam mengolah ide dan model bisnis sehingga menghasilkan produk atau layanan bernilai tambah tinggi. Reza Nurhilman pendiri Maicih asal bandung adalah sosok yang pas mewakili entrepreneur 3000 jenis ini. Produk yang dihasilkannya hanyalah kripik singkong, bukan jenis produk berteknologi canggih, namun di tangannya, produk jadul itu dikemas dengan kreativitas tinggi. Kreativitas ide bisnis yang ia oleh (mulai dari produk yang unik, packaging yang cool, sistem distribusi “jendral” yang out-of-the-box), hingga cara promosi menggunakan Twitter yang low budget high impact) sukses membawa Maicih menjadi produk dengan nilai tambah tinggi.
#3. Brand-Builder adalah sosok entrepreneur 3000 yang memiliki kepiawaian dalam membangun merek (brand building) sehingga produk dan layanan yang dihasilkannya menikmati harga premium akibat kekuatan ekuitas merek yang dibangunnya. Johnny Andrean, pendiri J.Co adalah sosok favorit brand builder yang bisa menjadi model bagi entrepreneur lain. Dengan mengusung value proposition berupa lifestyle dan pencitraan global, Johnny mampu mengerek ekuitas merek J.Co sehingga produk-produknya memiliki nilai tambah tinggi dan mampu bersaing dengan pesaing-pesaing global di pasar dalam negeri.
Ayo bangkit para entrepreneur 3000, nasib bangsa ada di tanganmu!!!
9 comments
lagi2 pencerahan saya dapatkan….
makasih Pak Siwo, mudah2an negara ini naik kelas dan saya menjadi bagian yang bikin naik kelas itu 🙂
Mari entrepreneur berkolaborasi bahu-membahu untuk Indonesia maju 🙂
Semangat!
Kemajuan bangsa terletak tidak saja ditentukan oleh banyaknya entrepreneur, tetapi juga ditentukan oleh jenis bisnis yang akan mereka masuki. Jika mereka masih berada di area bisnis tradisional dengan produk yang berharga ribuan rupiah seperti kripik, kita tidak akan bisa keluar dari middle-income trap. Kita harus mampu memproduksi produk yang berharga jutaan rupiah
Yang penting bernilai tambah tinggi. McD cuma jualan ayam dan burger tapi memiliki nilai tambah tinggi. Nilai tambah tinggi untuk produk-produk “tradisional” ini dicapai dengan cara membangun merek (building brand).
good article, I am agree , lanjutkan….!
luar biasa. menambah optimisme bangsa ini
Mas Siwo, minta ijin di-posting di web pestawirausaha.com ya.
Terimakasih.
Boleh 🙂
[…] menarik Yuswohady di blognya; salah satu pembicara Pesta Wirausaha […]
cerdas dan brilian untuk penuis buku ini, salute!