Saya menyebutnya “early AM market”. Idenya dari judul lagu jazz fusion favorit saya di tahun 1980-an “Early AM Attitude” besutan duo musisi jazz kondang Dave Grusin dan Lee Ritenour. AM sendiri singkatan dari “ante meridiem” yaitu rentang waktu antara jam 12 malam hingga jam 12 siang. Jadi “early AM” adalah rentang waktu di sekitar pukul 12 tengah malam hingga 3 dini hari.
Saya menamainya “early AM market” untuk menyebut peluang pasar luar biasa yang muncul di rentang waktu tengah malam hingga dini hari. Peluang pasar ini mendadak-sontak marak luar biasa tiga tahun terakhir seiring dengan tumbuh pesatnya konsumen kelas menengah (“Consumer 3000”) di Indonesia. Maraknya pasar baru inilah yang membuat pemain seperti 7-Eleven (“Sevel”) mencapai sukses luar biasa, layanan Indomaret 24 jam begitu mencorong, atau McCafe begitu digandrungi anak muda.
Pemain-pemain cerdas tersebut mengais ceruk pasar (niche) antara tengah malam hingga dini hari, rentang waktu yang dulunya dicuekin dan tak sedikitpun dilirik oleh pemain lain. Kini ceruk itu telah menjadi mainstream market, membengkak menjadi pasar yang luar biasa besar dan atraktif. Sekali lagi, perubahan perilaku konsumen kelas menengah membawa peluang pasar baru yang luar biasa.
Sevel Effect
“Early AM market” sesungguhnya sudah muncul benih-benihnya sejak lama. Circle-K, peritel yang memiliki konsep buka 24 jam, bisa dibilang sebagai pionir yang membuka ceruk pasar ini lebih dari lima tahun lalu. Saat itu benih-benih budaya nongkrong di tengah malam mulai tumbuh di kota-kota besar Tanah Air. Jauh sebelumnya (sejak 2002), sesungguhnya Starbucks sudah hadir di Jakarta menebar budaya nongkrong tengah malam, tapi karena gerai ini untuk kalangan atas maka dampaknya terbatas di kalangan tertentu.
Peka menangkap peluang “early AM market”, McDonalds meluncurkan konsep McCafe yang pertama di Kemang pada tahun 2007. Sebagai musuh bebuyutan, KFC tak mau kalah menangkap ceruk pasar ini dengan meluncurkan gerai KFC Coffee berkonsep tempat nongkrong untuk kaum muda gaul. Karena konsep mereka adalah tempat nongkrong 24 jam, maka terpaksa mereka harus keluar dari mal menjadi stand-alone store. Hasilnya, mereka meraup sukses luar biasa.
Budaya nongkrong tengah malam betul-betul menjadi mass culture dan menjadi talk of the town di Jakarta saat Sevel buka di Blok M tahun 2009. Sevel menawarkan extraordinary value proposition seperti makanan siap saji yang value for money pas untuk kantong siswa/mahasiswa, area nongkrong yang cool, fasilitas seperti free wifi atau colokan listrik, dan yang terpenting brand image yang keren abis membikin setiap ABG kesengsem pada gerai pendatang baru ini. Berkat begitu massifnya buzz melalui media sosial, maka “Sevel lifestyle” pun dengan cepat mewabah di seantero Jakarta.
Seiring tumbuhnya “early AM market”, peritel yang buka 24 jam pun merebak di mana-mana dan menjadi tren. Indomaret dan Alfamart 24 jam buka di mana-mana, tak hanya di Jakarta tapi juga di seluruh kota di Tanah Air, dan menuai sukses luar biasa. Ketika gerai-gerai nongkrong 24 jam buka di seantero negeri, maka dampak lebih lanjutnya bisa ditebak: budaya nongkrong tengah malam menjadi virus yang menyebar begitu ganas.
Warung Subuh
Hari Jumat malam kemarin (14/12) saya mengisi seminar “Marketing Outlook 2013” di teman-teman AMA (Asosiasi Manajemen Indonesia) Malang. Sehabis mengisi seminar, sekitar pukul sebelas malam saya diajak ketua AMA Malang, pak Sarbini nongkrong di Warung Subuh di Jl.Raya Langsep kota Malang. Sesuai namanya, warung ini buka sampai subuh. Dari sisi makanan, menu yang ditawarkan warung ini biasa saja (bakso, sate, soto, nasi goreng, cwi mie, pizza, dll.), rasanya pun tak istimewa.
Ya, karena offering utama warung ini adalah tempat nongkrong yang value for money, cool, dan gayeng. Di sini tersedia wifi gratis, colokan listrik untuk mereka yang bawa laptop untuk kerja, juga charge untuk mereka yang baterai BB-nya lobet. Warung ini ramai luar biasa sejak sekitar jam 11 malam dan makin ramai hingga sekitar jam tiga dini hari. “Warung ini ramai karena di tengah malam tidak punya pesaing,” ujar pak Sarbini.
Di tempat ini orang ngobrol dan bercengkerama bisa sampai berjam-jam. Semua kalangan tumplek-blek di sini, mulai dari para ABG galau, mahasiswa, om-om dan tante-tante, suami-istri, bahkan kaum lanjut usia. Mengamati fenomena Warung Subuh saya jadi tersadar, bahwa revolusi “early AM market” tak hanya terjadi di Jakarta saja, tapi juga terjadi di second city bahkan third city di seluruh pelosok Tanah Air.
Budaya nongkrong tengah malam bukanlah hal baru. Ia ada di berbagai daerah sejak lama, karena itu warung kopi begitu marak di Makassar atau warung nasi kucing begitu populer di Yogya. Namun kini, dengan adanya embel-embel global-branded seperti “Sevel lifestyle”, “McCafe lifestyle”, atau “Starbucks lifestyle” maka gaya hidup lama ini kini menjadi lebih cool, lebih awasome, lebih keren. Kalau trennya begitu maka hasil akhirnya bisa kita tebak: “early AM market” bakal membengkak luar biasa.
So, tunggu apa lagi, Anda harus secepat kilat mengais ranumnya pasar baru ini.
5 comments
“Mengais ranumnya pasar baru ini”
😀
Property akan segera menyiapkan lahannya….
betah ya orang-orang nongkrong jam subuh subuh
gaya hidup lama, kemasan baru ya pak 🙂
Pintarnya marketer mengemas menjadi culture move, hebat!!!
[…] nongkrong”. Ia mempu menggerakkan cultural movement di kalangan urban yang sering disebut “Sevel effect” atau “Sevel lifestyle”. Tak gampang sebuah brand bisa membentuk budaya dan gaya hidup di […]