yuswohady.com
  • Home
  • Biography
  • Home
  • Biography
bu zamana kadar sadece babası ile beraber yaşayan mobil porno genç oğlan üniversiteyi bitirdikten sonra hiç bir iş bulamaz porno izle ve evinde pineklemeye başlar Babasının milf bir kadın porno resim ile evlenme kararı ile adeta dumura uğrayan oğlan bunu porno izle ilk başta istemese de belki onunla iyi anlaşacağını seks izle düşünerek evde olduğu zamanlarda canı sıkıldığında üvey annesi sex hikayeleri ile sohbet edeceğini düşünerek kendisini rahatlatır Babasının yeni evlendiği porno izle kadın beklediğinden de çok iyi anlaşan genç oğlan sapık ensest hislerine mobil seks hakim olamayarak üvey annesinin odasına gelip siker
yuswohady.com

Komoditisasi Merek Global

by yuswohady October 26, 2012
October 26, 2012

Waktu sekolah di Yogya lebih dari 15 tahun yang lalu, saya masih ingat waktu itu KFC masih awal-awal masuk di Yogya, nggak sembarang orang bisa masuk ke gerai Paman Sam ini. Pertama, karena harganya masih belum terjangkau apalagi untuk kantong mahasiswa seperti saya waktu itu. Kedua, karena KFC waktu itu adalah gerai bergengsi tinggi dan “wah”. Ia masih dipandang orang Indonesia sebagai merek Amerika dengan imej selangit, sehingga nggak sembarang orang “berani” masuk ke dalamnya alias minder.

Itu dulu. Kini, seiring dengan terjadinya revolusi kelas menengah di Indonesia, gerai-gerai global seperti KFC, McD, Burger King, Pizza Hut, Dunkin Donut, hingga Starbucks kian diterima semua kalangan masyarakat kita. Harga mulai terjangkau, ketersediaan di mana-mana, dan kini gerai-gerai tersebut imejnya tak lagi se “wah” dulu (yup, saya menyebutnya “mass luxury”). Siapapun kita kini bebas melenggang di gerai-gerai global tersebut tanpa sungkan dan minder.

Di harian ini beberapa minggu lalu saya pernah menulis munculnya tren di Indonesia bahwa gerai-gerai global ini semakin merakyat. Bahkan at the of the day, saya meramalkan gerai global seperti McD atau KFC akan menjadi warung yang benar-benar merakyat layaknya warung Tegal atau warung Padang yang disambangi semua kalangan atas, tengah, maupun bawah. Apalagi jika mereka sudah mulai merambah ke kota-kota kabupaten seantero Nusantara. Let’s see.

Komoditisasi
Seiring dengan tren kian merakyatnya gerai-gerai global tersebut, saya juga menengarai adanya tren lain yang menimpa mereka, yaitu apa yang saya sebut komoditisasi merek global (brand commoditization). Komoditisi adalah istilah yang umum dipakai di dunia pemasaran untuk menunjuk proses terjadinya erosi diferensiasi dari sebuah merek. Merek-merek global seperti McD dan KFC menjadi kian biasa dan kehilangan keunikannya baik secara fungsional (rasa) maupun emosional (imej).

Kenapa begitu? Coba kita lihat satu-persatu. Secara fungsional (dari sisi rasa dan enaknya makanan), sejak awal sesungguhnya merek-merek global tersebut memiliki diferensiasi yang rawan karena adanya tuntutan bahwa produk mereka harus seragam di seluruh dunia (global standardization). Lemahnya diferensiasi fungsional ini selama ini tak menjadi problem karena “tertutup” oleh kesan “wah” dan imej global (Amerika) tadi.

Setelah mencoba dan membuktikan rasa burger-nya McD atau ayamnya KFC selama bertahun-tahun, konsumen kita kini mulai menganggap bahwa rasa yang ditawarkan merek-merek global tersebut tidaklah istimewa alias biasa-biasa saja. Berbicara rasa, konsumen kita mulai melihat, justru gerai-gerai kuliner lokal seperti Mbah Jingkrak, Ayam Goreng Ny. Suharti, Ayam Mbok Berek, Soto Kudus, Batagor Riri, Gudeg Wijilan, atau Bebek Bengil memiliki citarasa yang lebih unggul. Dari sisi rasa, sesungguhnya gerai-gerai lokal ini memiliki diferensiasi yang lebih kuat.

Tidak “Wah” Lagi
Seperti saya bilang di depan, kelemahan diferensiasi merek-merek global dari sisi rasa tersebut terkompensasi oleh adanya kesan “wah” sebagai merek global. Nah, saya melihat tren di Indonesia, bahwa kesan “wah” itu pun kini kian terkikis seiring makin dominannya kalangan kelas menengah di Tanah Air. Sebagai masyarakat yang knowledgeable dan terbuka terhadap informasi global (yup, melalui Googling, Twitter, dan Faceebook yang murah-meriah) kelas menengah kita mulai melihat merek-merek global (Amerika dan Eropa) sebagai merek yang biasa-biasa saja, tak se-“wah” dulu lagi.

Apalagi kalau melihat kenyataan terjadinya kemunduran ekonomi Amerika-Eropa beberapa tahun terakhir akibat krisis ekonomi yang akut. Ditambah lagi, kini kita menyongsong “era kejayaan Asia” dimana China, India dan Indonesia menjadi tiga pilar utama. Jadi, sebagai bangsa kita menjadi konfiden tidak lagi merasa underdog seperti sebelumnya. Kita tidak “silau” lagi dengan merek-merek global dari negara-negara kelas satu Amerika-Eropa.

Jadi, saya ingin mengatakan bahwa, secara fungsional (rasa) maupun emosional (imej) gerai-gerai global tersebut secara sistematis mulai tererosi kekuatan diferensiasinya. Seiring dengan semakin merakyatnya McD atau KFC, saya melihat adanya tren bahwa mereka semakin kehilangan keunikannya karena berlangsungnya komoditisasi di atas.

Brand Customization
Apa konsekuensi penting dengan adanya tren komoditisasi merek global tersebut di Indonesia? Yang terpenting adalah, ini merupakan momentum penting bagi gerai-gerai kuliner lokal untuk membangun merek (building brand) agar tetap ada di hati konsumen Indonesia dan sekaligus menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Merek lokal seperti Ayam Mbok Berek, Batagor Riri, atau Warung Padang Sederhana harus mempersenjatai dirinnya dengan branding seperti yang dilakukan McD atau KFC agar mereka mampu melakukan kastemisasi (brand customization) sehingga memiliki diferensiasi kokoh.

Kalau ini dilakukan maka dua tren saya harapkan bisa berlangsung, yaitu di satu sisi terjadi komoditisasi merek global (“global brand commoditization”); sementara di sisi lain terjadi kastemisasi merek lokal (“local brand customization”). Inilah yang saya sebut sebagai fenomena “global paradox” di tengah kebangkitan kelas menengah Indonesia. Kenapa paradoks? Ya, karena umumnya yang melakukan kastemisasi itu itu merek global, sementara merek lokal mengalami komoditisasi. Ini justru sebaliknya.

Untuk memberikan gambaran bagaimana merek lokal seharusnya melakukan kastemisasi produk dan layanannya sehingga memiliki diferensiasi kokoh, saya mencoba mengambil contoh keripik pedas Maicih sebagai role model. Maicih adalah contoh merek lokal hebat asal Bandung yang kreatif membangun diferensiasi melalui kastemisasi sekaligus mengangkat derajat keripik singkong menjadi makanan bergengsi dengan ekuitas merek yang kokoh.

Banyak cara kastemisasi kreatif yang dilakukan Maicih untuk mendongkrak ekuitas mereknya, mulai dari tampilan (brand context) yang cool, komunikasi pemasaran murah via media sosial, membangun customer evangelism (melalui komunitas “Icihers”), pengembangan brand symbol & terminologies yang kreatif abis (seperti sebutan “Presiden” untuk pemilik, “Jendral” untuk reseller, atau sebutan “Gentayangan” untuk cara berjualan yang mobile.

Kalau Maicih bisa dan sukses luar biasa, kenapa merek lokal yang lain nggak bisa? Inilah tantangan merek lokal untuk menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Tak ada pilihan lain, merek lokal harus melakukan brand building dan brand customization secara kreatif abis seperti yang dilakukan Maicih. Kalau tidak, saya takut makanan-makanan hebat seperti pecel, rawon, rendang, atau rujak cingur tak ada lagi di jalan-jalan tergerus oleh McD dan KFC. Saya takut pecel, makanan kesukaan saya, adanya cuma di museum kuliner Nusantara.

Related posts:

  1. Ruarrr Biasa… Kelas Menengah Cina
  2. Branding Rendang
  3. Going Middle
0
FacebookTwitterWhatsappEmail
yuswohady

Yuswohady, Managing Partner Inventure. Author of 50+ books on business & marketing, incl. the best seller "Millennials KILL Everything" (2019) and "Consumer Megashift after Pandemic" (2020).

previous post
Ruarrr Biasa… Kelas Menengah Cina
next post
Kelas Menengah Pemboros Devisa

Baca Juga

Merek Berbahasa Indonesia

October 11, 2019

Cool Brand… Boring Brand

June 8, 2019

Asian Games & Nation Branding: eBook

September 9, 2018

Sukses Asian Games & Visi 2032

September 1, 2018

Mem-branding Indonesia lewat Asian Games

August 25, 2018

The End of Brand

February 3, 2018

Free eBook – Marketing Outlook 2018: “Welcome Leisure...

December 9, 2017

Milenial Jaman Now: Penggerak Leisure Economy

November 18, 2017

“Dua Dunia” Otak Kita

October 13, 2017

Brand Disruption

September 23, 2017

5 comments

wahyu awaludin October 27, 2012 - 10:06 am

hoho mantep. perlu banget nih pak kita ngembangin brand-brand lokal 😀

Reply
Percha October 27, 2012 - 11:52 am

Wwaaa lidah saya mang uda ga “ketipu” brand global, bukannya sombong, tapi lama2 jd biasa, sing real kuliner yoo makan di warung2 or resto2 enyak murah serta kuat citarasa lokalnya.. Smg brand kuliner n tentu makanannya siap menghadapi tantangan global-lokal..

Reply
RickyGB October 27, 2012 - 11:40 pm

Bener banget nih mas. Bener-bener “Jleb!” jika dibaca oleh para pemilik franchise global brand haha

Reply
Nina Evawaty November 23, 2012 - 2:22 am

Semoga tidak dibaca pemilih franchise global bisa bahaya he he he

Reply
Nasi Pecel Quluub December 13, 2012 - 10:08 pm

tenang pak, kami Nasi Pecel Quluub @PecelQuluub semoga bisa mengglobalkan Nasi Pecel sebagai Java Salad

Hidup Pecel!!!

Reply

Leave a Comment Cancel Reply

Save my name, email, and website in this browser for the next time I comment.

Artikel Terbaru

  • Corona: A Serial Killer

    February 26, 2021
  • Sharing Economy in the Pandemic

    February 19, 2021
  • Syariah Universal

    February 12, 2021
  • Stay @ Home Lifestyle

    February 7, 2021
  • Best Business Book 2020 on COVID-19: My Picks

    December 27, 2020
  • Best Business Books 2020: My Picks

    December 24, 2020
  • Industry Megashifts 2021 (3)

    December 14, 2020
  • Industry Megashifts 2021 (2)

    December 14, 2020
  • Industry Megashifts 2021 (1)

    December 14, 2020
  • 6 Forces of Change 2021

    December 13, 2020
  • Konsumen Indonesia Optimis

    November 28, 2020
  • Prospective Businesses for UKM

    October 14, 2020
  • UKM Outlook 2021

    October 11, 2020
  • New Omni Marcomm

    October 1, 2020
  • Dunia Hiburan Terkoyak Pandemi

    September 4, 2020
  • Family Life in the Pandemic Era

    September 4, 2020
  • 5 Digital Consumer Megashifts

    August 26, 2020
  • 15 Banking Consumer Megashift

    August 10, 2020
  • New Normal 100: Leisure & Travelling Trends

    July 26, 2020
  • New Normal 100: Digital Life & Privacy Trends

    July 24, 2020

Langganan Artikel via Email

Recent Posts

  • Corona: A Serial Killer
  • Sharing Economy in the Pandemic
  • Syariah Universal
  • Stay @ Home Lifestyle
  • Best Business Book 2020 on COVID-19: My Picks
  • Best Business Books 2020: My Picks
  • Industry Megashifts 2021 (3)
  • Industry Megashifts 2021 (2)
  • Industry Megashifts 2021 (1)
  • 6 Forces of Change 2021
  • Konsumen Indonesia Optimis
  • Prospective Businesses for UKM
  • UKM Outlook 2021
  • New Omni Marcomm
  • Dunia Hiburan Terkoyak Pandemi
  • Family Life in the Pandemic Era
  • 5 Digital Consumer Megashifts
  • 15 Banking Consumer Megashift
  • New Normal 100: Leisure & Travelling Trends
  • New Normal 100: Digital Life & Privacy Trends
  • Facebook
  • Twitter
  • Instagram
  • Youtube

@2020 - All Right Reserved. Designed and Developed by Wihgi.com


Back To Top