yuswohady.com
  • Home
  • Biography
  • Home
  • Biography
bu zamana kadar sadece babası ile beraber yaşayan mobil porno genç oğlan üniversiteyi bitirdikten sonra hiç bir iş bulamaz porno izle ve evinde pineklemeye başlar Babasının milf bir kadın porno resim ile evlenme kararı ile adeta dumura uğrayan oğlan bunu porno izle ilk başta istemese de belki onunla iyi anlaşacağını seks izle düşünerek evde olduğu zamanlarda canı sıkıldığında üvey annesi sex hikayeleri ile sohbet edeceğini düşünerek kendisini rahatlatır Babasının yeni evlendiği porno izle kadın beklediğinden de çok iyi anlaşan genç oğlan sapık ensest hislerine mobil seks hakim olamayarak üvey annesinin odasına gelip siker
yuswohady.com

Middle-Income Trap

by yuswohady September 1, 2012
September 1, 2012

Middle-income trap adalah istilah yang diberikan kepada negara-negara berpendapatan menengah (middle-income countries) yang “terjebak” di posisinya dan tidak bisa melakukan lompatan untuk masuk menjadi negara maju baru. Jadi suatu negara telah mencapai suatu level pendapatan perkapita tertentu yang relatif cukup makmur, namun tidak mampu lagi mempertahankan momentum pertumbuhan yang tinggi, sehingga negara tersebut tidak kunjung naik kelas masuk dalam jajaran negara-negara maju. Jadi seolah-olah negara tersebut terkunci di tengah (stuck in the middle) di posisinya sebagai negara berpendapatan menengah.

Belajar dari Malaysia
Ambil contoh kasus Malaysia. Malaysia adalah negara yang mengalami pertumbuhan ekonomi luar biasa sejak Perang Dunia II. Negara ini konsisten menikmati pertumbuhan ekonomi 7% setahun selama 25 tahun terakhir. Malaysia juga sukses mengentaskan kemiskinan selama kurun waktu tersebut. Kalau pada tahun 1970 sekitar 50% masyarakatnya berada di bawah garis kemiskinan, maka sekarang angka itu tinggal sekitar 4%.

Namun apa yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir ini? Mesin pertumbuhan Malaysia mulai mengalami kelelahan. Kalau pada kurun waktu 1990-1997 rata-rata pertumbuhannya 9,1%, maka pada kurun waktu 2000-2008 melemah menjadi hanya 5,5%. Coba bandingkan dengan Korea Selatan. Pada tahun 1970, pendapatan perkapita (per capita gross national income) Korea selatan lebih kecil dibanding Malaysia ($260 dibanding $380). Namun pada tahun 2009 Korea Selatan memiliki pendapatan perkapita tiga kali lipat Malaysia ($21.530 dibanding $6.760). Jadi Malaysia terjebak menjadi negara berpendapatan menengah, sebaliknya Korea Selatan mampu meloncat menjadi negara maju baru.

Kenapa negara-negara seperti Malaysia bisa stuck in the middle seperti itu. Penjelasannya simpel: “It’s easier to rise from a low-income to a middle-income economy than it is to jump from a middle-income to a high-income economy.” Penyebabnya, setelah masuk menjadi negara berpendapatan menengah mereka merasa nyaman dan tak cukup membangun SDM dan berinovasi untuk menghasilkan produk-produk dengan kandungan teknologi yang semakin tinggi.

Inovasi dan SDM
Pada saat negara tersebut masih miskin mereka bisa memanfaatkan kemiskinannya untuk membangun daya saing melalui upah buruh yang rendah. Jadi negara-negara tersebut memacu perkembangan industri manufaktur berupah buruh rendah (labor-intensive manufacturing) seperti tekstil atau sepatu untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Perkembangan pesat industri macam ini akan mendorong terciptanya lapangan kerja dan pada gilirannya akan mendorong tingkat pendapatan masyarakat.

Tapi industri manufaktur berbasis upah buruh murah ini tidak sustainable. Seiring dengan meningkatnya pendapatan, maka ongkos upah buruh pun akan meningkat. Kalau ini terjadi maka produk-produk yang dihasilkan berbagai industri tersebut tidak lagi kompetitif di pasar internasional. Kalau tidak kompetitif, maka industri-industri tersebut tak mampu berkembang, akibatnya pertumbuhan ekonomi negara menjadi terkendala.

Untuk bisa naik kelas menjadi negara maju baru dan terhindar dari middle-income trap, maka mau tak mau negara-negara tersebut harus berinovasi dan mengelola SDM/modal menjadi lebih produktif. Mereka harus membangun kemampuan R&D dan mempekerjakan SDM yang berkualitas (highly educated & skilled worker). Gampangnya, untuk lolos dari middle-income trap, kemajuan negara harus didukung “otak“, bukan sekedar “otot”

Korea Selatan adalah contoh negara yang sukses keluar dari middle-income trap dengan mengembangkan kemampuan R&D dan SDM. Perusahaan-perusahaan seperti Samsung, LG, Hyundai adalah perusahaan yang memiliki kemampuan teknologi yang sangat baik sehingga produknya tetap kompetitif di pasar internasional.

Creative Class
Apa pesan terpenting dari adanya fenomena middle-income trap ini bagi Indonesia? Dengan terlampauinya pendapatan perkapita $3000 tahun 2010, maka kini Indonesia beranjak untuk menjadi negara berpendapatan menengah. Prestasi ini tak boleh membuat Indonesia berada dalam zona nyaman, karena bisa-bisa Indonesia terkena middle-income trap seperti yang dialami Malaysia. Indonesia harus tetap bekerja keras untuk membangun basis kemampuan teknologi dan SDM agar bisa melompat menjadi negara maju.

Melihat fenomena middle-income trap, saya jadi teringat satu buku luar biasa yang ditulis Richard Florida berjudul The Rise of Creative Class (2002). Intinya buku ini mengatakan bahwa suatu bangsa akan maju jika mereka memiliki kelompok masyarakat kreatif (creative class) yang berperan strategis menghasilkan nilai tambah ekonomi melalui olah pikir, kreativitas, dan inovasi yang mereka hasilkan. Mereka adalah seniman, programer/software developer, arsitek, product designer, konsultan, creative director, pengrajin, fotografer, dan tentu saja entrepreneur. Merekalah kelompok masyarakat yang akan bisa membawa Indonesia lolos dari middle-income trap.

Kita patut bangga kini punya sekitar 150 juta masyarakat kelas menengah. Tapi itu semua tidak ada apa-apanya kalau kelas menengah itu hanyalah sebatas kelas pembelanja dan kelas konsumeris. Pekerjaan besar bangsa ini adalah membentuk kelas menengahnya menjadi creative class yang produktif menciptakan lapangan kerja dan membangun daya saing Indonesia.

Ingat rumus ampuh ini: [MC = CC]*
*MC: middle class; CC: creative class
(Baca: Agar Indonesia menjadi negara basar, kelas menengahnya haruslah kelas kreatif)

Note: Penjelasan lebih rinci mengenai perbandingan Malaysia dan Korea Selatan untuk lolos dari “middle-income trap” dapat dilihat di: Michael Schuman (2010), “Escaping the Middle-Income Trap,” Time, 10 Agustus. Data-data mengenai hal ini diambil dari tulisan tersebut.

Related posts:

  1. The Rise of Asia’s Middle Class
  2. China’s Upper Middle Class Hungry for Luxury Product
  3. Marketing Outlook 2012: The Rise of Indonesia’s Middle-Class Consumer
  4. Revolusi Amfibi
  5. Kelas Menengah Rapuh
0
FacebookTwitterWhatsappEmail
yuswohady

Yuswohady, Managing Partner Inventure. Author of 50+ books on business & marketing, incl. the best seller "Millennials KILL Everything" (2019) and "Consumer Megashift after Pandemic" (2020).

previous post
Social Customer
next post
Going Middle

Baca Juga

2018: Tanpa Resolusi Akhir Tahun

December 31, 2018

Transformasi Mindset UKM

October 28, 2018

Milenial Jaman Now: Penggerak Leisure Economy

November 18, 2017

“Dua Dunia” Otak Kita

October 13, 2017

“Golden Year” Berwirausaha

September 17, 2017

Scaling-Up

August 19, 2017

Kenapa Sekolah Akan Terdisrupsi?

July 17, 2017

Beta Mentality

July 9, 2017

Why Startup Fails?

May 13, 2017

Entrepreneurial Skills for Kids

May 6, 2017

6 comments

Jojoz September 1, 2012 - 11:10 am

Belajar dari Korea. Wah saya suka 😀

Reply
Muadzin September 1, 2012 - 8:50 pm

Pantes negara jiran itu kerjaannya nyolong mulu, ga kreatif sih 😀

Reply
Didi diarsa September 2, 2012 - 10:36 pm

Setuju Mas, kunci utama Ada di pendidikan, meletakkan fondasi yang kuat menciptakan kelas kreatif, sdm yang kuat handal Dan kreatif ditopang dengan sda yg berlimpah siap menuju bangsa maju

Reply
santi djiwandono September 3, 2012 - 12:28 am

Mantab Pak! ‘kesuksesan’ itu juga bisa menjadi ‘comfort zone’ ya pak? Mental kita ini jg sebagian besar begitu ya pak, cepat puas, atau merasa sdh kerja keras lalu ‘nyantai’ dulu, tau-tau kebablas 🙂 Himbauan bapak ini sangat dibutuhkan buat kita, dan kreativitas itu memang senjata ampuh. Setau saya sih, kreativitas itu bisa tumbuh di saat ‘kepepet’ atau tidak complacent. Sehingga sense of urgency mungkin yg harus terus dibangun ya Pak? Menarik nih, saya sdg mulai terjun di usaha konsultasi manajemen organisasi, mungkin hal ini bisa juga dishare ya pak? tinggal dipikirin komunikasinya…

Reply
Branding UMKM — yuswohady.com August 31, 2013 - 10:39 pm

[…] “revolusi konsumen kelas menengah”. Saya bisa pastikan kita tak akan mampu lolos dari “middle-income trap” alias tak mampu masuk dalam jajaran negara maju baru, kalau UMKM kita hanya menjual komoditas […]

Reply
Jika Aku Pernah Ingin Meninggalkan Indonesia, itu Bukan Berarti Tak Cinta | That Little Asian Missy August 18, 2015 - 4:49 am

[…] bahwa kita adalah, invisible giant. Perekonomian kita yang disokong pabrik manufaktur ada di ambang middle income trap. Buruh-buruh kita menuntut upah tinggi, sedangkan keterampilan mereka tidak meningkat, kita […]

Reply

Leave a Reply to santi djiwandono Cancel Reply

Save my name, email, and website in this browser for the next time I comment.

Artikel Terbaru

  • Sharing Economy in the Pandemic

    February 19, 2021
  • Syariah Universal

    February 12, 2021
  • Stay @ Home Lifestyle

    February 7, 2021
  • Best Business Book 2020 on COVID-19: My Picks

    December 27, 2020
  • Best Business Books 2020: My Picks

    December 24, 2020
  • Industry Megashifts 2021 (3)

    December 14, 2020
  • Industry Megashifts 2021 (2)

    December 14, 2020
  • Industry Megashifts 2021 (1)

    December 14, 2020
  • 6 Forces of Change 2021

    December 13, 2020
  • Konsumen Indonesia Optimis

    November 28, 2020
  • Prospective Businesses for UKM

    October 14, 2020
  • UKM Outlook 2021

    October 11, 2020
  • New Omni Marcomm

    October 1, 2020
  • Dunia Hiburan Terkoyak Pandemi

    September 4, 2020
  • Family Life in the Pandemic Era

    September 4, 2020
  • 5 Digital Consumer Megashifts

    August 26, 2020
  • 15 Banking Consumer Megashift

    August 10, 2020
  • New Normal 100: Leisure & Travelling Trends

    July 26, 2020
  • New Normal 100: Digital Life & Privacy Trends

    July 24, 2020
  • 25 Retail Megashifts

    July 18, 2020

Langganan Artikel via Email

Recent Posts

  • Sharing Economy in the Pandemic
  • Syariah Universal
  • Stay @ Home Lifestyle
  • Best Business Book 2020 on COVID-19: My Picks
  • Best Business Books 2020: My Picks
  • Industry Megashifts 2021 (3)
  • Industry Megashifts 2021 (2)
  • Industry Megashifts 2021 (1)
  • 6 Forces of Change 2021
  • Konsumen Indonesia Optimis
  • Prospective Businesses for UKM
  • UKM Outlook 2021
  • New Omni Marcomm
  • Dunia Hiburan Terkoyak Pandemi
  • Family Life in the Pandemic Era
  • 5 Digital Consumer Megashifts
  • 15 Banking Consumer Megashift
  • New Normal 100: Leisure & Travelling Trends
  • New Normal 100: Digital Life & Privacy Trends
  • 25 Retail Megashifts
  • Facebook
  • Twitter
  • Instagram
  • Youtube

@2020 - All Right Reserved. Designed and Developed by Wihgi.com


Back To Top