yuswohady.com
  • Home
  • Biography
  • Home
  • Biography
bu zamana kadar sadece babası ile beraber yaşayan mobil porno genç oğlan üniversiteyi bitirdikten sonra hiç bir iş bulamaz porno izle ve evinde pineklemeye başlar Babasının milf bir kadın porno resim ile evlenme kararı ile adeta dumura uğrayan oğlan bunu porno izle ilk başta istemese de belki onunla iyi anlaşacağını seks izle düşünerek evde olduğu zamanlarda canı sıkıldığında üvey annesi sex hikayeleri ile sohbet edeceğini düşünerek kendisini rahatlatır Babasının yeni evlendiği porno izle kadın beklediğinden de çok iyi anlaşan genç oğlan sapık ensest hislerine mobil seks hakim olamayarak üvey annesinin odasına gelip siker
yuswohady.com

Authentic vs Gincu

by yuswohady December 22, 2012
December 22, 2012

Saya sebut “authentic branding” karena senjatanya adalah authenticity. Saya sebut “gincu branding”  karena senjatanya gincu. Authenticity adalah sesuatu yang orisinil, tak dibikin-bikin, penuh kepolosan, penuh kejujuran, penuh keikhlasan, nir-rekayasa. Sementara gincu adalah lambang kepalsuan. Ya, karena dengan gincu wanita yang jelek bisa disulap menjadi cantik. Dengan gincu, yang polos menjadi menor. Dengan gincu keindahan bisa dipalsukan.

Di ranah branding politisi, saya berani berteriak: “Wahai para calon bupati, para calon walikota, para calon gubernur, para calon anggota DPR, juga tentu calon presiden, gunakanlah authentic branding”. Saya juga lantang berkoar: “Wahai para bupati, para gubernur, para anggota DPR, juga presiden, enyahkan jauh-jauh gincu branding. Enyahkan jauh-jauh kepalsuan, kemunafikan, politiking, dan perekayasaan dalam melakukan komunikasi politik dan membangun personal brand.”

Untuk menjelaskan apa itu authentic branding dan gincu branding ada baiknya saya menggunakan contoh-contoh yang gampang dan mudah dicerna.

Authentic
Jokowi adalah politisi yang saya sebut piawai dalam menjalankan authentic branding. Kenapa? Karena gaya personal branding Jokowi sebagai politisi, dulu walikota Solo, dan kini gubernur DKI Jakarta selalu diwarnai orisinalitas, tak dibuat-buat, penuh kepolosan, tak menggunakan rekayasa yang ndakik-ndakik (canggih dan penuh intrik), alias apa adanya. Kalau meminjam tagline-nya salah satu produk rokok, gaya personal branding Jokowi tak banyak basa-basi.

Gebrakan terbaru Jokowi dalam membangun authentic personal brand terjadi minggu ini (Kamis, 20/12) saat ia melantik salah satu walikotanya di perkampungan kumuh. Pelantikan dilangsungkan secara sederhana, murah-meriah, tapi penuh makna. Tempat pelantikan apa adanya, tanpa AC, tanpa atap, sehingga terik matahari menyengat dan kucuran keringat melumuri tubuh pak walikota. Tentu saja bau tak sedap khas kampung kumuh mengiringi detik demi detik prosesi pelantikan.

Gaya pelantikan yang “out of the box” ini adalah cermin dari sosok Jokowi yang sederhana, merakyat, dan mau turun ke bawah untuk mendengarkan soft voice of customers. Langkah Jokowi bukanlah untuk mencari sensasi atau untuk menaikkan elektabilitas, tapi dilandasi keinginan tulus agar para walikota peka dan mau mendengar masalah masyarakat yang terpinggirkan. Bagi Jokowi momen pelantikan di kampung kumuh merupakan momentum penting agar si walikota ingat terus rakyat kecil selama ia menjabat.

Niat tulus dan keikhlasan akan selalu menemukan jalannya sendiri menuju kebaikan. Niat ikhlas Jokowi untuk membangun karakter mulia para walikota rupanya direspons luar biasa oleh kalangan media dan masyarakat umum. Acara pelantikan diberitakan begitu massif dan kemudian menghasilkan buzz luar biasa tak hanya di Jakarta tapi hingga ke seantero negeri. Acara pelantikan nyentrik ala Jokowi dibicarakan mulai dari anggota DPR hingga pedagang pasar Mayestik; dari pegawai kantoran Jl. Sudirman hingga sopir Kopaja.

Dalam ilmu pemasaran, promosi yang dilakukan oleh pihak lain (third party) secara otentik dan apa adanya memiliki kekuatan pengaruh (power of influence) yang luar biasa. Tanpa rekayasa dan strategi yang ndakik-ndakik, acara pelantikan tersebut telah menghasilkan dampak promosi yang luar biasa bagi personal brand Jokowi. Itulah yang saya sebut authentic branding. Sebuah strategi branding yang “roh”-nya adalah keikhlasan dan niat tulus.

Gincu
Itu authentic branding. Lalu bagaimana dengan gincu branding? Untuk menjelaskannya saya ingin mengambil contoh gaya personal branding para politisi yang hampir setiap malam saya saksikan iklannya di TV. Gaya dari iklan-iklan itu umumnya setali tiga uang: si tokoh menggunakan atribut-atribut partai dan atribut merah putih, menyuarakan nasionalisme, membela keadilan, perhatian kepada rakyat kecil, anti korupsi. Selalu saja tak ketinggalan, si tokoh mengedepankan prestasi-prestasi hebat yang telah dicapainya selama ini.

Dalam iklan itu si tokoh umumnya dipersonifikasikan sebagai sosok yang arif-bijaksana, pemurah, taat beragama, peduli pada kaum papa. Dalam adegan-adegan iklan biasanya digambarkan si tokoh merangkul pedagang pasar, memberikan sumbangan bencana alam, atau bersalaman dengan masyarakat tertinggal di pedalaman. Agar dramatis dan mengena hati pemirsa, seringkali gambar direkayasa dengan memberikan efek slow motion.

Untuk memperkuatnya, biasanya iklan dilengkapi dengan celoteh para selebriti yang berperan sebagai endorser (sebut saja mereka “cheerleader”) ngomong yang baik-baik mengenai si tokoh. Namanya saja iklan, tentu saja kurap, kudis, dan panu si tokoh disembunyikan rapat-rapat. Di layar TV pokoknya yang muncul serba kinclong. Tak tahu kenapa, setiap kali habis nonton iklan-iklan semacam ini mendadak perut saya mual. Sekonyong-konyong saya pun kemudian sigap layaknya bintang film Ninja mengambil langkah seribu ke belakang.

Tak cuma iklan TV, biasanya sosok si tokoh juga ditampilkan dalam billboard-billboard raksasa di jalan-jalan protokol dan strategis. Setiap kali saya menuju dan meninggalkan bandara Soekarno Hatta, saya selalu takjub oleh billboard-billboard raksasa di kiri-kanan jalan. Di situ terpampang para gubernur lengkap dengan seragam putih dan topi kebesarannya numpang nampang iklan promosi kampanye wisata daerah. Saya bingung tujuh keliling, kenapa juga foto si gubernur yang justru segedhe gadjah, sementara foto potensi wisatanya sendiri nyemplik kecil, kalah bersaing dengan foto mentereng sang gubernur. “Nabung elektabilitas” kali ya, untuk Pilkada mendatang, hehehe.

Tidak seperti Jokowi yang ikhlas menggelar pelantikan walikota, iklan-iklan dan billboard-billboard itu umumnya digelar dengan tujuan strategis yang jelas, yaitu: menaikkan elektabilitas, menaikkan awareness, atau membangun citra mulia si tokoh. Tujuan akhirnya lebih jelas lagi, yaitu terpilih menjadi bupati, menjadi gubernur, atau menjadi presiden. Pasang iklan tiap malam di TV tentu saja membutuhkan investasi miliaran rupiah, dan setiap investasi harusnya menghasilkan ROI (return of investment) yang setimpal. Di sinilah keikhlasan dan ketulusan itu sulit kita temukan.

Iklan adalah media promosi yang diperoleh karena kita membayar (paid media). Karena membayar maka kita bisa merekayasa, memoles, memplintir, agar sampai maksud dan tujuan yang kita inginkan. Itu sebabnya iklan-iklan itu tidak bisa otentik, tidak bisa polos, tidak bisa apa adanya. Citra yang dibangun iklan tersebut penuh dengan rekayasa, intrik, dan kemunafikan. Itulan yang saya sebut gincu branding. Sebuah strategi branding yang “roh”-nya adalah udang di balik batu.

Untuk menjalankan authentic branding dibutuhkan tokoh pemimpin yang berkarakter. Saya hanya berdoa semoga Jokowi bisa mempertahakan keagungan karakternya. Karena dengan begitu setiap polah tingkahnya akan menjadi inspirasi bagi kita semua, terutama para politisi yang berambisi menjadi bupati, gubernur, atau presiden.

Related posts:

  1. Marketing Al Amin vs. Marketing Pencitraan
  2. “10:90 Marketing”
0
FacebookTwitterWhatsappEmail
yuswohady

Yuswohady, Managing Partner Inventure. Author of 50+ books on business & marketing, incl. the best seller "Millennials KILL Everything" (2019) and "Consumer Megashift after Pandemic" (2020).

previous post
Early AM Market
next post
Merayakan Tahun Baru

Baca Juga

Merek Berbahasa Indonesia

October 11, 2019

Pemasaran “Anti-Mainstream” Ala Azwar Anas

August 10, 2019

Cool Brand… Boring Brand

June 8, 2019

Millennial Voters 2019

September 22, 2018

Asian Games & Nation Branding: eBook

September 9, 2018

Sukses Asian Games & Visi 2032

September 1, 2018

Mem-branding Indonesia lewat Asian Games

August 25, 2018

Artis Nyaleg

July 28, 2018

Caleg Artis dan Branding Parpol

July 28, 2018

The End of Brand

February 3, 2018

9 comments

Mohammad Tazam December 22, 2012 - 10:26 pm

Terimakasih untuk tulisannya mas @yuswohady.
Salam,
@mohammadtazam

Salam mas 🙂

Reply
frans December 23, 2012 - 2:25 am

Tulisan yang sangat bagus dan berkelas! Banyak masyarakat yang alergi pada kata ‘pencitraan’. Padahal semua yang kita katakan dan lakukan adalah sebuah pencitraan tentang diri kita sendiri di mata orang2 lain. Semoga yang sudah mengeluarkan uang miliaran rupiah di berbagai media untuk mengangkat elektabilitas jadi mikir lagi setelah teamnya baca tulisan Anda ini. Mantap!

Semoga bapak-bapak itu baca… hehehe

Reply
Jojoz On Revolutia December 23, 2012 - 3:34 am

Authentic = orisinil + luar (ke)biasa(an) pak?

Great formula!!!

Reply
sriwwahyuni December 23, 2012 - 6:13 am

Subhanallah..
Two thumbs up for you!! 🙂
Suka sekali

Reply
Wahyu Awaludin December 24, 2012 - 12:44 am

Menarik nih kalo kepemimpinan Jokowi dipelajari dari sdut pandang marketing 😀

He is a great marketer

Reply
Wiena Windari December 24, 2012 - 2:22 am

Mas Yuswo … Iyah banget ! Dah lama gak ngobrol … susahnya authentic itu gak bisa lahir tiap kali .. even by design yach mas .. karena semua tergantung dari personalnya juga yach mas …

character matter, character itu ya terbangun bertahun-tahun, puluhan tahun bahkan, ups, konsultan politik jadi gak laku nih 😀

Reply
Zakia December 25, 2012 - 12:23 am

“gincu branding” membuat capek, krn harus “pura-pura” agar sesuai dgn pencitraan yg diinginkan.
“authentic branding” lebih menentramkan dan tidak bikin capek ya pak.
tulisannya nyentil dan bikin nagih baca lagi!

Makanya jadi cewek jangan banyak-banyak pake gincu… hehehhe… kwkwkwkk

Reply
Apoed January 1, 2013 - 11:27 pm

pencitraan adalah realitas yg direkayasa, good notes…

Reply
Fahmi Septian January 27, 2013 - 1:43 am

Gincu branding dr politisi yg paling bikin mual itu kalo udah nyebutin kata “RAKYAT”, terasa sekali kalo mereka VERTIKAL terhadap warganya. Wahai politisi, cobalah pakai kata “WARGA”, lebih HORIZONTAL gitu. Secara sekarang udah zamannya HORIZONTAL MARKETING. 😀

Setuju!

Reply

Leave a Comment Cancel Reply

Save my name, email, and website in this browser for the next time I comment.

Artikel Terbaru

  • Corona: A Serial Killer

    February 26, 2021
  • Sharing Economy in the Pandemic

    February 19, 2021
  • Syariah Universal

    February 12, 2021
  • Stay @ Home Lifestyle

    February 7, 2021
  • Best Business Book 2020 on COVID-19: My Picks

    December 27, 2020
  • Best Business Books 2020: My Picks

    December 24, 2020
  • Industry Megashifts 2021 (3)

    December 14, 2020
  • Industry Megashifts 2021 (2)

    December 14, 2020
  • Industry Megashifts 2021 (1)

    December 14, 2020
  • 6 Forces of Change 2021

    December 13, 2020
  • Konsumen Indonesia Optimis

    November 28, 2020
  • Prospective Businesses for UKM

    October 14, 2020
  • UKM Outlook 2021

    October 11, 2020
  • New Omni Marcomm

    October 1, 2020
  • Dunia Hiburan Terkoyak Pandemi

    September 4, 2020
  • Family Life in the Pandemic Era

    September 4, 2020
  • 5 Digital Consumer Megashifts

    August 26, 2020
  • 15 Banking Consumer Megashift

    August 10, 2020
  • New Normal 100: Leisure & Travelling Trends

    July 26, 2020
  • New Normal 100: Digital Life & Privacy Trends

    July 24, 2020

Langganan Artikel via Email

Recent Posts

  • Corona: A Serial Killer
  • Sharing Economy in the Pandemic
  • Syariah Universal
  • Stay @ Home Lifestyle
  • Best Business Book 2020 on COVID-19: My Picks
  • Best Business Books 2020: My Picks
  • Industry Megashifts 2021 (3)
  • Industry Megashifts 2021 (2)
  • Industry Megashifts 2021 (1)
  • 6 Forces of Change 2021
  • Konsumen Indonesia Optimis
  • Prospective Businesses for UKM
  • UKM Outlook 2021
  • New Omni Marcomm
  • Dunia Hiburan Terkoyak Pandemi
  • Family Life in the Pandemic Era
  • 5 Digital Consumer Megashifts
  • 15 Banking Consumer Megashift
  • New Normal 100: Leisure & Travelling Trends
  • New Normal 100: Digital Life & Privacy Trends
  • Facebook
  • Twitter
  • Instagram
  • Youtube

@2020 - All Right Reserved. Designed and Developed by Wihgi.com


Back To Top